DPR Minta Kemenhub Tunda Penurunan Status Bandara

Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Ahmad Syaikhu meminta Kemenhub menunda penurunan status 8 bandara termasuk Bandara Husein Sastranegara.
DPR meminta Kementerian Perhubungan menunda penurunan status delapan bandara internasional menjadi bandara domestik. Salah satunya Bandara Husein Sastranegara. (Foto: Tagar| Fitri Rachmawati).

Bandung-  Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Ahmad Syaikhu meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunda penurunan status delapan bandara internasional menjadi bandara domestik.  Salah satunya, Bandara Husein Sastranegara di Kota Bandung.

Alasannya pertama, penurunan status tersebut akan berdampak pada pariwisata di Jawa Barat terutama di Bandung Raya. Menurutnya, jika jumlah wisatawan turun, sudah pasti akan berdampak pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). 

Selama aksesibilitas Kertajati ke Bandung Raya belum ada, wisata ke Bandung Raya akan menurun tajam.

Baca Juga: Bandara Husein Sastranegara Bandung Tak Beroperasi 

Menurutnya, Bandung Raya, terutama Kota Bandung menjadi salah satu destinasi wisata belanja dan kuliner bagi warga Malaysia, Singapura dan negara lainnya.

“Salah satu dampak, pasti akan ada penurunan. Sebab selama ini banyak maskapai penerbangan yang mengangkut wisatawan dari Singapura dan Malaysia ke Kota Bandung sebagai destinasi wisata favorit di Jabar,” tuturnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tagar di Bandung, Senin 7 September 2020.

Alasan kedua jelas Syaikhu, belum siapnya aksesibilitas Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati. Kecuali jika nanti Tol Cisumdawu sudah bisa beroperasi, akan memangkas waktu tempuh Kertajati ke Bandung Raya, sehingga penurunan status Bandara Husein Sastranegara akan berpengaruh positif terhadap BIJB.

“Selama aksesibilitas Kertajati ke Bandung Raya belum ada, wisata ke Bandung Raya akan menurun tajam. Bandara Internasional Kertajati belum siap jadi pengganti, sebab akses ke sana masih belum memadai,” ucap Syaikhu.

Data menunjukkan, sebelum BIJB beroperasi volume penumpang melalui Husein Sastranegara mencapai 300.000 perbulan (Juni). Setelah BIJB beroperasi, volume penumpang menurun tinggal 114.000-an. Meski demikian, pergerakan wisatawa mancanegara yang melalui Bandara Husein ternyata rata-rata masih 4.000 per hari. Bahkan, jumlahnya lebih banyak dibanding BIJB Kertajati yang hanya 2.000 orang per hari.

“Jika Bandara Husein hanya menjadi bandara domestik, maka dampaknya tidak hanya ke pariwisata, tapi ekonomi juga,” keluhnya. 

Alasan ketiga, rencana penurunan status bandara tersebut dinilai tak sesuai dengan Permenhub No. 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, terutama pada Pasal 16 Ayat 1 poin c disebutkan bahwa penetapan bandar udara internasional mempertimbangkan pertumbuhan dan perkembangan pariwisata.

Pada poin d, kepentingan dan kemampuan angkutan udara nasional, dan pada poin e, pengembangan ekonomi nasional dan perdagangan luar negeri. Dalam hal ini, Bandara Husein Sastranegara masih memenuhi kualifikasi tersebut. “Dari sisi peraturan, Bandara Husein masih memenuhi ketentuan,”  tutur anggota DPR itu.

Untuk itu, Syaikhu meminta Kemenhub menunda  penurunan status Bandara Husein, apalagi BIJB dinilai belum siap sebagai pengganti bandara internasional di Jawa Barat. Hal ini mengingat masih kurangnya aksesibilitas dari dan menuju BIJB.

Simak Pula: Penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara Bandung

“Saya tegaskan, tunda penurunan status ini agar masyarakat tidak semakin terpuruk ekonominya, terutama di masa pandemi ini,” ucap Syaikhu. []

Berita terkait
Bandara Husein Sastranegara Bandung Tak Beroperasi
Bandara Husein Sastranegara Bandung resmi tidak beroperasi sementara waktu untuk penerbangan niaga berpenumpang karena pandemi Covid-19.
Penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara Bandung
Komisi IV DPRD Jabar sesalkan atas dibuka kembali rute penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara ke beberapa tujuan ke luar Pulau Jawa
Langgar Aturan, Kemenhub Beri SP Angkasa Pura II
Kemenhub melalui Ditjen Perhubungan Udara telah memberikan sanksi kepada operator bandar udara, dalam hal ini PT Angkasa Pura II (Persero).