DPRD dan Pengamat Sebut Sekda Siantar Tak Kapabel

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pematangsiantar Budi Utari Siregar dinilai sejumlah pihak tidak kapabel dan wali kota diminta melakukan evaluasi.
Sekretaris Daerah Kota Pematang Siantar, Budi Utari Siregar. (Foto: Tagar/Reza Pahlevi)

Pematangsiantar - Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pematangsiantar Budi Utari Siregar dinilai sejumlah pihak tidak kapabel dan wali kota diminta melakukan evaluasi.

Penilaian muncul dari Anggota DPRD Kota Pematangsiantar Frengky Boy Saragih, pengamat hukum dan pemerintahan Daulat Sihombing serta aktivis anti korupsi Jefri Pakphan.

Frengky Boy Saragih pada Rabu 4 September 2019 menyebut, sekda memiliki tanggung jawab terhadap program kerja Pemko Pematangsiantar. Namun kehadiran sekda di kantornya sangat minim dan itu menurut dia akan mempengaruhi pencapaian program kerja Pemko.

"Sekda itu kan penanggungjawab program. Berarti dia yang bertanggungjawab terhadap semua apa yang ada di kota ini. Okelah ada pendelegasian. Hanya saja, intensif saja kita mengawasi orang, hasilnya belum tentu maksimal. Apalagi enggak intensif," ujar Frengky.

Frengky menyesalkan keberadaan sekda yang jarang bertugas di dalam kota. Untuk itu, ia meminta wali kota agar bersikap tegas terhadap Budi.

"Budi Utari kurang kapabel, wali kota bersikap tegaslah untuk melaporkannya ke atasan," tandasnya.

Preseden itu semakin menguat dengan pemanggilan kembali Budi dan Herfriansyah ke Polda Sumatera Utara sebagai saksi terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan pembangunan Pasar Horas.

Keduanya dijadwalkan dimintai keterangan pada Jumat 6 September 2019, atas dugaan memperlambat dan membatalkan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Daulat Sihombing yang juga Ketua Sumut Watch mengatakan, pemeriksaan sebagai saksi dengan dua kasus berbeda kepada Budi membuktikan dia bukan pejabat publik yang layak dipertahankan.

"Walau sebagai saksi, namun pasti ada keterkaitan dirinya atas kasus yang tengah diungkap pihak kepolisian sehingga dirinya dipanggil bersaksi," terang Daulat.

Daulat berpendapat tidak selayaknya Budi yang berstatus PNS masih dipertahankan sebagai pejabat publik setelah terlibat di beberapa kasus hukum. Hal itu bertentangan dengan kode etik aparatur sipil.

"Sudah selayaknya Budi Utari mengundurkan diri, atau dilaporkan kepada atasanya oleh masyarakat karena telah melanggar kode etik PNS dengan terlibat di beberapa kasus hukum," terang Daulat.

Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara memeriksa Budi pada Selasa 23 Juli 2019 sebagai saksi OTT dengan tersangka Kepala dan Bendahara BPKD Kota Pematangsiantar.

Kapabel atau tak kapabel, kalau saya prinsip yang penting terus berupaya berbuat yang terbaik untuk kota kita

Koordinator Aliansi Masyarakat Anti Korupsi, Jefri Pakpahan mengatakan, pelaku utama OTT di BPKD belum juga terkuak.

Jefri menyakini pengutipan 15 persen insentif upah punggut pajak yang mendasari OTT oleh Dikrimsus Polda Sumatera Utara tidak mungkin tanpa izin Hefriansyah dan Budi.

Aliansi Masyarakat Anti Korupsi juga meminta Budi untuk mundur dari jabatannya jika tidak dapat menjalankan tugas secara kapabel.

"Adiaksa Purba hanyalah korban kepentingan elite, bukan pelaku utama. Dan kalau orang luar Siantar (Budi) hanya membuat onar di sini maka harus diusir," ujar Jefri, Kamis 5 September 2019 saat mengelar aksi di gedung DPRD Kota Pematangsiantar. []

Data dihimpun, Budi pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus OTT di BPKD Kota Pematangsiantar. Lalu pada Jumat 6 September 2019 kembali diperiksa Polda Sumatera Utara, sebagai saksi dalam kasus dugaan penipuan.

Sebelumnya, Budi terpilih sebagai Sekda Kota Pematangsiantar pada 29 Maret 2019 menggantikan Plt Sekda terdahulu Resman Panjaitan, yang sudah meninggal dunia.

Sejak awal dilantik di hadapan media, Budi mengatakan kekagumannya dengan Kota Pematangsiantar yang dikenal sebagai kota toleransi

Dia berjanji akan merawat budaya tersebut serta menjalankan visi misi sebagai sekda sesuai perundang-undangan.

Satu tahun lebih menjabat, Budi menorehkan sejumlah catatan minus soal kehadiran sebagai pejabat utama Pemko Pematangsiantar yang sangat minim.

Enam bulan terakhir, Budi berdasarkan perhitungan pembayaran uang lauk pauk bagi PNS hanya memasuki 48 hari dari perkiraan 117 hari kerja pada semester pertama 2019.

Selama Januari 2019, Budi masuk sebanyak 18 hari dari perkiraan 22 hari kerja. Pada Februari, enam hari kerja dari perkiraan 19 hari kerja, Maret delapan hari dari perkiraan 21 hari kerja. Sehingga, total masuk kantor sepanjang triwulan pertama 2019 hanya 32 hari.

Memasuki triwulan dua 2019, pada April, Budi hanya masuk sembilan hari di kantornya. Pada Mei, tiga hari dari perkiraan 21 hari kerja. Pada Mei hanya empat hari dari perkiraan 15 hari kerja.

Total Budi berada di kantornya selama enam bulan sebanyak 48 hari berada di kantor, selebihnya berdinas di luar kota atau lainnya.

Menanggapi tuduhan dirinya disebut tak kapabel, Budi yang dikonfirmasi Sabtu 7 September 2019 menyebut, dengan dirinya membuka ruang komunikasi ke masyarakat Kota Pematangsiantar, tentu harus menerima komentar positif maupun negatif.

Budi menyebut, mudah-mudahan semua pihak semakin dewasa melihat keadaan demi kebaikan Kota Pematangsiantar tercinta.

"Kapabel atau tak kapabel, kalau saya prinsip yang penting terus berupaya berbuat yang terbaik untuk kota kita," katanya.

Sedangkan soal minimnya kehadiran, Budi enggan berkomentar lebih jauh. []

Berita terkait
Wali Kota Siantar Diperiksa Polda Kasus Proyek
Polda Sumatera Utara memeriksa Wali Kota Pematangsiantar, Hefriansyah Noor selama dua jam.
Wali Kota Siantar Terseret Kasus Dugaan Penipuan
Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah Noor terseret dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
Kantor DPRD Pematangsiantar Didemo Massa Anti Korupsi
Sekumpulan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Anti Korupsi, menggeruduk kantor DPRD Kota Pematangsiantar.