Bantul - Menteri Agama Fachrul Razi menyebut moderasi sudah menjadi program dunia Islam. Jika tidak dilakukan maka sulit untuk bergerak maju. Artinya moderasi Islam itu adalah kebutuhan agar menjadi negara yang maju.
Dia mengatakan selama ini kementerian yang dipimpinnya juga mengkampanyekan moderasi dalam berbagai kesempatan, baik di dalam negeri maupun pemaparan di luar negeri. Dia belum lama ini melakukannya di Arab Saudi.
"Kemarin saya saat ke Saudi Arabia mengkampanyekan moderasi. Sepertinya Saudi juga ada hal-hal yang mirip juga dengan yang ada di sini (Indonesia)," ujarnya usai menghadiri acara pengukuhan Haedar Nashir sebagai guru besar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Yogyakarta pada Kamis 12 Desember 2019.
Dia menilai moderasi beragama ini, dalam hal ini Islam, sudah menjadi program dunia Islam. "Kalau nggak memang kita akan sulit maju," ucapnya.
Purnawirawan kelahiran Banda Aceh 26 Juli 1947 ini mengatakan ada hal yang mirip antara Indonesia dengan Arab Saudi. Kemiripan itu contohnya di Saudi mengangkat peningkatan atau penguatan identitas Islam dengan nation harus menjadi satu kotak. "Jadi meningkatkan identitas keislaman dan nasional atau bangsa merupakan satu keutuhan," kata dia.
Kalau nggak memang kita akan sulit maju.
Dia mengatakan jika membicarakan nation saja tidak melihat Islam tentu kurang tepat. "Kita salah, kita bisa menyimpang jauh. Kalau kita ngomong tentang Islam saja tidak melihat nation khawatirnya nanti pelaksanaannya kurang pas untuk meningkatkan wawasan kebangsaan kita," ucapnya.
Pada kesempatan itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam pidatonya mengenai Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan: Perspektif Sosiologi, banyak mengupas tentang radikalisme.
Haedar mengatakan masalah radikalisme bukan persoalan sederhana dalam aspek apa pun di berbagai negara. Sehingga memerlukan pemahaman yang luas dan mendalam agar tidak salah dalam cara pandang dan cara menghadapinya.
Dia mengatakan hal itu menjadi keliru manakala memaknai radikal dan radikalisme sebagai identik dengan kekerasan lebih-lebih sama dengan terorisme. "Karena pada dasarnya sejarah menunjukkan, bahwa radikalisme terjadi di banyak aspek dan semua kelompok sosial," katanya.
Haedar mengatakan Indonesia setelah reformasi sesungguhnya mengalami radikalisasi dan terpapar radikalisme dalam kuasa ideologi pada sistem liberalisme dan kapitalisme baru, lebih dari sekedar radikalisme agama dalam kehidupan kebangsaan.
Sementara Mantan Ketua PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif mengatakan Haedar Nashir dalam isi pidato yang disampaikan telah melakukan pendekatan yang seimbang. "Haedar saya kira pendekatannya sangat balance, sangat imbang. Radikalisme tidak dilihat sebagai arti yang sempit. Tapi segala bentuk radikalisme negatif itu harus ditiadakan dari manapun datangnya," katanya.
Salah satu poin dari pidato Haedar Nashir yakni penghapusan deradikalisme dan diganti dengan moderasi. Menurutnya hal tersebut masih bisa didiskusikan. "Ah itu bisa kita diskusikan lagi," ucapnya. []
Baca Juga:
- Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Gunungkidul
- Senator Yogyakarta: Radikalisme Tak Hanya di Islam
- Ma'ruf Amin Uraikan Cara Tangkal Radikalisme