Debat Keempat: Kenapa Kaum Radikal Mendapat Angin dalam Euforia Pilpres 2019?

Debat capres keempat mampukah menjawab pertanyaan: Kenapa kaum radikal mendapat angin dalam euforia Pilpres 2019?
Jokowi dan Prabowo dalam debat capres pertama 17 Januari 2019. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Jakarta, (Tagar 30/3/2019) - Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW) Neta S Pane menyatakan dalam debat keempat, Sabtu malam, dua calon presiden, Joko Widodo dan Prabowo Subianto, harus menjelaskan kenapa ideologi radikal mendapat tempat dalam Pilpres 2019.

"Kedua capres harus menjelaskan, kenapa kelompok radikal yang anti ideologi Pancasila bisa terakomodir, bahkan mendapat angin dalam euforia Pilpres 2019. Sehingga kelompok radikal itu bebas mengibarkan semangat anti bhineka tunggal Ika," ujar Neta S Pane dalam siaran pers diterima Tagar News, Sabtu (30/3).

Ia menegaskan, debat keempat Capres 2019 Sabtu malam ini menjadi penting di tengah berkembangbiaknya kelompok radikal anti ideologi Pancasila, eks teroris, dan para preman jalanan. Sebab debat mengusung tema Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan, serta Hubungan Internasional.

Dalam debat keempat ini, kata Pane, kedua capres harus menyadari bahwa dalam euforia Pilpres 2019 sudah berkembang biak dan berkamuflase kelompok radikal anti Pancasila, eks teroris, dan preman jalanan, seolah olah mereka adalah kekuatan capres tertentu. Kelompok ini seolah berperan penting untuk memenangkan capres tersebut. Padahal manuver kelompok ini merupakan potensi ancaman keamanan, apalagi kelompok ini makin nekat melakukan aksi door to door.

"Bagaimana pun Polri sebagai institusi penjaga keamanan harus mencermatinya, mendeteksinya, mengantisipasinya dan harus melakukan pagar betis terhadap manuver kelompok ini dan kemudian melajukan sapu bersih," kata Pane.

"Sebab sudah menjadi tugas polri sebagai aparatur negara untuk mengawal, mengamankan dan menjaga kelangsungan bhineka tunggal Ika dan Pancasila sebagai ideologi negara," lanjutnya. 

Namun ironisnya, kata Pane, saat jajaran kepolisian melakukan tugasnya ini mereka dituding seolah-olah tidak netral dan ikut terlibat dalam kepentingan politik praktis. 

"Dalam kasus ini IPW berharap kedua capres melihat situasi ini dengan jernih dan jangan terprovokasi ulah kelompok-kelompok yang hendak mendegradasi bhineka tunggal ika dan mendegradasi hasil pilpres demi tujuan penghancuran ideologi Pancasila," jelas Pane.

Dalam UUD 45 ditegaskan keamanan adalah menjadi tugas kepolisian, sedangkan pertahanan adalah tugas TNI. 

Kedua capres harus menjelaskan, kenapa kelompok radikal yang anti ideologi Pancasila bisa terakomodir, bahkan mendapat angin dalam euforia Pilpres 2019. Sehingga kelompok radikal itu bebas mengibarkan semangat anti bhineka tunggal Ika.

"Selama ini, baik di era SBY maupun di era Jokowi, penanganan keamanan yang dilakukan Polri sudah cukup baik. Indonesia relatif aman, meski di sana sini masih ada keluhan publik terhadap sikap perilaku anggota kepolisian dalam menjaga keamanan," tutur Pane.

"Secara umum keamanan Indonesia relatif stabil. Dalam hal pemberantasan terorisme masyarakat dunia mengakui kinerja polri. Namun dalam pemberantasan narkoba, polri masih kedodoran karena masih banyak oknum polri maupun di luar polri yang bermain-main dengan narkoba dan mendapat manfaat dari sana," lanjutnya.

Pane menambahkan, "Sistem kerja polri dalam menjaga keamanan Indonesia ini ke depan perlu diperkuat lagi dengan pengawasan yang ketat terhadap oknum-oknum kepolisian yang tidak profesional dan cenderung bertindak menyakiti rasa keadilan publik. Sehingga keberhasilan polri dalam menjaga keamanan tidak dirusak oleh ulah oknum-oknum yang mengkhianati sikap profesionalisme institusinya.

"Untuk itu pengawasan ketat terhadap oknum-oknum polri yang kerap berulah negatif perlu ditingkatkan, baik oleh polri maupun institusi di luar polri. Hukuman yang tegas, mulai dari diseret ke pengadilan hingga pemecatan harus dilakukan agar ada efek jera bagi oknum Polri yang nakal," ujar Pane.

Dalam debat keempat, kata Pane, masing-masing capres perlu menjelaskan konsepnya dalam memperbaiki polri secara utuh sehingga revolusi mental benar-benar bisa dilakukan terhadap institusi keamanan itu. 

Perbaikan polri yang signifikan itu menyangkut pengawasan ketat, tindakan tegas terhadap oknum yang menyimpang, satu sikap perkataan dengan perbuatan, atasan harus menjadi teladan, perbaiki fasilitas kerja kepolisian, perbaiki mata anggaran polri, perbaiki penghasilan anggota polri, dan perbaiki struktur polri hingga tidak tambunan tapi langsing, efisien, efektif dan dinamis. 

"Buat apa polri kebanyakan jenderal dan kebanyakan anggota jika gaji personelnya sangat minim, yang kemudian menjadi benalu bagi masyarakat," ujar Pane.

Dalam konsep kepolisian modern, lanjut Pane, sebagai aparatur penjaga keamanan, jumlah anggota kepolisian harus dibatasi agar oraganisasi kepolisian efektif, efisien dan dinamis dengan penghasilan maksimal, kemudian tugas-tugasnya didukung oleh teknologi kepolisian atau IT dalam menjaga keamanan masyarakat. 

"Kedua capres harus memikirkan dan mempunyai konsep yang jelas untuk menata sistem keamanan dan Polri sebagai institusi yang mengurusinya," kata Pane. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Staf Medis Maradona Akan Diadili Atas Kematian Legenda Sepak Bola Itu
Hakim perintahkan pengadilan pembunuhan yang bersalah setelah panel medis temukan perawatan Maradona ada "kekurangan dan penyimpangan"