Jakarta - Anggota Komisi I DPR, Sukamta menyesalkan langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang telah melakukan perjanjian Preliminary Agreement of Purchase and Supply of Bulk Production of Covid -19 Vaccine.
Sukamta menegaskan, perjanjian pembelian bulk vaccine dengan perusahaan Sinovac China menunjukan bukti bahwa Indonesia tidak berdaulat di bidang farmasi.
"Presiden Jokowi dengan bangga menyatakan bahwa Indonesia menjadi negara yang paling siap menyediakan vaksin Covid-19 setelah perjanjian bulk vaksin dengan perusahaan farmasi Sinovac, China. Namun, seharusnya disisi lain bapak presiden sedih. Perjanjian ini menunjukan bahwa Indonesia tidak berdaulat dalam bidang farmasi," katanya melalui siaran pers yang diterima Tagar, Jumat, 28 Agustus 2020.
Lantas, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini memberikan dua alasan terkait Indonesia tidak berdaulat dalam bidang farmasi.
"Pertama, alokasi yang besar diberikan oleh perusahaan produsen vaksin karena perusahaan dan negara produsen vaksin melihat potensi bisnis yang menguntungkan dengan Indonesia sehingga diprioritaskan. Indonesia membutuhkan sekitar 350 juta dosis vaksin Covid 19 dengan anggaran sebesar Rp 25 triliun hingga Rp 30 triliun," ujarnya.
"Kedua, Indonesia sampai saat ini mengimpor 95 persen dari total kebutuhan industri dalam negeri. Impor dari China adalah yang terbesar, mencapai 60 persen," ucap Sukamta menambahkan.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR, Sukamta menilai kebijakan pemerintah yang tergesa-gesa memilih vaksin Covid-19 (C-19) merupakan tindakan untuk hendak mempengaruhi psikologis rakyat.
Sukamta menjelaskan, saat ini berbagai negara berlomba-lomba ingin menemukan vaksin C-19. Menurutnya, beberapa negara ada yang berani menawarkan, hingga memberikan perkiraan harga, namun vaksin belum selesai uji klinik fase ketiga.
- Baca juga: Pemerintah Pengaruhi Psikologis Rakyat Melalui Vaksin C-19
- Baca juga: DPR: Holdingisasi BUMN Oleh Erick Thohir Langkah Maju
"Pemerintah terkesan terburu-buru dengan memutuskan vaksin produksi Sinovac yang akan digunakan. Padahal uji klinis tahap 3 yang dilakukan Sinovac bekerjasama dengan Bio Farma belum keluar hasilnya, apakah efektif menangkal virus Covid-19 atau tidak," kata Sukamta melalui siaran pers yang diterima Tagar, Kamis, 27 Agustus 2020.[]