DPR Minta Pasal Krusial RKUHP Disosialisasikan ke Publik

Pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan HAM diminta untuk lebih masif menyosialisasikan terkait 14 pasal krusial RKUHP.
Ribuan mahasiswa melakukan aksi demontrasi menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) dan sejumlah RUU kontroversial di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Selasa, 24 September 2019. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

TAGAR.id, Jakarta - Pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan HAM diminta untuk lebih masif menyosialisasikan terkait 14 pasal krusial dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang masih menjadi perdebatan publik.

"Sosialisasi yang dilakukan pemerintah harus lebih masif terkait 14 pasal yang menjadi sorotan publik. Ini sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat," kata Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto Didik di Jakarta, Senin, 11 Juli 2022.

Dia menjelaskan RUU KUHP merupakan carry over dari keputusan DPR RI 2014-2019, yang pembahasannya tinggal dilanjutkan dalam pembahasan di Tingkat II yaitu persetujuan di Rapat Paripurna DPR.

Menurut dia, RUU KUHP adalah usul dari pemerintah dan sudah ditetapkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022, dan berdasarkan keputusan Tingkat I, pemerintah maupun DPR RI sudah setuju untuk dilanjutkan ke pembahasan Tingkat II di Rapat Paripurna.

"Secara substansi RUU KUHP sudah tuntas dibahas, dan berdasar keputusan carry over (operan) DPR RI 2014-2019, Pemerintah diminta untuk menyosialisasikan kembali kepada masyarakat atas belum terangnya masyarakat dalam memahami secara utuh akan substansi perubahan yang telah disetujui pemerintah dan DPR di pembahasan Tingkat I," ujarnya.

Didik menjelaskan, Komisi III DPR pada 7 Juli 2022 melaksanakan Rapat Kerja (Raker) bersama Wakil Menkumham yang menyerahkan penjelasan 14 poin krusial sebagai bagian dari penyempurnaan dari RUU KUHP.

Menurut dia, penyerahan penjelasan itu dilakukan setelah sebelumnya pemerintah melakukan sosialisasi dan diskusi publik yang diselenggarakan di 12 kota untuk mendapat masukan dari masyarakat.

"Saya mengapresiasi kerja dan upaya Pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan menyerap aspirasi dan masukan publik khususnya terhadap 14 isu krusial tersebut," katanya.

Dia mengatakan meskipun pemerintah menyempurnakan RUU KUHP atas masukan masyarakat, penting untuk memastikan kembali dan membuat terang masyarakat atas substansi-substansi penyempurnaan tersebut.

Langkah itu, menurut dia, agar dalam pengesahan RUU KUHP nantinya dapat diterima dan tidak mendapat penolakan publik.

Berikut 14 poin krusial dalam RKUHP yang dipersoalkan publik.

Pertama, hukum yang hidup dalam masyarakat atau the living law. Kedua, pidana mati; ketiga; penyerangan terhadap harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden; keempat, tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib.

Kelima, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin; keenam, unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih; ketujuh, contempt of court berkaitan dengan dipublikasikan secara langsung tidak diperkenankan.

Kedelapan, advokat curang dapat berpotensi bias terhadap salah satu profesi penegak hukum saja yang diatur (diusulkan untuk dihapus); kesembilan, penodaan agama; ke-10, penganiayaan hewan.

Ke-11, penggelandangan; ke-12, pengguguran kehamilan atau aborsi; ke-13, perzinahan, dan ke-14 kohabitasi dan pemerkosaan.

Baca Juga:

Berita terkait
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.
Pemidanaan Perbuatan Cabul LGBT dan Kumpul Kebo Akan Diatur dalam RKUHP
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menjelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) saat ini, perbuatan cabul belum ada aturan tegas.
Sufmi Dasco Sebut RKUHP Akan Diselesaikan Tahun 2022
Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) akan dituntaskan di 2022
0
DPR Minta Pasal Krusial RKUHP Disosialisasikan ke Publik
Pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan HAM diminta untuk lebih masif menyosialisasikan terkait 14 pasal krusial RKUHP.