Fenomena Trump, Bolsonaro dan Dueterte, Akan Terjadi pada Prabowo?

Fenomena Trump, Bolsonaro dan Dueterte, akankah terjadi pada Prabowo dalam Pilpres Indonesia 2019?
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kiri) bersama petinggi partai pengusung menghadiri kampanye akbar di Stadion Sidolig, Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/3/2019). Kampanye akbar tersebut dihadiri oleh sejumlah petinggi partai serta calon legislatif yang akan mengikuti kontestasi politik pada 17 April mendatang. (Foto: Antara/Raisan Al Farisi)

Jakarta, (Tagar 29/3/2019) - Presiden ke-45 Amerika Serikat Donald Trump berhasil mengalahkan Hillary Clinton pada pemilihan presiden Amerika Serikat, 8 November 2016. Ternyata kemenangannya tak lepas dari segala pernyataan kontroversial, terkait lawan politik dan kebijakan pemerintahan Amerika Serikat kala itu.

Sadar pernyataan kontroversial Trump mengantarkannya duduk di kursi nomor satu negara adikuasa, beberapa calon presiden di negara lain kabarnya turut meniru gaya kontroversial Trump.

Sebut saja Presiden Brazil Joir Bolsonaro, kendati punya perbedaan platform politik, pernyataan kontroversi Bolsonaro membuatnya dijuluki Donald Trump-nya Brazil atau Donald Trump-nya Negara Tropis.

Salah satu kontroversinya yaitu ketika Bolsonaro terang-terangan menunjukkan rasa tidak suka organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dalam sebuah upacara militer di Rio de Janeiro, pada 22 Juli 2018.

Sebagai populis sayap kanan, PBB dituding sebagai organisasi yang mengembangbiakkan komunisme.

“Jika aku jadi presiden, aku akan (membuat Brazil) keluar dari PBB. Institusi ini tidak ada gunanya. Ini tempat pertemuan orang-orang komunis dan orang-orang yang tak punya komitmen untuk Amerika Selatan,” ujarnya dilansir tirto.id, Minggu 28 Oktober 2019.

Belum lagi konten hoaks ciptaan 'panasbung'. Menurut Asisten Profesor di School of Information Science di University of Kentucky, AS, David Nemer, mereka pernah membagikan kabar bahwa jika lawan politik Bolsonaro menang, ada rencana untuk menandatangani keputusan presiden yang memungkinkan pria berhubungan seks dengan anak berusia 12 tahun.

Selain Bolsonaro, ada pula Presiden Filipina Rodrigue Dueterte. Sebelum melenggang menjadi presiden, Wali Kota Davao itu berkomentar soal kasus pemerkosaan dan pembunuhan misionaris asal Australia Jacqueline Hamill.

Mungkin saja jika tak ada langkah antisipasi.

"Mereka memperkosa seluruh wanita. Ada anggota kelompok Kristen asal Australia ini. Ketika mereka mengeluarkan mereka, saya melihat wajahnya dan saya berpikir, anak pelacur, kasihan,” ujar dia dalam rangkaian kampanye kepresidenannya pada April, 2016.

Bahkan, dia tak sungkan melecehkan misionaris asal Australia Jacqueline hamill saat krisis penyanderaan melanda penjara Davao tahun 1989.

“Mereka memperkosanya, mereka bergiliran. Saya marah karena dia diperkosa, tapi dia sangat cantik. Saya pikir, Wali Kota seharusnya yang pertama,” sambungnya.

Merujuk pada pernyataan kontroversial pun penyebaran hoaks yang berhasil mengantarkan kemenangan, apakah mungkin fenomena seperti pemilihan presiden (Pilpres) di Amerika Serikat, Brazil, dan Filipina terjadi di Pilpres Indonesia?

“Mungkin saja jika tak ada langkah antisipasi,” ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, kepada Tagar News, Kamis (28/3).

Sebab pernyataan kontroversial, hoaks, dan fitnah faktanya memang berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi. 

“Apalagi hoaks dijadikan sumber rujukan pemilih untuk memilih capres tentu sangat berbahaya,” lanjutnya.

Namun, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini optimis fenomena serupa tak akan terjadi di 17 April mendatang. Hal ini melihat sigapnya kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), dan Kepolisian, ketika hoaks muncul ke tengah-tengah publik.

“Melihat kinerja penegak hukum, pelaku hoaks lekas ditangkap. Jadi efek hoaks lekas bisa diamputasi,” terangnya.

Pasalnya, KPU, Bawaslu, dan Sentra Gakkumdu, dinilainya sudah punya instrumen bagi para pelaku penyebar hoaks. Ditambah, polisi juga turut aktif menindak para pelaku hoaks.

“KPU, Bawaslu, dan Sentra Gakkumdu punya instrumen untuk meringkus pelaku hoaks. Polisi juga agresif menindak kejahatan hoaks,” jelasnya.

Jadi, kendati ada upaya-upaya menebar hoaks dan menjadikan hoaks sebagai alat untuk memenangkan Pemilu, ia yakin semuanya dapat teratasi, sebelum akhirnya berakibat fatal bagi demokrasi.

“Itu artinya, meski ada upaya menjadikan hoaks sebagai alat pemenangan pemilu, dengan kerja sigap KPU, Bawaslu, Sentra Gakkumdu dan Polisi, semua persoalan hoaks dapat diatasi,” tandasnya. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.