Mataram - Kabupaten Lombok Timur berada dalam zona kuning, yaitu 42 persen atau paling rendah dalam pencegahan korupsi tahun 2019, jika dibandingkan dengan sepuluh kabupaten atau kota yang ada di Provinsi NTB.
“Lombok Timur merupakan daerah terlemah dalam pencegahan korupsi. Di saat daerah-daerah lain sedang berpacu dalam melawan korupsi, ternyata Lombok Timur masih jalan di tempat,” ujar Jumaidi, dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
Diketahui, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencatat beberapa daerah di NTB kinerjanya dalam pencegahan korupsi selama tahun 2019 dinilai masih lemah.
Lombok Timur merupakan daerah terlemah dalam pencegahan korupsi.
Penilaian itu diungkapkan peneliti Fitra NTB, Jumaidi kepada Tagar, Senin 6 Januari 2020. Dia katakan penilaian itu berdasarkan pantauan FITRA NTB melalui Monitoring Center for Prevention (MCP) Korsupgah KPK.
Ada tiga daerah yang mampu berada dalam zona hijau, yakni Pemprov NTB mendapatkan nilai 82 persen, Kota Mataram 79 persen, dan Lombok Tengah 72 persen. Sedangkan tujuh daerah lainnya mendapatkan nilai di antara 50-70 persen.
Tujuh daerah tersebut di antaranya Sumbawa Barat 53 persen, Kabupaten Bima 57 persen, Kota Bima 59 persen, Lombok Utara dan Lombok Barat 60 persen, Dompu 62 persen, dan Sumbawa 65 persen.
“Kami pikir tujuh daerah ini perlu kerja lebih giat lagi untuk meningkatkan kinerja dan memperkuat sistem dalam melakukan pencegahan terhadap korupsi," ucapnya.
Ada delapan area intervensi oleh KPK dalam melakukan pencegahan korupsi ini. Diantaranya, jelas Jumaidi, perencanaan dan penganggaran daerah, pengadaan barang dan jasa, pelayanan terpadu satu pintu, kapabilitas APIP, managemen ASN, optimalisasi pendapatan daerah, menejemen aset daerah, dan tata kelola dana desa.
Berdasarkan pemantauan Fitra NTB melalui MCP KPK, Lombok Timur mendapatkan nilai rendah hampir di semua area intervensi, nilai tertinggi hanya 65 persen, yaitu di area optimalisasi pendapatan daerah.
“kami fokus menilai Lombok Timur karena memang Lombok Timur ini merupakan daerah yang sangat jauh tertinggal dalam pencegahan korupsi," tegas Jumaidi.
Beberapa area yang mendapatkan nilai sangat rendah, managemen ASN 11 persen, kemudian tata kelola dana desa 33 persen, kapabilitas APIP mendapatkan nilai yang sama, dan pengadaan barang dan jasa nilainya 37 persen.
Jumaidi berharap, Lombok Timur perlu lebih fokus lagi dalam kerja, tidak memberikan peluang-peluang korupsi itu terjadi. Misalnya managemen ASN, jika tata kelolanya buruk, maka peluang nepotisme dan terjadinya korupsi masih besar, sistem promosi, mutasi, dan lainnya bisa terjadi tidak sehat jika hal itu tidak kuat.
Begitu juga dengan tata kelola dana desa, pada area ini laporan pertanggung jawaban dana desa mendapatkan penilaian yang sangat rendah.
Karena memang Lombok Timur ini merupakan daerah yang sangat jauh tertinggal dalam pencegahan korupsi.
Kemudian, lanjut Jumaidi, pada saat ini sedang ramai temuan kasus korupsi dana desa. Sehingga kondisi ini mengharuskan Pemda Lombok Timur lebih cepat lagi memperbaiki sistem dan tata kelolanya.
“Kami pikir ini menjadi warning untuk daerah yang lain juga agar lebih serius memperbaiki sistem pencegahannya,” katanya.
Kapabilitas APIP bicara soal area pengawasan internal. Saat ini hampir semua Pemda di NTB lemah dalam kapabilitas APIP. Sehingga bagi Fitra, semua daerah perlu memperkuat pengawasannya. []