Dalam KTT Plastik di Ottawa Sikap Negara Peserta Semakin Terpecah

Produksi plastik menyumbang sekitar 5% emisi iklim dan dapat meningkat hingga 20% pada 2050 kecuali jika dibatasi
Sebuah instalasi yang menggambarkan keran yang mengucurkan botol plastik dipasang oleh para aktivis di dekat venue Shaw Centre yang menjadi tempat berlangsungnya KTT plastik di Ottawa, Ontario, Kanada, pada 23/4/2024. (Foto: voaindonesia.com/Reuters/Kyaw Soe Oo)

TAGAR.id - Negara-negara yang menghadiri perjanjian plastik global pertama pada minggu ini di Ibu Kota Kanada, Ottawa, berada di bawah tekanan untuk mencapai kemajuan. Tetapi, mereka menghadapi ketegangan karena berbeda pendapat mengenai apa yang harus dimasukkan dalam perjanjian ketika perundingan dimulai pada Selasa (23/4/2024).

Negara-negara peserta diharapkan menyepakati perjanjian yang secara hukum mengikat. Perjanjian itu tidak hanya membeberkan cara membuang plastik, tetapi juga berapa banyak memproduksinya dan cara menggunakannya. Bila tercapai, itu akan menjadi perjanjian yang paling signifikan untuk mengatasi emisi pemanasan iklim global sejak Perjanjian Paris 2015.

Produksi plastik menyumbang sekitar 5% emisi iklim dan dapat meningkat hingga 20% pada 2050 kecuali jika dibatasi. Ini menurut laporan pekan lalu dari badan federal AS, Laboratorium Nasional Lawrence Berkeley.

Ketika negara-negara sepakat pada 2022 untuk menegosiasikan perjanjian yang mengikat secara hukum pada akhir tahun ini, mereka menyerukan untuk membahas seluruh siklus hidup plastik – mulai dari produksi dan penggunaan hingga limbah. Tetapi, ketika negosiasi dimulai di Ottawa, muncul penolakan keras dari lobi petrokimia dan beberapa negara yang bergantung pada bahan bakar fosil untuk membatasi produksi atau melarang bahan kimia tertentu.

Ribuan delegasi, termasuk para perunding, pelobi, dan pengamat dari lembaga-lembaga nirlaba, diperkirakan hadir dalam KTT Ottawa, putaran keempat perundingan itu menjelang kesepakatan akhir yang akan dicapai pada Desember – menjadikannya salah satu upaya perjanjian tercepat yang dipimpin PBB hingga saat ini.

“Proses ini tidak diragukan lagi merupakan proses yang dipercepat dan ambisius, karena kita tidak punya waktu puluhan tahun untuk bertindak,” kata Inger Andersen, direktur eksekutif Program Lingkungan PBB.

Ketua perundingan di Ottawa mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa dia berencana membagi delegasi nasional menjadi tujuh kelompok kerja pekan ini guna mengatasi permasalahan yang belum terselesaikan, termasuk apa yang harus dimasukkan dalam perjanjian tersebut dan bagaimana itu harus dilaksanakan.

Produksi plastik diperkirakan meningkat tiga kali lipat pada 2060. Para pendukung kebijakan ini mengatakan bahwa pengungkapan informasi itu adalah langkah dasar pertama dalam mengendalikan sampah plastik berbahaya – yang sebagian besar berakhir sebagai sampah yang merusak lanskap, menyumbat saluran air atau tempat pembuangan sampah – dan membahayakan kesehatan masyarakat.

Hampir seperlima sampah plastik dunia dibakar, sehingga melepaskan emisi karbon dalam jumlah besar. Kurang dari 10% di antaranya didaur ulang, menurut data PBB. (ka/lt)/Reuters/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Kemenparekraf-SmesHub Kerja Sama Kelola Limbah Plastik UMKM
Kemenparekraf kerja sama dengan Smeshub dalam pengelolaan sampah yang dihasilkan pelaku UMKM khususnya limbah plastik untuk diubah menjadi produk.