Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Habib Aboe Bakar Alhabsyi, mengatakan Kejaksaan Agung harus Follow The Money Kasus Jiwasraya. Menurutnya, ini tugas berat yang harus diselesaikan segera.
"Saya sampaikan ini pekerjaan berat untuk Jampidsus dan Jaksa Agung. Namun, demikian perkara ini tentunya harus di hadapi. Apalagi hal ini menyangkut nama bangsa dan negara," kata Aboe Bakar dalam rilis yang diterima Tagar, Selasa, 21 Januari 2020.
Ia mengatakan, nasabah Jiwasraya bukan hanya Warga Negara Indonesia (WNI), namun banyak warga luar Indonesia.
"Terdapat 437 warga negara Korsel yang diduga mengalami kerugian hingga Rp 572 miliar atau lebih dari setengah trilyun. Karenanya, ini menyangkut kepercayaan dunia internasional terhadap iklim investasi dan keuangan di Indonesia," ucap dia.
Diluar itu, ia menilai kerja cepat dari kejaksaan yang mencekal 13 orang keluar negeri terkait kasus ini langkah yang tepat. Dalam penanganan kasus korupsi biasanya dilakukan dua pola, yaitu follow the money dan tracking the decision maker.
"Siapa saja yang menjadi decision maker atau pengambil kebijakan adalah untuk mencari siapa saja yang harus bertanggung jawab," kata dia. "Apakah hal ini sudah dilakukan pada kasus jiwasraya ? ada berapa pihak yang harus bertanggung jawab atas persoalan ini ? siapa saja mereka?" ucapnya.
Selain itu, tak kalah penting juga untuk melakukan follow the money hal ini diperlukan untuk mengetahui kemana saja uang itu mengalir. "Ke kantong-kantong siapa saja dana Jiwasraya ini berlabuh. Apakah hal ini sudah dilakukan ? kemana saja aliran dana jiwasraya?," tuturnya.
Berkaitan dengan aliran dana, Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komarudin menyebut pengawasan lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap penyelesaian persoalan Jiwasraya sudah diatur dengan beberapa ketentuan. Ia menjelaskan dasar hukum pengawasan perusahaan asurasi, OJK sudah memiliki POJK yang mengatur mengenai kewajiban penyampaian laporan dan rencana penyehatan keuangan.
"Ketentuan ini sudah diatur dalam POJK tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (POJK No. 71/2016 sebagaimana diubah dengan POJK No. 27/2018), dan khususnya dalam POJK tentang Laporan Berkala Perusahaan Perasuransian (POJK No. 55/2017), " ucap Puteri kepada Tagar, Selasa, 21 Januari 2020.
Lebih lanjut, Puteri mengungkapkan bahwa POJK tentang kesehatan keuangan mewajibkan perusahaan asuransi untuk menyusun laporan keuangan tahunan, laporan keuangan triwulanan, dan laporan keuangan bulanan juga sudah tertuang.
"Selain harus disampaikan kepada OJK, Perusahaan juga wajib mengumumkan laporannya yang telah diaudit pada situs website perusahaan dan surat kabar harian nasional," kata Puteri. []