Demo Pembebasan 7 Tahanan Politik Papua di Malang

Demonstrasi yang dilakukan dijaga ketat porsenel Polresta Malang meski aksi tersebut tidak mengantongi izin. Apalagi aksi dilakukan saat Covid-19.
Aksi damai Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI - WP) Komite Jawa Timur di Malang menuntut tujuh tahanan politik asal Papua dibebaskan, Senin, 15 Juni 2020. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Malang - Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Komite Jawa Timur menggelar aksi damai menyampaikan sikap di Jalan Semeru, Kecamatan Klojen, Kota Malang dengan tuntunan utama meminta ketujuh tapol tersebut dibebaskan tanpa syarat, Senin, 15 Juni 2020.

Beragam orasi mereka utarakan dengan menyampaikan sikap dan beberapa tuntutannya. Tidak terkecuali mereka juga membentangkan bermacam poster kecamam terkait proses hukum tujuh pemuda asal Papua di Pengadilan Negeri Balikpapan, kebebasan pers serta seringnya tindakan represif aparat penegak hukum di tanah Papua.

Harapan besar kami meminta untuk bebaskan tanpa syarat tujuh tahanan politik Papua yang sedang menjalani persidangan di PN Balikpapan.

Diantaranya yaitu poster bertuliskan Bebaskan 7 Tapol Papua Tanpa Syarat #PapuaLivesMatter #FreeTapolPapua, Buka Akses Jurnalis Nasional Maupun Internasional Tanah West Papua serta Hentikan Segala Diskriminasi Rasial Terhadap Rakyat West Papua.

Juru bicara (Jubir) FRI-WP Komite Jawa Timur Ahmad Yamko mengungkapkan digelarnya aksi demonstrasi damai tersebut karena masih berlangsungnya segala bentuk intimidasi, kriminalisasi dan penahanan kepada aktivis Pro-Demokrasi Papua. Salah satunya yaitu kasus ditahannya tujuh pemuda asal Papua terdakwa makar karena aksi menentang rasisme pada Agustus 2019 silam di Papua.

Pengadilan Negeri Balikpapan mendakwa ketujuhnya karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana makar sebagaimana dalam pasal 106 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dalam persidangan di PN Balikpapan. Mereka dituntut dengan pidana ancaman hukuman mulai dari 5 hingga 17 tahun penjara.

Ketujuh pemuda Papua tersebut yaitu mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih Ferry Kombo dan Ketua BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alex Gobay masing-masing dituntut pidana 10 tahun penjara. Selanjutnya Hengky Hilapok dan Irwanus Urobmabin masing-masing dituntut pidana 5 tahun penjara.

Kemudian Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay dan Ketua KNPB Mimika Steven Itlay masing-masing dituntut 15 tahun penjara. Terakhir, Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni dituntut pidana 17 tahun penjara.

"Harapan besar kami meminta untuk bebaskan tanpa syarat tujuh tahanan politik Papua yang sedang menjalani persidangan di PN Balikpapan," ungkapnya disela-sela aksi.

Hal tersebut dikatakanya karena tuntutan kepada ketujuh pemuda asal Papua tidak adil. Mulai dari saat awal mula proses penangkapan, penahanan hingga dilakukan persidangan di PN Balikpapan.

Sehingga tindakan-tindakan tersebut dikatakanya semakin memperlihatkan adanya ketidakadilam hukum di Indonesia. Khususnya terhadap masyarakat asal Papua. Selain tindakan diskriminasi dan rasisme terhadap masyarakat asal Tanah Mutiara Hitam yang masih kerap kali terjadi.

"Ini membuktikan adanya ketidakadilan hukum di Indonesia terhadap masyarakat Papua. Bahkan, rasisme digunakan alat untuk melakukan eksploitasi di tanah Papua," tuturnya.

Dalam aksi damai selama tiga jam yaitu mulai dari pukul 10.00 hingga 13.00 WIB. Ahmad juga mengecam masih seringnya tindakan-tindakan represi aparat penegak hukum, TNI maupun Polri, dalam menangani setiap kasus di tanah Papua.

"Ruang demokrasi di tanah Papua masih semu (tipu muslihat) dan tidak ada tidak terang solusinya sampai sekarang," ujarnya.

Oleh karena itulah, selain tuntutan utama agar PN Balikpapan membebaskan tujuh tahanan pemuda asal Papua. Dia juga meminta dan menuntut agar tindakan-tindakan represif dengan pendekatan militer oleh aparat penegak hukum di tanah Papua tidak dilakukan kembali.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Resort Kota Malang Komisaris Besar Leonardus Simarmata mengatakan aksi demonstrasi damai tersebut sebenarnya tidak mengantongi izin kepolisian. Meski begitu, pihaknya tetap memberikan ruang kepada mereka dengan mengawalnya agar tidak menggangu ketertiban ditengah kondisi pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) atau virus corona.

"Kami berikan ruang dengan tetap mengimbau agar menerapkan physical distancing atau jaga jarak dan memakai masker dalam melakukan aksinya," kata mantan Wakapolrestabes Surabaya ini.

Begitu juga halnya, kata Leo, ratusan personel Polresta Malang dan Polda Jatim juga diterapkan protokol kesehatan dalam mengawal aksi tersebut. Diantaranya dengan mengenakan face shield dan lain sebagainya.

"Jadi, sebagai langkah preventif. Anggota kami juga berikan masker, sarung tangan dan face shield saat mengawal aksi. Usai aksi, kita juga semprot mereka," ucapnya.

Sebelumnya, tujuh pemuda Papua ditangkap dan didakwa melakukan makar karena aksi menentang rasisme pada Agustus 2019 silam di Papua. Aksi itu muncul karena insiden oknum aparat penegak hukum menyebut mahasiswa Papua monyet ketika melakukan pengamanan asramanya di Kota Surabaya waktu itu.

Dalam prosesnya, PN Balikpapan menyebutkan mereka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana makar sebagaimana diatur dalam pasal 106 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dalam surat dakwaan kesatu. Mereka pun dituntut dengan ancaman hukuman penjara mulai dari 5 hingga 17 tahun. []

Berita terkait
Toleransi dan Ketahanan Pangan Gusdurian Malang
Jaringan Gusdurian Peduli Kota Malang memberdayakan pemuda lintas agama untuk menciptakan ketahanan pangan di tengah pandemi Covid-19.
BB Illegal Logging di Hutan Sendiki Malang Hilang
Profauna Indonesia menyayangkan ada barang bukti illegal Logging di Hotel Sendiki Malang berupa sepeda motor dan balok kayu raib.
Penjelasan PLN Lonjakan Tagihan Pelanggan di Malang
Seorang pelanggan PLN di Kabupaten Malang mengeluhkan tagihan listrik yang membengkak hingga Rp 20 juta dibandingkan bulan sebelumnya.
0
Emma Raducanu dan Andy Murray Optimistis Bertanding di Wimbledon
Raducanu, 19 tahun, akan melakukan debutnya di Centre Court ketika dia bermain melawan petenis Belgia, Alison van Uytvanck