Bom Waktu Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja

Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute, Iskandarsyah menganggap Omnibus Law UU Cipta Kerja bak bom waktu bagi pemerintah.
Aktivis Walhi Indonesia saat melakukan aksi damai di depan Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis, 9 Juli 2020. Dalam aksinya mereka menyerukan Tolak dan Hapus RUU Omnibus Law Cipta Lapangan kerja. (Foto: Antara/Reno Esnir)

Jakarta - Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute, Iskandarsyah angkat suara terkait polemik penolakan massa terhadap Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Menurut dia, penderitaan masyarakat semakin bertambah akibat digolkannya UU kontroversial itu yang telah disahkan DPR dan Pemerintah melalui Rapat Paripurna pada 5 Oktober 2020.

"Rakyat terus-terusan dijadikan objek penderita, lebih baik mulai sekarang disudahi gaya mereka-mereka itu. Legislatif dan eksekutif sudah saya sampaikan berkali-kali sedang berselingkuh, berselingkuh dari siapa? Dari rakyatnya sendiri, dimana-mana bicaranya rakyat, pertanyaan saya 'rakyat yang mana?" kata Iskandarsyah kepada Tagar, Minggu, 11 Oktober 2020.

Ini seperti memang merancang bom waktu buat diri mereka (pemerintah) sendiri.

Menurut dia, jika Omnibus Law Cipta Kerja diperuntukkan bagi rakyat, maka tak akan ada berbagai polemik serta gelombang penolakan. Ia menegaskan, penolakan masyarakat membuktikan bahwa mereka tak menyetujui keputusan DPR dan Pemerintah.

Baca juga: ICW Bocorkan 12 Aktor di Balik Pengesahan UU Cipta Kerja

"Rakyat tak pernah digubris kok, hari ini kemiskinan sudah merambah naik presentasenya, banyak rakyat yang tidak bekerja lagi, kebutuhan ekonomi mereka tak terpenuhi, kriminalitas tinggi, ekonomi kita sudah terjun bebas, apanya yang plus dari semua ini?" ucap Iskandar terheran-heran.

"Kondisi wabah yang tak tahu sampai kapan selesai, negara setengah hati menyikapi ini semua, rakyat nya pun menjadi tak tertib. Ditambah ulah mengesahkan Omnibus Law dan UU Ciptaker, ini seperti memang merancang bom waktu buat diri mereka (pemerintah) sendiri," ujar dia lagi.

Ia menuturkan, seharusnya tak sulit jika pemerintah membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja demi kedamaian masyarakat dan kemaslahatan rakyat banyak.

Baca juga: Wajah-wajah yang Berada di Balik Omnibus Law UU Cipta Kerja

"Toh itu bukan baku, hukum manusia bisa diubah kok, kecuali hukum Tuhan nanti. Kalau kita telaah semua peristiwa ini dimulai dari awal adalah usulan pemerintah lalu legislatif lah yang mengesahkan. Artinya, memang ini bersinergi, karena legislatif dan eksekutif adalah orang parpol dan mereka semua berkawan," ujar dia.

Ia menegaskan, dalam hal ini regulasi yang dikeluarkan bersama-sama melalui mekanisme yang terlihat tertib. Namun, pada kenyataannya itu semua tak sesuai.

"Padahal ngawur buat saya adalah regulasi yang bisa menyelamatkan parpol-parpol mereka kok. Mereka di Senayan kan wakil parpol, bukan wakil rakyat," ucap dia. []

Berita terkait
Omnibus Law UU Cipta Kerja Berpotensi Tabrak Aturan Tipikor
Perhimpunan Dosen Ilmu Hukum Pidana Indonesia (DIHPA Indonesia) mengatakan, Omnibus Law UU Cipta Kerja berpotensi tabrak aturan Tipikor.
UU Cipta Kerja Soal Bank Tanah, Indef: Perlu Dikaji Lagi
Peneliti Indef Bhima Yudhistira menilai terobosan dalam Omnibus Law Cipta Kerja soal pembentukan bank tanah perlu dikaji kembali.
Dampak Bank Tanah di UU Cipta KerjaTerhadap Masyarakat
Peneliti Indef Bhima Yudhistira menilai terobosan dalam UU Cipta Kerja soal pembentukan bank tanah bisa berdampak ke masyarakat ke depannya.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.