Untuk Indonesia

Bisakah Prabowo Menggerakkan People Power?

Bisakah Prabowo Subianto menggerakkan people power? Apa syarat people power? Tulisan opini Denny Siregar.
Warga melintas di depan mural bergambar Capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (20/4/2019). Mural tersebut untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat akan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan usai Pilpres 2019. (Foto: Antara/Mohammad Ayudha)

Oleh: Denny Siregar*

Beberapa hari ini kita terus digaungkan tentang people power, baik oleh Amien Rais juga Eggy Sudjana.

Bahkan Prabowo juga mengisyaratkan akan menurunkan hingga belasan juta orang ke jalan jika ia merasa Pemilu kali ini curang.

People power itu mudah mengatakannya, tapi sebenarnya sulit sekali melaksanakannya. Kenapa? Karena people power itu harus memenuhi berbagai syarat baru bisa terlaksana.

Apa syarat sebenarnya "People Power"?

Mantan Wakil Kepala BIN, As'ad Said Ali mengatakan people power baru akan mungkin terjadi jika krisis ekonomi yang menyengsarakan rakyat, kekurangan bahan makanan, kelangkaan bahan makanan, harga membubung tinggi, dan krisis bahan bakar.

Selain itu juga jika ada krisis politik yang membuat pemerintahan tidak berjalan, gangguan keamanan yang massif dan aparat keamanan yang tidak terkendali.

People power menurut Profesor Bagir Manan, mantan Ketua MA, juga harus punya momentum. Tanpa momentum, people power hanya berupa jargon tanpa gerakan.

Deklarasi-deklarasi kemenangan yang dilakukan Prabowo, termasuk dengan pemasangan baliho-baliho ucapan selamat, itu memang mengindikasikan ingin membangun narasi kecurangan dan berujung pada people power itu.

People power itu mudah mengatakannya, tapi sebenarnya sulit sekali melaksanakannya.

Pilpres 2019Warga melintas di depan mural bergambar Capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (20/4/2019). Mural tersebut untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat akan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan usai Pilpres 2019. (Foto: Antara/Mohammad Ayudha)

Tapi itu tentu sangat tidak cukup karena people power tidak mungkin digerakkan oleh salah satu kontestan pemilu yang kalah secara demokratis. Rakyat tidak merasakan emosi mendalam terhadap keinginan si kontestan, mereka malah geli melihat halusinasi yang bersangkutan.

Memang ada gerakan senyap untuk menggerakkan rakyat. Saya dengar Badan Eksekutif Mahasiswa didekati dan diajak untuk turun ke jalan, tapi mereka menolak. Begitu juga perwakilan buruh diajak untuk memenuhi jalanan dengan teriakan "pemilu curang", buruh juga tidak mau dipolitisasi.

Nah, yang mempunyai kemungkinan untuk turun ke jalan adalah kelompok ormas radikal yang menamakan diri sebagai gerakan 212. Mereka-mereka yang kemarin memenuhi monas inilah yang bisa membangun gerakan.

Permasalahannya, untuk menggerakkan kelompok ormas ini, tentu harus ada nasi bungkusnya. Sekarang nasi bungkus mahal, tidak mau lagi pake karet 1 yang isinya hanya sekerat tipis tempe dan secuil daging ayam. Sekarang mintanya karet dua, berisi rendang. Malah ada yang minta karet tiga berisi gule otak.

Duit siapa? Ini masalah besarnya. Karena donatur juga sudah mulai pintar. Momentum pemilu sudah selesai, jadi tidak akan ada gerakan apa pun yang bisa mengubah hasilnya. Bisa-bisa uang yang dikucurkan hanya mengenyangkan beberapa pihak yang lapar saja.

Jadi, jangan khawatir dengan seruan people power dan deklarasi itu. Itu hanya seruan semu seorang lelaki yang berteriak, "Hei aku ini pejantan tangguh!" Tapi bahkan untuk berdiri saja, dia butuh 10 macam obat kuat dan 2 jam usaha, yang hanya menghasilkan 30 detik kemenangan untuk kemudian lemas selamanya.

Seruput kopinya....

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Baca juga:

Berita terkait