Sleman - Berdasarkan analisis foto udara dengan drone volume kubah lava Merapi 396.000 meter kubik. Sedangkan curah hujan tertinggi 26 milimeter per jam selama 30 menit di Pos Kaliurang pada 8 Januari 2020. Dilaporkan tidak terjadi lahar maupun penambahan aliran di sungai yang berhulu di Merapi.
Meski demikian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman tetap mengantisipasi banjir lahar hujan atau banjir lahar dingin. Langkah antisipasi yang dilakukan yakni mengecek kantong lahar di wilayah Kali Gendol dan Kali Opak. BPBD juga mengecek alat Early Warning System (EWS) yang dipasang di sejumlah titik.
Kepala Seksi Mitigasi Bencana BPBD Sleman, Joko Lelono menjelaskan pihaknya telah melakukan pengecekan di aliran Kali Gendol dan Opak pada Rabu 8 Januari 2020. Sementara saat ini untuk ancaman banjir lahar belum mengkhawatirkan.
"Hujan deras pertama terjadi di puncak Merapi tanggal 1 Januari intensitas yang cukup tinggi. Ternyata lahar yang turun hanya sampai pucuk Kali Opak saja, tidak penuh materialnya," kata Joko saat dihubungi wartawan, Sabtu 11 Januari 2020.
Kondisi kedua sungai yang berhulu di Gunung Merapi itu baik. Arinya kedalaman sungai masih mampu menampung material lahar dingin apabila hujan mengguyur puncak Merapi. Kedalaman sungai sekitar 100 meter dengan tebing di kanan kiri relatif bisa menampung material. "Untuk sementara belum mengkhawatirkan permukiman yang ada di bawah," katanya.
Hujan deras pertama terjadi di puncak Merapi tanggal 1 Januari intensitas yang cukup tinggi. Ternyata lahar yang turun hanya sampai pucuk Kali Opak saja.
BPBD Sleman juga telah mengecek EWS yang ada di sepanjang sungai. EWS itu dalam kondisi baik dan akan memberi informasi jika terjadi banjir lahar dingin.
Terpisah, Kepala Stasiun Klimatologi Mlati BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas menjelaskan, wilayah DIY berpotensi hujan dengan intensitas sedang-lebat disertai petir dan angin kencang hingga 12 Januari 2020. Prakiraan itu berdasarkan analisa kondisi atmosfer terkini, yakni berkurangnya pola tekanan rendah di Belahan Bumi Utara (BBU) dan meningkatnya pola tekanan rendah di wilayah Belahan Bumi Selatan (BBS).
Hal itu mengindikasikan terjadinya peningkatan aktifitas Monsun Asia yang dapat menyebabkan penambahan massa udara basah di wilayah Indonesia. "Selain itu, meningkatnya pola tekanan rendah di BBS (sekitar Australia) dapat membentuk pola konvergensi (pertemuan Massa udara) atau belokan angin yang mendukung pertumbuhan awan hujan di wilayah Indonesia terutama di bagian selatan ekuator," ucap Reni dalam keterangan tertulisnya.
Untuk kondisi gelombang laut di perairan selatan DIY, diprakirakan mencapai 2,5-3,5 meter. Kepada nelayan maupun wisatawan diminta waspada dan berhati-hati. []
Baca Juga:
- Gunung Merapi Meletus Masyarakat Yogya Jangan Panik
- Warga Merapi Yogyakarta Tolak Tambang Pasir Kali Gendol
- 9 Tahun Erupsi Merapi, 353 Orang Meninggal