Gelaran Biennale Jogja Daring dan Luring di Tengah Pagebluk

Yayasan Biennale Yogyakarta menggelar Simposium Khatulistiwa pada Jumat dan Sabtu, 30-31 Oktober 2020.
Simposium Khatulistiwa di Taman Budaya Yogyakarta. (Foto: Tagar/Faya Lusaka Aulia)

Yogyakarta – Yayasan Biennale Yogyakarta menggelar Simposium Khatulistiwa pada Jumat dan Sabtu, 30-31 Oktober 2020. Perhelatan rutin dua tahunan ini tetap dilaksanakan meskipun di tengah pagebluk, kegiatan ini menggunakan metode daring dan luring. Peserta yang ingin bergabung dapat langsung datang di Taman Budaya Yogyakarta dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang ada.

Simposium Khatulistiwa 2020 ini mengangkat tema Alam Terkembang Jadi Guru yang merefleksikan pemikiran tentang bagaimana praktik seni kontemporer bertaut dengan pemahaman yang berbasis pengetahuan lokal, terutama dalam konteks lingkungan dan ekologi.

“Dalam Simposium Khatulistiwa 2020 kami ingin menggali pengetahuan-pengetahuan lokal sehingga ia memiliki posisi yang sejajar dengan sistem pengetahuan barat yang selama ini mendominasi sistem pendidikan modern,” kata Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta, Alia Swastika.

Baca Juga:

Secara khusus, seniman kontemporer telah melakukan upaya pembacaan kembali pengetahuan dan budaya-budaya lokal dengan melakukan penelitian dan kolaborasi dengan warga setempat, kemudian mentransformasikannya menjadi bentuk-bentuk karya kontemporer. Alia berharap, mendiskusikan berbagai praktik dan karya seni dari berbagai medium, merupakan salah satu cara untuk menggali pengetahuan-pengetahuan lokal.

Dalam Simposium Khatulistiwa 2020 kami ingin menggali pengetahuan-pengetahuan lokal sehingga ia memiliki posisi yang sejajar dengan sistem pengetahuan barat.

Berlangsung selama dua hari acara ini terbagi menjadi 10 kelas dengan menghadirkan 30 pembicara dan 10 moderator. Pembicara berasal dari berbagai displin ilmu dan juga konteks-konteks kebudayaan yang beragam. Pembicara yang turut hadir diantaranya yaitu Eko Supriyanto seorang koreografer terkemuka Indonesia yang kerap melakukan kerjasama dengan komunitas di luar Jawa.

Kemudian ada Septina Layan yaitu seorang musisi kontemporer yang banyak menggali tradisi Bunyi Papua. Lalu ada pula Daniel Lie seorang seniman Brazil keturunan Indonesia yang menggali lagi akar identitasnya melalui program seniman mukiman.

Baca Juga:

Simposium Khatulistiwa ini menjadi titik pertemuan penting bagi seniman dan pengkaji kebudayaan secara umum yang berdiskusi mengenai berbagai narasi dan cara pandang mengenai isu tentang festival sebagai bentuk aktivisme hingga praktik penciptaan seni untuk isu-isu terpinggirkan, atau bagaimana seniman belerja dengan komunitas lokal untuk bersama-sama dapat membawanya ke pentas dunia.

Acara Simposium Khatulistiwa 2020 ini didukung Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Fasilitasi Bidang Kebudayaan, Dinas Kebudayaan, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Taman Budaya Yogyakarta. []

Berita terkait
Festival Film Busan di Korea Selatan Tampilkan Minari
Setelah memenangkan Festival Film Sundance untuk penyutradaraan terbaik, film Korea “Minari” kini dipertunjukkan di Festival Film Busan
Bawa 29 Artis, Synchronize Festival 2020 Diboyong ke Layar TV
Demajors dan Dyandra melakukan gebrakan baru di tengah pandemi dengan memboyong helatan akbar Synchronize Festival 2020 ke layar televisi.
Daftar Artis Pengisi Prambanan Jazz Virtual Festival 2020
Prambanan Jazz Festival 2020 tetap digelar di tengah pagebluk. Perhelatan yang digelar secara virtual ini bakal dimeriahkan deretan artis ternama.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.