Denny Siregar: Belva Devara Calon Pemimpin Masa Depan

Belva Devara seorang calon pemimpin masa depan yang paham bagaimana memposisikan diri. Mundur bukan berarti kalah atau gagal. Denny Siregar.
Adamas Belva Syah Devara. (Foto: Instagram/@belvadevara)

Saya menghormati dan bangga dengan keputusan Adamas Belva Syah Devara. Seorang calon pemimpin masa depan yang paham bagaimana memposisikan diri. Selamat untuk Belva. Kuseruput secangkir kopi sebagai ganti tepuk tanganku kepadanya.

Saya paham kenapa Jokowi dulu ingin merekrut staf khusus milenial. Pada dasarnya Jokowi adalah orang yang suka dan berani melakukan banyak perubahan. Ia bukan tipikal pemimpin yang berjalan dengan model kepemimpinan gaya lama.

Ia pengusaha dan seorang pengusaha dituntut untuk selalu kreatif, berpikir di luar kotak, berani mengambil keputusan meski tidak disukai banyak orang dan mampu mengikuti perkembangan zaman. Dan karakter seperti itu, ketika berhasil disatukan dengan birokrasi, maka akan melakukan banyak terobosan hebat dengan visi yang besar.

Kapal bernama Indonesia ini tidak bisa lagi berlayar dengan model yang sama seperti sebelumnya, harus inovatif supaya mampu bersaing di dunia global.

Jokowi sempat terpesona dulu dengan Menteri Olahraga Malaysia Syed Saddiq yang baru berumur 27 tahun. Ia sempat punya ide gila, untuk mengisi ruang kabinetnya dengan orang-orang muda yang masih punya semangat dan idealisme kuat untuk membangun negara. Tapi Jokowi tidak ceroboh. Ia ingin menguji dulu, seberapa mampu orang-orang muda dikasih tanggung jawab besar seperti itu.

Lalu ia pun merekrut para staf khusus yang disebutnya stafsus milenial. Umur stafsus milenial yang termuda bahkan lebih muda dari Menteri Olahraga Malaysia. Namanya Putri Tanjung, anak pengusaha Chairul Tanjung yang baru berumur 23 tahun.

Selamat untuk Belva. Kuseruput secangkir kopi sebagai ganti tepuk tanganku kepadanya.

Staf Khusus JokowiPresiden Jokowi bersama staf khusus milenial, dari kiri: Andi Taufan Garuda Putra, Ayu Kartika Dewi, Adamas Belva Syah Devara, Gracia Yosaphat Mambrasar, Putri Indahsari Tanjung, Angkie Yudistia, dan Aminuddin Ma'ruf. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Dan latar belakang para stafsus milenial itu pun juga bukan kaleng-kaleng. Ada yang sukses membangun perusahaan dengan valuasi senilai Rp 7 triliun bernama Ruangguru. Ada yang lulusan Harvard dan memimpin perusahaan finansial teknologi. Ada yang sekolah di Oxford University. Hebat-hebatlah pokoknya.

Pemilihan mereka tentu dengan banyak pertimbangan dari sekian kandidat yang ada. Latar belakang mereka yang berbeda menjadi poin utama supaya saling mengisi dan memberi masukan ke Presiden, supaya Jokowi bisa melihat sebuah gambaran dari kacamata milenial.

Dan proses pengenalan mereka juga di-blow up ke media massa, menunjukkan Jokowi bangga pada mereka, selain juga memberikan motivasi untuk para milenial lain supaya bisa seperti para staf khususnya.

Itu gambaran dan harapan besarnya. Kenyataan bisa berbeda sebaliknya. Sampai sekarang belum jelas apa kontribusi para stafsus milenial itu di dalam pemerintahan. Gaji mereka, buat ukuran mayoritas warga negara, sangat besar. Meski buat sebagian dari stafsus itu tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang mereka punya.

Dan belum apa-apa, seorang staf khusus bernama Billy Mambrasar, sudah bikin media sosial ribut ketika dia menulis di Twitternya dengan kata "kubu sebelah". Kata "kubu sebelah" ini dianggap tidak menggambarkan persatuan, karena pada waktu pilpres kemarin, negeri ini terbagi jadi dua kubu, yaitu kubu Jokowi dan kubu Prabowo. Billy kemudian menghapus cuitannya dan meminta maaf karena bikin gaduh.

Dan baru-baru ini dia juga blunder lagi, karena jejak digitalnya bicara ketika ia mengunggah data profilnya di salah satu media sosial, bahwa dia adalah staf khusus dan penasihat presiden dengan jabatan setingkat menteri. Lalu dia juga mengaku posisinya sama seperti lembaga West Wing di Amerika, yang kerjaannya menjadi penasihat Presiden Amerika. Dan sesudah ribut lagi, Billy kemudian mengubah biodatanya.

Mundur bukan berarti kekalahan atau kegagalan, malah akan mendapat banyak tepuk tangan dengan rasa hormat.

Gracia Billy MambrasarBilly Mambrasar. (Foto: Facebook/Gracia Billy Mambrasar).

Habis Billy, terbitlah Andi Taufan Garuda Putra, seorang stafsus milenial yang juga CEO dari perusahaan finansial. Andi lebih parah lagi. Dia kirim surat ke seluruh camat di Indonesia supaya mau membantu perusahaannya.

Blundernya tambah, surat ke camat untuk perusahaannya itu, dia pakai kop surat Sekretaris Kabinet. Dan surat Andi ini bocor ke mana-mana, lalu muncul tudingan Andi menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Andi Taufan pun buru-buru minta maaf karena dia teledor dan mencabut surat ke camat berkop Istana Presiden itu. Tapi sudah kadung jadi tudingan Andi main katebelece - itu istilah orde baru dulu.

Lalu yang terakhir ada Belva Devara, CEO Ruangguru pun dipermasalahkan karena perusahaannya menjadi mitra pelatihan online Kartu Prakerja. Orang menganggap posisi Belva di stafsus milenial itu rentan konflik kepentingan.

Meskipun Belva sudah klarifikasi bahwa ia tidak ikut dalam proses pemilihan mitra prakerja, tapi orang sudah terlanjur menghakimi.

Masalah Belva ini kemudian berpengaruh pada imej Kartu Prakerja yang dituding menyalurkan dana triliun rupiah dengan cara kongkalikong kayak kingkong kejepit odong-odong.

Andi Taufan Garuda PutraAndi Taufan Garuda Putra. (Foto: Twitter/RuangGuru)

Ada-ada saja memang stafsus milenial ini. Belum ada prestasi yang mereka buat tampak di permukaan, tetapi blundernya sudah kebanyakan.

Seperti saya bilang di awal, ketika karakter pengusaha berhasil digabungkan dengan birokrasi, maka hasilnya akan hebat seperti Jokowi. Tapi para stafsus milenial ini di awal sudah gagal menyatukan dirinya dengan birokrasi. Mereka gagap, tidak mampu beradaptasi, dan cenderung hanya basa-basi.

Saran saya sebagai abang yang baik, rajin menabung dan tidak sombong, adik-adik stafsus yang bermasalah itu mundur sajalah. Mundur bukan berarti kekalahan atau kegagalan, malah akan mendapat banyak tepuk tangan dengan rasa hormat.

Kalau berani mundur, adik-adik akhirnya bisa membangun budaya baru yang selama ini tidak mampu dilakukan bapak-bapak pejabat itu yang selama puluhan tahun berkuasa. Bapak-bapak yang dulu itu, jangankan mundur, Dik. Tertangkap korupsi dan sudah pakai baju oranye saja masih bisa senyum lebar dan lambaikan tangan.

Seperti di Jepang itu, lho Dik. Gagah, kan?

Lagian mending kalau ingin berprestasi, kalian bisa contoh Bill Gates atau Mark Zuckerberg, yang tidak perlu duduk di pemerintahan untuk bisa punya karya besar.

Umur kalian masih sangat muda dan jalan kalian juga masih panjang.

Kecuali kalian bisa seperti Nadiem Makarim, yang mau mundur dari perusahaannya dengan visi besar, berbakti untuk mengubah wajah pendidikan kita sekarang ini.

Keren, kan saran abang ini, Dik?

Dan seperti ada koneksi yang tidak kelihatan, Belva Devara CEO Ruangguru mundur dari jabatan staf khusus.

Saya menghormati dan bangga dengan keputusannya. Seorang calon pemimpin masa depan yang paham bagaimana memposisikan dirinya.

Selamat untuk Belva. Kuseruput secangkir kopi sebagai ganti tepuk tanganku kepadanya.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Baca juga:

Berita terkait
Belva Angkat Kaki dari Istana, Billy Mambrasar Bungkam
CEO perusahaan layanan berbasis teknologi Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara mundur dari Staf Khusus Presiden, Billy Mambrasar pilih bungkam.
Indef: Stafsus Milenial Lain Harus Ikuti Langkah Belva
Peneliti ekonomi Indef Bhima Yudhistira mengapresiasi mundurnya Adamas Belva Devara sebagai Staf Khusus Presiden Jokowi dari kalangan milenial.
Jokowi, Ketika Adamas Belva Devara Menyatakan Mundur
Pihak Istana angkat suara terkait kabar pengunduran diri Staf Khusus Presiden Jokowi, Adamas Belva Devara yang juga adalah bos Ruangguru.