E-Voting Eror Pilkades di Bantaeng Ricuh

Proses pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Bantaeng Sulsel berlangsung ricuh. Ini penyebabnya
Aksi unjuk rasa depan kantor PMD Kabupaten Bantaeng Sulsel. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Proses Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di sejumlah desa di Kabupaten Bantaeng dengan menggunakan sistem e-voting berujung masalah. Pasalnya ada yang mengalami error saat pelaksanaan Pilkades serentak, Rabu, 16 Oktober 2019 kemarin.

Wakil Bupati Bantaeng, H. Sahabuddin telah menandatangani surat rekomendasi untuk membuka kotak audit suara pada Pilkades Desa Bonto Karaeng.

Sebab di desa tersebut, terjadi sengketa atas hasil perolehan suara yang oleh masyarakat setempat menyebut ada indikasi kecurangan. Sehingga kotak suara dibuka untuk perhitungan manual pada Kamis, 17 Oktober 2019.

Dikabarkan bahwa sejak Rabu malam, 16 Oktober 2019 sejumlah massa sudah menduduki Kantor Desa Bonto Karaeng.

Sengketa ini juga terjadi di kantor Dinas PMD PP dan PA Kabupaten Bantaeng. Puluhan massa dari masyarakat Desa Biangkeke berunjuk rasa menuntut agar PMD untuk membuka kotak suara guna perhitungan suara ulang secara manual.

Massa sejak pagi tadi sudah memadati depan kantor tersebut. Aksi itu kian memanas lantaran pihak PMD belum juga menemui para pengunjuk rasa.

Kadis PMD PP dan PA Kabupaten Bantaeng, Chaeruddin yang berhasil dihubungi membeberkan bahwa ketidakhadiran Bidang yang bersangkutan ditengarai adanya insiden serupa di Desa Bonto Karaeng.

Puluhan massa dari masyarakat Desa Biangkeke berunjuk rasa menuntut agar PMD untuk membuka kotak suara guna perhitungan suara ulang secara manual

"Saya lagi sakit pak. Sementara Kabid, Kasi di Bidang PMD ada di Bonto Karaeng. Kalau di Desa Biangkeke itu, kemarin ada alat yang bermasalah makanya sempat ada keberatan dan itu sudah dijelaskan oleh BPPT (Balai pengkajian penerapan teknologi).

Penjelasannya itu memakan waktu berjam-jam, jadi ada waktu yang terbuang, hingga disepakati antara panitia, para calon dan masyarakat agar proses terus berlanjut dan itu terus berlanjut," terang Chaeruddin.

Hanya saja, masyarakat menduga ada intrik politik dalam hasil perolehan suara. Masyarakat dan panitia pelaksana Pilkades saat itu juga menyepakati agar dilakukan perhitungan suara secara manual ke esokan harinya.

"Tapi kan malam itu kita sudah tandatangani berita acara atas nama masyarakat bahwa panitia pilkades membuka kotak suara jam 9 pagi besok (Kamis, 17 Oktober) untuk perhitungan manual. Nah itu yang kami tuntut, loh, kenapa malam itu kotak dibawa kabur ke kantor PMD dan sampai sore ini belum ada yang membuka kotak suara, ini jadi pertanyaan, ada apa?. Yang jelasnya kami menuntut untuk Pilkades ulang jika lewat hari tuntutan kami tidak terpenuhi," jelas masyarakat dari Biangkeke, Edyatma.

Sementara itu, Pemerhati Demokrasi Resky menuturkan bahwa yang menjadi titik permasalahan pada Pilkades ini adalah proses penyelenggaraannya. Resky menegaskan, seharusnya tidak ada pemungutan suara hingga malam hari.

"Ini kan berdasarkan Perbup nomor 32 tahun 2019, bahwa termaktub deadline pemungutan suara sampai jam 02.30, jika memang ada yang belum terakomodir pelaksanan melakukan pleno untuk penambahan waktu. Tetapi itu tetap tidak boleh melewati hingga malam," kata Resky.

"Kemudian soal kotak suara ini, ada juga mekanisme. Jika ada gugatan dengan bukti kuat, harus mengajukan permohonan gugatan, lalu ada hasil penelitian kuat indikasinya. Maka Bupati bisa mengeluarkan surat perintah atau rekomendasi untuk membuka kotak. Jadi kalau kesepakatan saja, itu tidak masuk dalam regulasi dan tidak kuat," lanjutnya.

Selain Resky, adapula sejumlah NGO yang berasumsi bahwa sistim e-voting ini tidak efisien pada perhelatan pemilihan ini.

Penggunaan Sistem E-voting Banyak Masalah

"Penggunaan sistim e-voting ini tidak efisien. Pemilihan sebelumnya juga ada yang bermasalah itu artinya bahwa ini tidak layak digunakan," kata Danar, ketua Pemuda LIRA.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Lembaga Transparansi Kebijakan Pemerintah (LSM TKP), Aidil bahwa e-voting ini, buntut-buntutnya selalu saja terjadi peraoalan.

"Apakaha pihak PMD melakukan evaluasi? Saya pikir tidak. Permasalahan yang terjadi sejak penggunaan e-voting ini sama saja. Harusnya ada evaluasi untuk penggunaannya karena ini sangat merugikan banyak hal," sebutnya.

Hingga pukul 17.00 WITA, pantauan Tagar masih terdapat sekelompok masyarakat dari desa Biangkeke di kantor PMD yang menanti respon pihak terkait.

Massa tidak akan bergeser apabila tuntutan belum dipenuhi. Dan jika pun kotak tidak dibuka hingga besok, maka pilkades ulang menjadi tuntutan utama. []

Baca juga:

Berita terkait
Pilkades di Bantaeng Diwarnai Taruhan Miliaran Rupiah
Peristiwa unik mewarnai proses pemilihan kepala Desa Lonrong, Kecamatan Eremerasa, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Pilkades Bantaeng Pake E-voting Warga Gemetaran
Pemilihan Kepala Desa memakai e-voting baru pertama kalinya di Kabupaten Bantaeng, tak sedikit warga yang masih canggung dan gemetaran.
Poros Ujung Katinting Bantaeng Makan Korban Lagi
Kecelakaan tragis memakan korban jiwa terjadi di poros ujung Katinting Kabupaten Bantaeng.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.