Drama Harun Masiku, KPK, dan PDIP

Megawati perlu turun tangan dalam kasus suap terhadap anggota KPU Wahyu Setiawan oleh kader PDIP Harun Masiku. Opini Lestantya R.Baskoro
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) berjabat tangan dengan Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo (kanan) usai upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Oleh: Lestantya R. Baskoro

HARUN Masiku yang hampir sebulan menghilang, bisa jadi hanya menunggu momen tepat untuk muncul -atau dimunculkan. Sebagai tokoh -dia calon legislatif yang wajahnya tentu familiar di daerah pemilihannya, Sumatera Selatan- tak mungkin Masiku terus bersembunyi. Kecuali ia memilih gaya Eddy Tansil, penggangsir uang negara Rp 1, 3 triliun yang kabur dari penjara pada 1996 dengan antara lain memermak wajah lantas “melenyapkan” diri hingga kini. Tapi sulit membayangkan Masiku punya nyali seperti Eddy.

Para penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi juga bukan tak memiliki kemampuan menangkap Masiku, anggota PDI Perjuangan yang diduga menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan. Para penyelidik lembaga antirasuah ini sudah kenyang makan asam garam dalam soal memburu koruptor. Mantan bendahara Partai Demokrat, Nazaruddin, yang kabur hingga ke Kolombia pada 2011, antara lain dengan mencarter pesawat, saja bisa diringkus, apalagi sekadar “calon anggota DPR” sekelas Masiku.

Jika Masiku belum ditemukan, menghilang, buron -dan “predikat” sejenisnya, bisa jadi itu karena ada hal lain di belakangnya, tak sekadar uang suap ratusan juta rupiah untuk Wahyu. Sesuatu yang mungkin bisa membuka “kotak pandora” kejahatan -atau penyelewengan lain. Dan, itu bisa berkaitan dengan banyak hal: lembaga pemerintah, partai, tokoh atau pengusaha tertentu. Masiku bisa berubah menjadi justice collaborator dan itu, artinya, ancaman bagi mereka yang terlibat.

Kita bisa melihat bagaimana puzzle-puzzle “drama Masiku” dari berbagai sisi. Dari kegagalan –atau penggagalan- penyelidik KPK memeriksa ruang kerja Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, langkah tim pengacara PDIP mendatangi Dewan Pengawas KPK, Mabes Polri, Dewan Pers -yang menyebut telah terjadinya media framing oleh media tertentu-- hingga munculnya wacana Masiku tidak menyuap melainkan korban pemerasan.

Publik juga melihat blunder yang dilakukan Yasonna Laoly, Menteri Kehakiman dan HAM yang juga kader PDIP. Kepada pers Yasonna menegaskan Masiku sejak 6 Januari 2020, dua hari sebelum Wahyu ditangkap, pergi ke luar negeri dan belum kembali. Belakangan, Yasonna mengaku Masiku pada 7 Januari telah kembali ke Indonesia dan menunjuk biang kekeliruan pada Direktorat Imigrasi. Langkah Yasonna memecat Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie karena kasus ini sungguh kita sesali. Sebagai menteri, semestinya Yasonna-lah paling bertanggung jawab.

Kasus Masuki ini memang tak bisa dilepaskan dari PDIP, partai yang mengusulkan Masuki menjadi anggota Dewan melalui mekanisme pergantian antarwaktu.

Dari sisi KPK, publik juga bisa melihat sederet keganjilan pimpinannya dalam pengusutan “kasus Wahyu-Harun” ini: tak terlihat pembelaan keras saat penyelidiknya dirintangi masuk kantor PDIP, tak mengajukan izin ke Dewan Pengawas KPK saat akan menggeledah ruang Sekjen PDIP, dan tak mengajukan izin penyadapan untuk mencari Masiku. Sejumlah “pilihan” yang tentu menguntungkan Masiku dan di sisi lain menimbulkan pertanyaan: apa yang terjadi sebenarnya pada pucuk KPK ini?

Drama lenyapnya Harun Masuki harus segera diakhiri. Dewan Pengawas, yang kita tahu berisi para penegak hukum dengan integritasnya tak diragukan, mesti mendesak pimpinan KPK untuk sigap memburu Masiku. Dewan Pengawas memiliki kewenangan untuk itu karena salah satu tugasnya, seperti diatur dalam Pasal 37B UU No.19/2019 tentang KPK, “Mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.”

Ketua KPK Firli Bahuri, jika memang ingin segera mencokok Masiku, bisa berkoordinasi dengan Kepolisian untuk mengubek-ubek seluruh wilayah Indonesia. Kita yakin jika KPK dan Polri bekerjasama, perkara menangkap Masiku adalah hal tak sulit. Terlebih Firli juga polisi. Tentu “hanya urusan lima menit,” untuk meminta bantuan korps-nya tersebut.

Kasus Masuki ini memang tak bisa dilepaskan dari PDIP, partai yang mengusulkan Masuki menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu. Karena itulah kita mengharap Ketua PDIP, Megawati, menyatakan secara terbuka partainya mendukung pengusutan kasus suap ini dan menyilakan KPK memeriksa siapa pun kadernya yang terlibat.

Sikap PDIP, seperti ditunjukkan tim pengacaranya dengan mendatangi, antara lain, Dewan Pengawas KPK atau Dewan Pers, sesungguhnya hanya merugikan citra partai itu. Publik bisa memperoleh kesan, partai ini melakukan perlawanan terhadap KPK. Kesan yang tentu tak diinginkan Megawati yang selama ini, hampir pada setiap pidatonya, sangat mengecam perilaku korupsi. []

Penulis: wartawan, pengamat hukum

Berita terkait
Ulah Harun Masiku, Yasonna Laoly Copot Ronny Sompie
Menkumham Yasonna Laoly mencopot jabatan Dirjen Imigrasi Ronny Sompie karena salah data soal kepulangan Harun Masiku ke Indonesia.
Kasus Harun Masiku, Ombudsman Incar Ditjen Imigrasi
Ombudsman mengaku akan mendalami keterangan yang diberikan Ditjen Imigrasi soal keberadaan Harun Masiku di luar negeri.
Demokrat ke KPK: Kasus Harun Masiku Super Premium
Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat menilai dari sekian banyak masalah KPK, kasus yang menjerat caleg PDIP Harun Masiku tergolong premium.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.