Ferdinand Hutahaean Kupas Asumsi Provokasi Said Didu

Politisi Demokrat Ferdinand Hutahaean menilai pernyataan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu soal BBM di Indonesia beraroma provokasi.
Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean. (Foto: Tagar/Alan)

Pematangsiantar - Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutaheaean menilai pernyataan mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu terkait harga bahan bakar minyak atau BBM di Indonesia hanya asumsi yang beraroma provokasi.

Dia menyayangkan di tengah pandemi virus corona atau Covid-19, masih banyak pihak-pihak yang terus menebar ketakutan kepada masyarakat. Sikap seperti itu diyakini mampu membuat industri global menjadi terganggu.

"Memang minyak dunia adalah salah satu komoditi yang harganya terpukul dan mengalami penurunan yang ekstrem. Dengan penurunan harga minyak dunia tersebut, beberapa negara kemudian melakukan evaluasi terhadap harga jual BBM mengacu pada standar perhitungan harga BBM di negara masing-masing," kata Ferdinand kepada Tagar, Senin, 27 April 2020.

Di sini lah kekeliruan Said Didu, teriak Indonesia, bicara nasionalisme, tapi dalam tulisannya malah cenderung ingin membawa kita kepada liberalisme pasar

Baca juga: Said Didu vs Luhut, Ruhut: Tinggal Tunggu Waktu!

Penurunan harga BBM di beberapa negara, menurutnya membuat banyak orang menjadi latah. Terlebih pemerintah RI hingga saat ini belum mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan harga BBM.

"Maka muncul lah tulisan Said Didu mantan Sekretaris Kementerian BBM yang cenderung provokatif dengan judul yang bombastis memfitnah pemerintah dengan tuduhan memeras rakyat," ujarnya.

Ferdinand mengatakan pernyataan Said Didu kurang tepat dengan menuduh pemerintah melakukan pemerasan kepada rakyat Indonesia, karena harga BBM yang terbilang sangat mahal itu. Lantas, dia menyebut sikap tersebut dapat berimbas membuat keributan di kalangan masyarakat.

"Pemerintah dan Pertamina dituduh memeras rakyat dengan harga BBM mahal. Padahal basis pernyataan Said Didu pun kurang tepat, bahkan bisa disebut salah karena tidak mengedepankan fakta yang benar. Kritik tentu boleh dan sah serta harus, tapi jangan provokasi rakyat, dan jangan fitnah pemerintah dengan info yang kurang tepat," katanya.

Ferdinand secara terang-terangan membeberkan kepada publik, apakah sikap Said Didu itu benar atau hanya asumsi belaka yang dapat menyesatkan awam.

Pada poin pertama, Politisi Partai Demokrat ini meminta agar terlebih dahulu melihat fakta yang ada di lapangan. Dia mempertanyakan apa yang menjadi acuan Didu untuk melihat harga BBM mahal atau murah, karena sesungguhnya harga BBM sifatnya fluktuasi.

"Tentu sulit karena ini relatif sifatnya. Bahkan harga BBM pernah di atas harga saat ini dan tidak disebut mahal. Jika membandingkan dengan harga BBM negara lain saat ini, di ASEAN saja harga BBM Pertamina masih di bawah Singapore, Laos, Thailand, Filipina, dan Kamboja. Jadi apa dasar menyebut mahal? Tidak jelas dan ini asumsi pribadi saja dari Said Didu," ucapnya.

Ferdinand juga mempertanyakan menyoal tudingan Didu terhadap pemerintah dan Pertamina memeras rakyat dari harga BBM. 

"Jika soal mahal atau murah saja tak terjawab dan tidak jelas acuannya kecuali asumsi pribadi, lantas bagaimana acuan menyebut pemerintah dan Pertamina telah memeras rakyat dengan harga BBM mahal bernilai kebenaran?" kata dia.

Baca juga: Ferdinand ke Stafsus Jokowi: Rusak Istana, Mundur!

Dalam tulisan Said Didu, kata Ferdinand, dia menyebut peran mafia dan menyalahkan pemerintah melalui Keputusan Menteri yang menetapkan MOPS (Mean Oil Platts Singapore) sebagai biang kerok. Padahal, MOPS adalah acuan internasional yang berlaku bagi trader dunia dan basisnya adalah minyak brent, bukan WTI.

"Tidak serta merta bahwa menggunakan MOPS sebagai acuan maka Pertamina sudah bisa disebut kolaborasi dengan mafia. Tidak seperti itu, karena Pertamina tidak hanya mengimpor minyak dari Singapore, tapi dari banyak sumber yang dilakukan oleh ISC Pertamina di Jakarta bukan lagi oleh Petral di Singapura," ujarnya.

Dia menegaskan, mengenai Keputusan Menteri ESDM Nomor 62 tujuannya adalah untuk melindungi rakyat dari penetapan harga minyak mengikuti mekanisme pasar.

"Pemerintah dan Pertamina tentu tak ingin rakyat bingung setiap saat bila harga tiba-tiba berubah mengikuti mekanisme pasar. Dampaknya juga terhadap dunia usaha yang akan kesulitan menghitung biaya produksi, karena perubahan harga yang terjadi sesuai pasar," kata dia.

Menurutnya, sejak dulu Indonesia tidak pernah menjadikan mekanisme pasar untuk menetapkan harga. Ketika harga minyak dunia naik, harga BBM pun naik demikian sebaliknya.

"Ini konsep liberal yang sejak dulu kita lawan. Di sini lah kekeliruan Said Didu, teriak Indonesia, bicara nasionalisme, tapi dalam tulisannya malah cenderung ingin membawa kita kepada liberalisme pasar," katanya.

Dia mengatakan, ada beberapa poin yang tidak dijelaskan Said Didu dalam pernyataannya itu, yakni apakah masyarakat siap jika nantinya harga BBM naik tanpa subsidi.

"Ini yang tidak dijelaskan Said Didu yang hanya bicara pemerintah memeras rakyat lewat harga BBM tapi tidak menjelaskan bahwa rakyat mendapat subsidi selama ini karena Pertamina menjual di bawah harga keekonomian," kata dia.

Ferdinand menegaskan pernyataan Said Didu dalam konteks pemerintah melakukan pemerasan kepada masyarakat terkait tidak turunnya harga BBM, merupakan provokasi yang tidak sesuai dengan data.

"Tiba-tiba Said Didu menuding pemerintah dan Pertamina memeras, ini provokasi yang tidak berbasis data bahwa perhitungan harga BBM kita pasti dilakukan evaluasi periodik setiap 2 bulan untuk menghindari liberalisme pasar," ucapnya.

Dia menambahkan, terkait perhitungan harga BBM, pemerintah sudah mengaturnya melalui Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri ESDM. Hal tersebut dilakukan periodik, agar rakyat terhindar dari ketidakpastian liberalisme pasar.

"Ketika harga naik, selama ini pemerintah memberi subsidi bagi rakyat. Ini mekanisme yang baik yang harus dijaga. Pada saatnya harga akan dievaluasi dan diturunkan mengikuti mekanisme yang kita tetapkan. Memang sudah saatnya diturunkan periodik. Tapi tidak tepat sama sekali bila disebut (Said Didu, pemerintah) memeras, karena harga (BBM) belum turun," kata Ferdinand Hutahaean. []

Berita terkait
Ferdinand: Luhut Sudah Benar Perhatikan Ojol saat PSBB
Politikus Demokrat Ferdinand H menilai langkah Ad Interim Menhub Luhut B Panjaitan kepada ojol saat PSBB sudah benar.
Ferdinand Yakin Riza Patria Jadi Pendamping Anies
Ferdinand Hutahaean yakin cawagub DKI Jakarta dari Partai Gerindra Ahmad Riza Patria akan mendampingi Gubernur DKI Anies Baswedan.
Ferdinand Hutahaean: Dokter Tirta Lebih Baik Diam!
Kadiv Hukum dan Advokasi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyarankan dokter Tirta Mandira Hudi untuk diam agar tidak disangkakan menjadi buzzer
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.