Tanggal 21 Maret telah ditetapkan oleh Unesco pada tahun 1999 sebagai Hari Puisi Internasional. Pada pertemuan rutin di Paris, salah satu permasalahan yang dibicarakan adalah puisi yang sudah terbukti tampil dengan keberagaman di seluruh dunia dan mampu menangkap serta mengekspresikan semangat zaman.
Usia puisi yang sudah ribuan tahun ternyata tetap mampu bertahan, mengendarai zaman, hingga hari ini.
Mari kita berasyik masyuk dengan puisi, dengan inti hidup lewat diksi.
[Pantun]
pada hari puisi sejagat
pemuisi harapkan taksu
diksi bukan sekadar hebat
penuh makna dan bermutu
[Syair]
sebab puisi bukan deret kata
yang disusun tanpa ada makna
ia adalah entitas berjiwa
membawa rasa dengan nyata
tapi kini banyak yang asal
dikiranya sekadar berkhayal
padahal ia bernuansa kental
membagi arti sarat genial
[Asmaradana]
maka hormat kepadanya
sebab ia tuntun diri
dalam sunyi atau rame
sepenuh cinta biasa
terbina dalam suka
terlebih sama dirimu
hidup pun lebih ceria
[Haiku]
pagi yang kaya
di Minggu bercahaya
sila nikmati
[Sijo]
Inilah saat sajak dalam arti penuh harap
Banyaklah orang buat tapi malas baca karya
Pandangan banyak remehkan, tapi biar sajalah
[Rubai]
Waktu juga yang menjadi saksi
Akankah puisi dianggap seksi
Atau hanya kata-kata berbaris
Tanpa nuansa dan gelap hati
Padahal antara hujan dan gerimis
Tak menyelinap gambaran miris
Sebab jika penuh rasa syukur
Semua perlahan akan tertepis
Masyalahnya kita suka tak ukur
Terlalu banyak teori jadi pengukur
Sedang membaca menjadi langka
Merasa tahu padahal ngawur
[Soneta]
Terlebih pada masa digital ini
Banyak plagiat tanpa malu
Bahkan pun dalam puisi kini
Mengkhawatirkan seperti benalu
Jika pinjam kembalikan nanti
Jangan dianggap angin lalu
Termasuk suka puisi sepenuh hati
Jauhkan diri dari sontek selalu
Ciptakan karya sepenuh daya
Gunakan nalar dengan tepat
Namun ingat pula pentingnya rasa
Harga diri harus dirawat
Hindarkan karya penuh cela
Niscaya engkau jadi penulis hebat
Ibnu Wahyudi
Pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI
(21 Maret 2021)