Jakarta - Ketua Komisi III DPR Herman Herry menyatakan agar proses rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel. Ia berharap agar hal itu dapat diterapkan.
Hal tersebut disampaikan Herman usai pembahasan tingkat I RUU Mahkamah Konstitusi antara Komisi III DPR RI bersama Menkumham, Menpan-RB, dan perwakilan Kemenkeu di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 31 Agustus 2020.
"Melalui RUU ini harapannya dapat memperkuat posisi Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Konstitusi, khususnya dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman yang merdeka, mempunyai peranan penting, guna menegakkan keadilan dan prinsip negara hukum sesuai kewenangan dan kewajibannya," kata Herman.
Baca juga: Ade Armando Sebut MK Tak Akan Kabulkan Gugatan RCTI
Politisi asal Ende, Nusa Tenggara Timur ini menyatakan, secara khusus dalam RUU ini, DPR bersama pemerintah menyetujui agar proses rekrutmen hakim MK di masing-masing lembaga negara, yakni Presiden, DPR, dan MA, mengedepankan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas agar masyarakat bisa bersama-sama melakukan pengawasan terhadap proses rekrutmen tersebut.
Ia mengklaim, dalam rapat tersebut seluruh fraksi di Komisi III DPR RI menyetujui pembahasan RUU tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi atau yang disebut RUU MK ini dilanjutkan ke pembahasan tingkat II.
Diketahui, rapat ini merupakan lanjutan rapat setelah pekan lalu pemerintah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) tentang RUU MK. Selain itu, DIM RUU MK yang disampaikan pemerintah berjumlah total 121.
Baca juga: RCTI Gugat UU Penyiaran ke MK, Ade Armando: Urusan DPR
Sebagai informasi, sebanyak 101 di antaranya merupakan DIM yang dinyatakan tetap, 8 DIM bersifat redaksional, 10 DIM bersifat substansi, dan 2 lagi merupakan DIM yang bersifat substansi baru.
Kemudian, pembahasan RUU MK dilanjutkan oleh Panitia Kerja (Panja) RUU MK, yang menghasilkan sejumlah poin penting, di antaranya perubahan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK dari 2,5 tahun menjadi 5 tahun, serta usia minimal hakim Mahkamah Konstitusi menjadi 55 tahun. []