Biduan Cantik Bantaeng yang Bercita-cita Jadi Dokter

Seorang biduan muda di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, disebut secantik boneka Barbie. Dia berusaha mengubah stigma negatif tentang biduan.
Rere, 18 tahun, biduan asal Kabupaten Bantaeng yang disebut-sebut secantik boneka Barbie, saat bernyanyi di atas panggung. (Foto: Tagar/Dok Pribadi Rere)

Bantaeng – Gadis itu masih berusia 18 tahun. Namun usianya yang masih cukup muda tak membuat Rere, nama gadis berambut sepinggang tersebut canggung bernyanyi dan berlenggak-lenggok di atas panggung.

Rere adalah biduan muda yang sering pentas di Kabupaten Bantaeng dan sekitarnya, khususnya saat ada event atau hajatan. Saat berada di atas panggung, penonton bukan hanya terpukau pada suaranya yang indah saja, tetapi juga wajah cantiknya.

Sekilas gadis yang memiliki nama paggung Ayu Arman ini tampak seperti boneka Barbie yang hidup dan bernyanyi di atas panggung. Wajahnya yang imut dipadu dengan senyum khasnya semakin memberi kesan seperti boneka hidup. Ditambah lagi dengan pakaian kasualnya, semakin menyempurnakan kesan itu.

Biduan Bukan Cita-citanya

Meski sering tampil dari panggung ke panggung untuk menyanyi, gadis yang memiliki nama asli Ayu Andira ini sebetulnya tidak bercita-cita menjadi biduan.

Rere yang baru saja menyelesaikan pendidikan jenjang sekolah menengah atas (SMA) ini bercita-cita menjadi seorang dokter. Namun Rere sadar bahwa untuk kuliah di Fakultas Kedokteran membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Cerita Biduan Cantik Bantaeng (2)Rere, 18 tahun, seorang biduan asal Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, yang disebut-sebut secantik boneka Barbie. (Foto: Tagar/ Dok Pribadi Rere)

Akhirnya gadis Barbie ini pun sengaja tidak kuliah setamat SMA. Dia fokus untuk mengejar karier dan menghasilkan uang, bernyanyi dari satu panggung ke panggung lainnya.

Sore itu, Minggu 27 September 2020, Rere baru saja selesai menunaikan ibadah salat Asar. Salat merupakan tempat Rere berbagi cerita dengan sang pencipta.

Untuk gadis yang merupakan putri tunggal dari orang tua yang sudah berpisah itu, salat adalah pelipur lara, waktunya dia berkeluh kesah dan mengadu pada sang pemilik hidup. Salat sekaligus menjadi tempatnya menangis dan tersenyum saat orang-orang tak mengerti bagaimana hidup seorang biduan cilik.

Rere mengisahkan, di usianya yang masih begitu muda, Rere cukup banyak makan asam garam kehidupan. Mulai dari kisah sedih berselimut duka hingga kisah-kisah yang mampu menyunggingkan tawa.

Namun Rere tak ingin larut dalam duka atau tawa yang menyelimuti hidupnya itu. Selain menumpahkan segala kesah pada sang pencipta seusai salat, Rere juga mampu menyimpan lukanya dalam nada-nada lagu dangdut yang dinyanyikannya.

Dangdut merupakan jenis musik favoritnya. Dia menyanyikan lagu dangdut sejak kecil. Kata orang-orang, Rere memang percaya diri, pandai menari dan bernyanyi sejak umur tiga tahun. Bakat seninya diwariskan dari kedua orang tuanya. Sang ibu merupakan seorang biduan. Sedangkan ayahnya seorang keyboardis yang mengiringi penyanyi. Sehingga tak mengherankan jika sejak kecil Rere sudah kenal dengan dunia panggung, dan membawanya menapaki hidup di jalan itu.

Musik dangdut dan melayu itu memang favoritku karena saya bisa menyanyi dan menyenangi syair-syair lagu yang sendu seperti bisa mewakili perasaanku.

Rere kecil tumbuh menjadi gadis cantik dan lincah. Pada usia remaja, tepatnya saat kelas 1 sekolah menengah atas, Rere mendapat restu dari sang ayah untuk mulai menyangi dari panggung ke panggung.

Restu itu diperolehnya bukan dengan mudah, tetapi dia harus bersitegang dan adu argumentasi dengan sang ayah.

"Ayahku sayang sekali sama saya, dia tidak mau saya naik panggung tapi saya benar-benar suka bernyanyi dan akhirnya saya dapat restu dari Ayah dengan syarat harus bisa jaga diri," kata Rere lagi.

Mematahkan Pandangan Negatif

Kehidupan sebagai biduan rentan dengan isu dan konotasi negatif. Hal itulah yang menurut Rere, membuat ayahnya begitu khawatir dirinya menapaki jalan sebagai biduan panggung.

Namun Rere bukan gadis lemah. Dia mencoba membuktikan pada sang ayah bahwa dirinya bisa menjaga diri. Bahkan dia berusaha mengubah pandangan negatif sebagian orang tentang seorang biduan panggung.

Rere mengaku banyak mendapat cemooh saat awal menjalani karier sebagai biduan, demikian pula dengan cap jelek dari beberapa orang. Tapi ketegasannya dalam menjaga sikap dan dirinya, perlahan mengubah pandangan negatif dari masyarakat, khususnya penggemarnya.

Usaha Rere mengubah penilaian buruk sebagian orang terhadap biduan panggung dimulai dari gaya panggung dan pakaian yang dikenakannya.

Selama ini biduan dangdut dari panggung ke panggung identik dengan penampilan yang seksi. Tidak demikian dengan Rere. Saat tampil di panggung Rere selalu mengenakan busana yang sopan meski tetap stylish dan layak untuk sebuah aksi panggung.

Rere mengaku dirinya menyukai gaya berpakaian ala Korea. Setelan sederhana, rapi dan memikat. Di laman facebooknya, ia kerap menampilkan foto-fotonya yang cantik. Dengan setelan sederhana dipadukan dengan make up ringan. Dan mata indah yang selalu memakai softlens. Membuat wajah cantiknya semakin indah.

Cerita Biduan Cantik Bantaeng (3)Rere, 18 tahun, biduan asal Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, sedang menyanyi di atas panggung. (Foto: Tagar/Dok Pribadi Rere)

"Biduan itu kita menjual bakat, yang ditampilkan adalah kenyamanan, bagaimana agar orang-orang terhibur dengan lagu kita," kata Rere.

Selama bertahun-tahun menjadi seorang biduan, Rere sudah cukup banyak dikenal. Ia seringkali mendapat panggilan bernyanyi di luar daerah. Tepatnya di kabupaten tetangga sekitar Bantaeng. Kabupaten Jeneponto, Bulukumba ataupun Sinjai.

Rere berharap selamanya ia bisa menjalani kehidupannya dengan nyaman dan menyenangkan. Ia berencana untuk mengikuti ajang pencarian bakat tahun depan.

"Insya Allah kalau ada ajang pencarian bakat, saya akan coba ikut tahun depan," kata Rere.

Bukan hanya mengubah pandangan negatif, hasil jerih payahnya menjual suara di panggung membuat Rere tumbuh menjadi gadis mandiri. Dia mempunyai penghasilan yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Sebagian uang hasil menyanyi ditabungnya, sebagian lagi digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Terlebih sejak kedua orang tuanya berpisah dan ayahnya memiliki istri lagi, Rere tinggal bersama dengan neneknya.

"Honor menyanyi itu berbeda tergantung waktunya. Biasanya Rp 300 ribu kalau menyanyi siang sampai malam, kalau pagi smpai sore Rp 150 ribu," ujar Rere.

Penghasilan Rere bukan hanya diperoleh dari menyanyi di panggung saja. Dia juga aktif dalam sebuah sanggar seni dan belajar menari di sanggar itu. Pada kegiatan-kegiatan tertentu, keahliannya menari juga menghasilkan pundi-pundi rupiah, yakni saat dia tampil menghibur tamu dalam kegiatan-kegiatan itu.

Bukan hanya menyanyi dan menari. Kecantikannya yang khas juga menghasilkan uang untuk Rere. Beberapa makeup artis sering menggunakan jasa Rere sebagai model. []

Berita terkait
Menggiurkan, Usaha Bibit Pohon Anggur di Yogyakarta
Usaha pembibitan pohon anggur menjadi salah satu usaha yang hasilnya cukup menggiurkan, terlebih laan yang dibutuhkan tidak harus luas.
Cerita Budidaya Ikan Lele di Lahan Sempit Yogyakarta
Budidaya ikan lele dalam tong menjadi salah satu alternatif pemanfaatan lahan sempit di kawasan dalam Kota Yogyakarta.
Kapal Rp 2 Miliar dan Ritual Pembuatnya di Bulukumba
Warga Kelurahan Tanah Beru, Kecamatan Bontobahari, Bulukumba, dikenal sebagai pembuat pinisi. Ada ritual khusus yang dilakukan dalam prosesnya.
0
Parlemen Eropa Kabulkan Status Kandidat Anggota UE kepada Ukraina
Dalam pemungutan suara Parlemen Eropa memberikan suara yang melimpah untuk mengabulkan status kandidat anggota Uni Eropa kepada Ukraina