Jakarta - Ketua Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menanggapi pasien jantung anggota BPJS Kesehatan yang mendapat kesulitan saat pengobatan. Ia menilai hal ini tidak boleh terjadi karena pasien berhak mendapatkan seluruh perawatan dan pelayanan di rumah sakit.
"Penyakit jantung itu kan indikasi medis, dan pengobatannya ditanggung BPJS. Hal ini mengacu pada Undang Undang Nomor 40 tahun 2014 pasal 22 ayat 1 dengan petunjuk pelaksana Perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan," kata Timboel saat dihubungi Tagar, Jumat, 6 November 2020.
BPJS tidak bisa menolak pasien untuk tidak mendapatkan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Timboel menjelaskan, memang penyakit katastropik menjadi yang paling tinggi pengeluaran dananya sekitar Rp 20 triliun setiap tahun. Namun, itu tidak bisa dijadikan alasan pasien tidak bisa mendapatkan perawatan dan pengobatan.
"Cuma gara-gara dananya dihapus, pasien dipersulit saat mengajukan klaim pengobatan. Ini bagian dari hak pasien, hak peserta BPJS Kesehatan untuk bisa mendapatkan pelayanan," tutur Timboel.
Untuk itu, Timboel menyarankan pemerintah mendorong rumah sakit atau BPJS agar pasien jantung mendapatkan upaya preventif promotif yang lebih masif. Hal ini agar orang bisa terhindar dari penyakit jantung.
"BPJS tidak bisa menolak pasien untuk tidak mendapatkan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," ucap Timboel.
Menurutnya, tingginya pengeluaran anggaran penanganan penyakit katastropik termasuk jantung memang menjadi fakta umum. Yakni menelan biaya hampir 20 persen dari total pembiayaan JKN.
Sejak Januari hingga September 2020 , ada 8.549.618 kasus penyakit jantung dengan jumlah biaya Rp 6,22 triliun. "Ini tetap harus dibiayai, tinggal bagaimana upaya preventif harus dilakukan," katanya.
Menurutnya, penyakit jantung harus ditangani sejak dini. Kasus operasi ring bisa diturunkan jika dilakukan pencegahan pencegahan dari awalnya. Kalau misalnya ada pembengkakan jantung, harus segera ditangani agar tidak masuk ke fase lebih parah.
"Dengan tingginya klaim penyakit jantung, tidak boleh dibatasi pengobatannya di rumah sakit," kata Timboel.
Timboel berharap BPJS Kesehatan lebih kreatif agar pasien jantung bisa cepat teratasi. Misalnya, bila di satu rumah sakit terjadi antrean panjang, BPJS harus mencarikan alternatif rumah sakit lainnya agar pasien bisa cepat ditangani.
"BPJS Kesehatan harus mendistribusikan pasiensupaya tidak waiting list terlalu lama," ucap Timboel.
Menurutnya, jangan biarkan rumah sakit menjadikan pasien penyakit jantung sebagai lahan bisnis. Rumah sakit akan menahan untuk mendapatkan pengganti klaim. "Ini membuat pasien semakin tidak pasti, dan bertarung dengan nyawa," ucap Timboel. []
- Baca Juga: BPJS Kesehatan Surplus, Dari Mana Uangnya?
- Bos BPJS Kesehatan yang Baru Harus Visioner dan Inovatif