Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diminta untuk memperkuat pengawasan pada pendanaan untuk terorisme yang menggunakan cara-cara baru, termasuk perkembangan transaksi kripto yang dicurigai menjadi tempat money laundering.
Hal ini ditekankan langsung oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni dalam Rapat Kerja di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 31 Januari 2022.
"Pak kepala, saya ingin membahas yang lagi hot sekarang ini adalah terkait dengan kripto dan transaksi terorisme yang dalam perjalanan kelihatannya sepi, tapi bisa jadi ada pengelolaan transaksi keuangan secara ilegal yang banyak tidak kita ketahui," kata Sahroni.
"Untuk itu, mungkin Pak kepala PPATK bisa mengantisipasi hal-hal terkait transaksi keuangan terorisme dan meningkatkan pengawasan terhadap transaksi kripto," katanya.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa PPATK sudah melakukan beberapa langkah pencegahan dan antisipasi atas risiko transaksi ilegal atas crypto maupun NFT, karena perkembangan money laundering sekarang bukan hanya 4.0 tapi 5.0.
"Memang benar new payment methods terkait dengan perkembangan teknologi harus diantisipasi oleh semua negara termasuk Indonesia sehingga dengan demikian PPATK memahami bahwa sekarang kita tidak lagi masuk dalam era money laundering 4.0 tapi lebih kepada money laundering 5.0," katanya menanggapi.
PPATK, ditegaskan dia, telah melakukan antisipasi dengan melakuka riset independen dan juga riset internasional yang bekerja sama dengan 12 negara.
"PPATK mengantisipasinya dengan beberapa hal, di abtaranya kita sudah melakukan riset independen, bahkan kita juga sudah melakukan riset secara internasional bekerja dengan 12 negara," katanya.
"Dalam hal antisipasi, yang sudah kami lakukan ialah dengan sosialisasi menyebarkan rekomendasi kami terkait transaksi kripto ini," sambungnya.[]
Baca Juga:
- Pasar Kian Anjlok, Ini Deretan Harga Terkini Koin Kripto
- Wamendag Ungkap Pentingnya Pengelolaan Kripto
- Gokil! Developer Aset Kripto di RI Tak Kalah Jago dengan Luar Negeri
- Peretas Korea Utara Curi Rp 5,7 Triliun Mata Uang Kripto