Berkah Penjahit Baju Banyuwangi di Balik Covid-19

Sejumlah penjahit baju di Kabupaten Banyuwangi beralih menjadi penjahit masker dan APD untuk penangan Covid-19 yang langka di pasaran.
Penjahit baju di Banyuwangi, Untung Hanifa sedang menjahit masker pesanan warga di tengah pandemi Covid-19. (Foto: Tagar/Hermawan)

Banyuwangi - Program social dan physical distancing tak membuat penjahit baju di Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi, Jawa Timur berhenti menjahit. Hanya saja, di tengah pandemi Covid-19 atau virus corona, penjahit baju beralih membuat masker. 

Untung Hanifa, penjahit baju di Jalan Concrong, Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi salah satunya. Suara deru mesin jahit menyambut Tagar, disaat Hanifa bersama pegawainya membuat masker pesanan warga. 

Awalnya saya tidak kepikiran untuk membuat masker, karena saya pikir buat apa membuat masker, wong (orang) saya penjahit baju.

Tampak para pegawai sibuk menjahit kain yang dipotong dengan ukuran sesuai masker. Hanifa mengatakan kegiatan membuat masker dirinya lakukan semenjak pandemi virus corona, bahkan hingga ke Banyuwangi. 

Ia bercerita awalnya tidak kepikiran untuk membuat masker dan tetap menjahit baju. Tetapi adanya permintaan dari para tetangga, membuat dirinya tergerak membuat masker. 

“Awalnya saya tidak kepikiran untuk membuat masker, karena saya pikir buat apa membuat masker, wong (orang) saya penjahit baju. Tapi lama-kelamaan banyak tetangga saya meminta dibuatkan masker, jumlahnya sih tidak banyak ada yang 10 masker, lima, bahkan ada satu masker,” ujar Untung Hanifah, Rabu, 1 April 2020.

Dari situ, kata Hanifa, pesanan untuk membuat masker setiap harinya semakin banyak. Tidak hanya pesanan dari tetangganya saja, akan tetapi juga datang dari masyarakat dari luar kampungnya. Bahkan sejumlah relawan penanggulangan Covid-19 di Banyuwangi juga ikut pesan masker.

“Akhirnya setiap harinya orang memesan masker semakin banyak. Ada yang pesan 100 masker bahkan sampai 300 masker. Sehingga saya harus menambah stok kain untuk membuat masker,” tutur Hanifah.

Hanifa mengatakan setiap harinya dia dengan dibantu pengawai, mampu memproduksi masker 100 hingga 150 masker. Sedangkan bahan yang digunakan dari kain katun. 

Hanifah mengaku tidak mengetahui apakah masker buatanya itu sudah sesuai standar kesehatan atau tidak. Namun, dia membuat masker tersebut juga memperhatikan kenyamanan dan keamanan penggunanya.

“Biasanya sehari saya bisa membuat 100 hingga 150 masker. Saya tidak tahu ya apakah masker buatan saya ini sudah sesuai dengan stadar kesehatan ditentukan. Tapi yang jelas saya membuatnya juga memperhatikan kenyamanan dan keamanan penggunanya,” ucapnya. 

Untuk satu masker, Hanifa menjualnya dengan Rp 10 ribu, namun jika pembelian dengan jumlah banyak harganya bisa turun Rp. 7500 per 1 masker. 

“Kalau untuk harga tergantung pemesannya. Jika pesanya banyak harganya bisa turun, karena memang bahan kainnya juga mahal. Kita gunakan tidak seperti kain digunakan masker dijual di apotek itu,” kata Hanifa

Hanifa menambahkan, selama membuat masker, dia menghentikan sementara membuat baju, meski demikian pesanan untuk membuat baju masih ada dari pelangganya.

“Untuk pesanan baju saat ini saya pending dulu, karena yang banyak ini pesanan masker. Sampai kewalahan saya ini,” tuturnya  Hanifa.

Banjir pesanan menjahit masker tidak hanya dirasakan oleh Untung Hanifa. Pejahit baju di Desa Jambesari, Kecamatan Giri, Banyuwangi, Humaidi pun ketiban pesanan untuk menjahit masker. 

Humaidi mengaku sudah mendapatkan pesanan 100 masker dari Badan Zakat Nasional (Baznas). 

“Ini saya mengerjakan pesanan masker dari Baznas sebanyak 100 masker. Alhamdulillah disyukuri saja,” ujar Humaidi.

Humaidi mengaku adanya pesanan membuat masker, sejak mulai langkanya stok masker di apotek. Bahkan semenjak pandemi Covid-19 di Banyuwangi, stok masker sudah kosong. Dengan keadaan darurat tersebut, masyarakat berinisiatif membuat masker sendiri. 

“Stok masker saat ini kan sudah langka, warga berinisiatif beralih menggunakan masker buatan para penjahit ini. Meski saya belum tahu apakah masker itu sudah sesuai standar kesehatan, tapi insya allah aman,” tutur Humaidi.

Untuk masker buatannya, Humaidi mengaku mematok harga Rp 8 ribu per masker. Ia mengaku masker buatannya menggunakan kain jenis swot. 

“Kain yang saya gunkan dari jenis kain swot. Kain ini cukup tebal, jadi saya rasa aman untuk digunakan maskser,” ucap Humaidi.

Meski sering mendapatkan pesanan untuk membuat masker, tetapi Humaidi tetap menjahit baju. Sebab, kata Humaidi, pesanan masker yang diterimanya masih belum banyak.

“Saya masih menerima pesanan membuat baju jika ada yang memesanya. Soalnya pesanan membuat masker masih belum begitu banyak. Sehingga jika sama-sama dikerjakan masih bisa dan tidak kewalahan,” kata dia.

Penjahit Baju BanyuwangiMasker hsil buatan penjahit baju di Banyuwangi. (Foto: Tagar/Hermawan)

90 Persen UMKM di Banyuwangi Buat Masker

Semenjak pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia, khususnya di Banyuwangi, sejumlah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di bidang tekstil beralih menjadi penjahit masker. 

Ketua Asosiasi Kuliner, Kaos, Kerajinan, Aksesoris, dan Batik (AKRAB) Banyuwangi Syamsudin mengatakan 90 persen UMKM di bidang tekstil beralih dari sebelumnya memproduksi kaos dan baju sekarang memproduksi alat pelindung diri (APD) maupun masker.

“Sekarang hampir semua penjahit memproduksi APD termasuk masker, karena APD banyak dipesan oleh masyarakat. Sedangkan pemesanan baju seperti batik, saat ini merosot tajam,” tutur Syamsudin.

Syamsudin mengatakan akibat pandemi Covid-19 ini, banyak pelaku UMKM di Banyuwangi menghentikan operasionalnya. Hal itu, disebabkan sepinya pesanan sejak penyebaran virus corona semakin meluas. 

Ia mengaku hanya beberpa pelaku UMKM saja yang masih bisa bertahan hingga kini, termasuk salah satunya UMKM yang bergerak di bidang tekstil.

“Seperti UMKM bergerak di bidang kerajinan tangan itu sudah tutup total, karena sudah tidak ada pesanan. Terlebih lagi sejak dua pekan lalu pariwisata di Banyuwangi sudah ditutup. Sekarang yang bertahan saat ini hanya pelaku UMKM bergerak di bidang tekstil, tapi mereka beralih membuat APD,” kata Syamsudin.

Sejumlah penjahit di Banyuwangi, kata Syamsudin juga telah mendapatkan pesanan pembuatan APD dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mencapai 3000 APD. Pesanan APD tersebut saat ini sudah mulai dikerjakan oleh sejumlah penjahit telah ditunjuk.

“Ini sudah sepakat dengan Pemerintah Banyuwangi dikerjakan 1500 APD. Mungkin 1500 sisanya dikerjakan setelah sebelumnya telah selesai,” kata dia.

Syamsudin memperkirkan, produksi APD termasuk masker ini akan terus berlanjut hingga pandemi Covid-19 ini mereda. Karena memang tidak bisa dipungkiri kebutuhan APD di Banyuwangi cukup tinggi.

“Ya, jujur saya tidak menginginkan penyebaran penyakit ini terus berlanjut. Tapi mau tidak mau diakui ini dinamakan berkah dibalik pandemi Covid-19 untuk pelaku UMKM di bidang tekstil di Banyuwangi,” ucap Syamsudin.

Penjahit Baju BanyuwangiPenjahit baju di Banyuwangi Untung Hanifa sedang membuat masker pesanan warga di saat pandemi Covid-19. (Foto: Tagar/Hermawan)

Pemkab Banyuwangi Pesan 300 APD Buatan UMKM

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sendiri mendorong pelaku UMKM di daerahnya untuk memproduksi APD dan masker untuk tenaga medis.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan pembuatan APD tersebut untuk menjawab kekurangan masker dan APD lainnya saat ini akibat penyebaran covid-19.

“Pemerintah, akan terus mendorong pelaku UMKM di Banyuwangi memproduski masker dan APD. Karena akibat covid-19  pesanan baju dan busana lainya menjadi berkurang,” tutur Anas

Saat ini sudah ada membuat APD dengan kualitas baik sesuai stadar medis. Per harinya para UMKM tersebut bisa memproduksi 100 lebih APD.

“Selain pelaku UMKM, Balai Latihan kerja (BLK) Muncar juga ikut membuat APD,” kata Anas.

Sebagai bentuk dukungan dan untuk memenuhi ketersedian APD dan masker di rumah sakit, Pemerintah Banyuwangi telah memesan 3000 dari UMKM dan BLK Muncar Banyuwangi.

“APD itu nantinya akan digunakan tenaga medis di rumah sakit untuk pelindung diri penanganan Covid-19. Nanti akan kita sebar APD itu ke seluruh rumah sakit di Banyuwangi. Karena seluruh rumah sakit di Banyuwangi diwajibkan juga mempunyai ruang isolasi untuk pasien Covid-19,” tutur Anas.

Berdasarkan situs resmi Pemkab Banyuwangi corona.banyuwangikab.go.id, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) mencapai 288 orang. Dari jumlah tersebut orang dalam proses pemantauan mencapai 237 orang, 251 orang telah selesai pemantauan. 

Sedangakan pasien dalam perawatan (PDP) berjumlah nihil dan pasien positif Covid-19, satu orang. []

Berita terkait
Anak Angkat Cristiano Ronaldo Menikah dalam Sepi
Martunis Sarbini anak angkat bintang sepak bola dunia Cristiano Ronaldo, melangsungkan pernikahan dalam sepi di Aceh, di tengah pandemi corona.
Biar Saya Tanggung Corona, Lainnya Jangan Tertular
Pasien corona yang dinyatakan sembuh berbagi cerita selama menjalani perawatan di RSUD Wongsonegoro Semarang.
Cerita Muyin, Pasien Covid-19 Sembuh di Rembang
Di Rumah Sakit Wongsonegoro saya baca salawatan terus-menerus sampai ruang isolasi. Cerita Muyin, pasien Covid-19 sembuh di Rembang, Jawa Tengah.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.