Untuk Indonesia

Euforia Pencabutan PPKM Covid-19 Bisa Bawa Petaka

Indonesia perlu berkaca ke beberapa negara yang di awal pandemi bisa kendalikan penyebaran Covid-19 belakangan kewalahan hadapi lonjakan kasus
Ilustrasi: Disiplin pakai masker (Foto: Dok Kemenkes)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

TAGAR.id - Pekan ini berita terkait rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan hapus PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang semula dijadikan sebagai instrument untuk menekan penyebaran kasus virus corona (Covid-19).

Ada kekhatiran euforia pencabutan PPKM bisa berdampak buruk terhadap pandemi berupa penyebaran Covid-19 dan kemunculan varian baru Covid-19 karena tingkat vaksinasi yang belum 100% dan kepatuhan menerapkan protokol kesehatan (Prokes), terutama memakai masker, yang sangat rendah.

Cakupan vaksinasi Covid-19 dosis 1 baru 86,91%, dosis 2 sebesar 74,43%, sementara cakupan booster 1 (dosis 3) baru 29,06% dan booster 2 (dosis 4) sebesar 4,91% (https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines).

Jika jumlah kumulatif kasus Covid-19 dijadikan patokan, maka sampai 22 Desember 2022 berdasarkan jumlah kasus yaitu sebanyak 6.713.879 menempatkan Indonesia di peringkat ke-20 secara global. Jumlah kasus Covid-19 global 660.376.312.

Tapi, jika berdasarkan jumlah kematian terkait infeksi Covid-19, maka dengan jumlah kematian sebanyak 160.488 Indonesia ada di peringkat ke-11 secara global.

Dengan pijakan jumlah kasus dan jumlah kematian penerapan PPKM menjadi salah satu faktor yang menekan penyebaran Covid-19.

pertumbuhan kasus covid di bbrp negaraPertumbuhan kasus Covid-19 di beberapa negara yang di awal pandemi bisa kendalikan penyebaran (Foto: TAGAR/Syaiful W. Harahap)

Jika disimak tabel di atas, maka terjadi fenomena global terkait dengan penyebaran virus corona karena dari awal pandemi sampai akhir tahun 2021 beberapa negara melaporkan kasus yang kecil.

Hal itu terjadi karena penanganan yang ekstra ketat mulai dari pembatasan, penguncian (lockdown), menutup pintu masuk antar negara sampai tracing yang masif.

Korea Utara (Korut), misalnya, dari awal pandemi (akhir tahun 2019) sampai 12 Maret 2022 negeri komunis itu melaporkan nol (0) kasus Covid-19. Tapi, mulai 13 Maret 2022 kasus meledak dengan jumlah 350.000. Laporan terakhir tanggal 22 Desember 2022 jumlah kasus di Korut mencapai 4.772.813. Artinya dalam 10 bulan terdeteksi 4.772.813 kasus Covid-19.

Begitu juga dengan Taiwan. Sampai 31 Desember 2020 hanya 799 kasus Covid-19 yang dilaporkan. Sampai tanggal 31 Desember 2021 jumlah kasus yang dilorkan hanya 17.029. Tapi, sampai 22 Desember 2022 jumlah kasus meroket yaitu mencapai 8.644.555.

Vietnam yang menerapkan langkah penanganan yang ketat memang berhasil di awal pandemi. Sampai 31 Desember 2020 jumlah kasus Covid-19 yang dilaporkan hanya 1.737, tapi di tahun kedua pandemi terjadi lonjakan kasus yang mencapai 2.746.528 pada 31 Desember 2021. Bahkan, sampai tanggal 22 Desember 2022 jumlah kasus di Vietnam mencapai 11.523.567.

Begitu juga dengan Australia yang sangat ketat dengan menutup pintu masuk ke negaranya, bahkan WN Australia yang ada di luar negeripun tidak bisa masuk ke Australia. Tahun pertama pandemi sampai 31 Desember 2020 jumlah kasus Covid-19 di Negeri Kangguru itu dilaporkan 28.405. Sampai akhir tahun kedua pandemi, 31 Desember 2021, kasus dilaporkan hanya 39.5504. Namun, angka itu melonjak sampai 11.053.502 pada 22 Desember 2022.

salah satu tempat tes covid korselSalah satu tempat tes Covid-19 di Seoul, Korea Selatan, Kamis, 8 Juli 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

Hal yang sama terjadi pada Korea Selatan (Korsel) dijadikan kalangan dunia sebagai patokan penanganan pandemi Covid-19 yang sukses.

Soalnya, di awal pandemi banyak kalangan yang memperkirakan Korsel akan jadi ‘neraka corona’ karena berbatasan langsung dengan China dan jadi tujuan utama turis China, terutama dari Wuhan, tempat pertama virus corona terdeteksi. Sampai 31 Desember 2022 hanya 60.740 kasus yang dilaporkan.

Sampa akhir tahun kedua pandemi Negeri Ginseng itu hanya melaporkan 630.838 kasus Covid-19. Tapi, langkah Korsel menangani pandemi yang dinilai sukses di awal itu ternyata jebol juga. Jumlah kasus Covid-19 sampai 22 Desember 2022 meroket ke angka 28.466.390.

Kasus di Jepang hampir sama dengan di Vietnam. Sampai 31 Desember 2020 jumlah kasus Covid-19 dilaporkan 230.842. Tapi, di tahun kedua kasus naik tajam sampai angka 1.733.325 di tanggal 31 Desember 2022. Sedangkan sampai tanggal 22 Desember 2022 jumlah kasus Covid-19 di Jepang mencapai 27.765.782.

Bagaimana dengan Indonesia?

Di awal pandemi banyak kalangan yang menilai pemerintah terlambat menangani pandemi Covid-19 sehingga jumlah kasus sampai 31 Desember 2020 mencapai 743.198. Jumlah ini terbesar di antara negara-negara di atas.

Baca juga: Pemerintah Sangat Terlambat Menangani Wabah Covid-19

Di tahun kedua pandemi kasus harian bar uterus bertambah yang membuat Indonesia jadi episentrum Covid-19 di Asia Tenggara dengan jumlah kasus 4.262.720 per 31 Desember 2021.

Baca juga: Indonesia Episentrum Covid-19 di Kawasan ASEAN

Indonesia mencatat kasus harian terbanyak pada tanggal 16 Februari 2022 yaitu 64.718, sebelumnya tanggal 15 Juli 2021 sebanyak 56.575.

Di tahun 2022 kasus harian naik turun dengan kasus tertinggi pada 16 November 2022 sebanyak 8.496. Jumlah kasus sampai 22 Desember 2022 mencapai 6.713.879.

Maka, amatlah perlu mempertimbangkan pencabutan PPKM karena fakta menunjukkan tingkat kepatuhan warga menerapkan protokol kesehatan (Prokes), terutama memakai masker, sangat rendah. Bahkan, di masa PPKM pun banyak warga yang menolak memakai masker.

“Pak, jangan mau dibodohi Jokowi (Presiden Jokowi-Red.) saya sudah tau ini (Covid-19-Red.) politik,” kata seorang sopir mikrolet di Jakarta Timur ketika melihat penulis memakai masker di masa pandemi.

Tidak sedikit warga Indonesia yang anggap enteng terhadap pandemi Covid-19 walaupun kemudian mereka atau anggota keluarga dan kerabat meraka justru jadi korban, bahkan mati karena Covid-19.

Persoalan yang muncul di banyak negara, seperti Amerika Serikat (AS) serta negara-negara di Eropa dan Asia, adalah varian baru Covid-19 yang sebagian lebih mudah menular. Paling tidak sudah terdeteksi lebih dari 10 varian baru Covid-19.

Kondisinya kian runyam karena banyak pula warga dunia, juga di Indonesia, yang menolak vaksin Covid-19 karena 1001 macam alasan, antara lain karena keyakinan (agama). Hal ini mendorong penyebaran virus dan mutasi virus yang menghasilkan varian baru.

Persoalan lain adalah keampuhan vaksin. Seperti yang dialami oleh China yang jadi negara pertama pembuat dan pengekspor vaksin Covid-19 (Sinovac), termasuk ke Indonesia, justru lonjakan kasus baru terus terjadi.

warga beijing antre beli obat di apotekBanyak apotek dan toko obat di Beijing, China, dilaporkan kehabisan obat-obat penurun demam seperti Panadol sehingga warga harus antre panjang. (Foto: abc.net.au/indonesian - REUTERS TV via REUTERS/File Photo)

Dilaporkan oleh VOA (22/12-2022), kalangan analis pandemi memprediksi China berpotensi mencatatkan satu juta kasus kematian akibat Covid-19 tahun depan.

Namun, Negeri Tirai Bambu itu rupanya sudah antsipasi dengan memainkan angka yaitu hanya kematian akibat pneumonia atau gagal napas yang masuk dalam penghitungan resmi jumlah kematian akibat Covid-19.

Berpijak pada pengalaman beberapa negara yang di awal pandemi berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19, tapi akhirnya kewalahan perlu jadi pertimbangan pemerintah agar tidak terjerumus lagi jadi episentrum Covid-19 yang menelan banyak korban jiwa. []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Analis Prediksi 1 Juta Kematian di China Tahun Depan Terkait Covid-19
Rumah Sakit Deji di Shanghai, 21 Desember 2022, mengimbau pegawainya untuk bersiap diri menghadapi "pertempuran tragis” melawan Covid-19
0
Pemilihan Rektor UNS Masih Menyisakan Polemik, Ada Apa?
Terpilihnya Prof Sajidan sebagai Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) masa bakti 2023-2028 masih menyisakan polemik.