Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo mengusulkan penghapusan pasal-pasal terkait dengan pers dan media di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Musababnya, pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan penafsiran yang salah atau multitafsir.
"Golkar menilai daripada menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian, kami usulkan terkait dengan media dan pers untuk di-drop dari RUU Cipta Kerja," kata Firman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja RUU Ciptaker secara virtual dan fisik, Selasa 9 Juni 2020.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dalam RDPU tersebut, kata dia, sangat berisiko kalau RUU Ciptaker mengatur media dan pers.
Kami usulkan agar diperkuat saja di UU yang ada.
Menurut dia, media dan pers sudah bagus diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sehingga lebih baik diperkuat dalam UU yang ada dan tidak perlu dimasukkan dalam RUU Ciptaker.
"Kami usulkan agar diperkuat saja di UU yang ada, dan kita butuh media nasional yang kuat sehingga harus perkuat pers dalam negeri," ujarnya.
Anggota Baleg DPR Fraksi Partai NasDem Taufik Basari menyebutkan beberapa pasal dalam RUU Ciptaker terkait dengan pers menimbulkan pertanyaan, khususnya relevansi mengatur pers dalam RUU tersebut.
Dalam Rapat Kerja Baleg dengan pemerintah, dia akan menanyakan kenapa dalam RUU Ciptaker dimasukan soal pers apakah ada masalah dalam implementasi UU Pers sehingga perlu diubah.
"Apakah perubahan hanya di UU sektoral? Lalu kenapa masuk dalam RUU Ciptaker? Saya tanyakan pemerintah apa yang menjadi dasar pemikiran mengapa isu pers masuk dalam RUU Ciptaker," katanya.
Kalau argumen pemerintah tidak kuat, menurut dia, tidak ada masalahnya untuk mengeluarkan poin tentang pers dari RUU Ciptaker agar rancangan tersebut fokus mengatur kemudahan usaha dan perizinan.