Oleh: Syaiful W. Harahap*
TAGAR.id - Pagi ini, Selasa, 1 Oktober 2019, pukul 10.00 anggota MPR, DPR dan DPD dilantik. Pada setiap pelantikan anggota legislatif, khususnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), rakyat Indonesia berharap banyak kepada mereka karena 575 anggota DPR yang duduk di Senayan itu dipilih oleh rakyat sebagai wakil mereka.
Itu artinya rakyat mengharapkan DPR merealisasikan aspirasi rakyat sesuai dengan janji-janji ketika kampanye. Dengan demikian diharapkan juga sekaligus membawa perubahan sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Harapan rakyat yang paling utama terhadap anggota DPR (baru) 2019-2014 adalah tidak ada lagi yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejagung atau Polri sebagai tersangka kasus suap dan korupsi.
Soalnya, dalam lima tahun terakhir 254 anggota dan mantan anggota DPR/DPRD jadi tersangka kasus korupsi. Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan KPK menetapkan 23 anggota DPR periode 2014-2019 jadi tersangka kasus suap dan korupsi.
Mereka anggota dari delapan partai politik (Parpol), yang terdiri atas: Partai Golkar (8), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan/PDIP (3), Partai Amanat Nasional/PAN (3), Partai Demokrat (3), Partai Hati Nurani Rakyat/Hanura (2), Partai Kebangkitan Bangsa/PKB (1), Partai Persatuan Pembangunan/PPP (1), Partai Nasional Demokrat/Nasdem (1), dan Partai Keadilan Sejahtera/PKS (1).
Tidak tanggung-tanggung anggota DPR yang dicokok KPK ada yang menduduki jabatan strategis di DPR, Setya Novanto ketika ditangkap KPK menjabat sebagai Ketua DPR yang juga sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Muhammad Romahurmuziy adalah Ketua Umum PPP dan anggota Komisi III DPR, dan Taufik Kurniawan ditangkap ketika menjabat sebagai Wakil Ketua DPR.
Apakah jumlah anggota yang terlibat suap dan korupsi pada DPR periode 2019-2024 kelak lebih sedikit atau lebih banyak daripada anggota DPR periode 2014-2019?
Jika dilihat dari kepatuhan penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ternyata anggota DPR periode 2014-2019 paling rendah. Data KPK per 2018, nilai kepatuhan DPR hanya 21,46 persen. Artinya, hanya satu per lima lebih sedikit dari 536 anggota dewan yang melaporkan harta kekayaannya. Sebagai pembanding, lembaga lain seperti DPD, MPR, dan beberapa instansi eksekutif lain menyentuh angka minimal 50 persen.
Alokasi anggaran DPR di APBN 2015 sebesar Rp 3,598 triliun, sedangkan tahun ini sebesar Rp 5,7 triliun.
Anggota DPR yang diduga terlibat suap atau korupsi harus segara mundur. Tidak perlu menunggu vonis pengadilan. Ini dikaitkan dengan budaya malu dan pertanggungjawaban moral terhadap pemilih.
Bertolak dari image buruk dan tingkat kepercayaan publik yang rendah terhadap DPR priode 2014-2019, maka anggota DPR terpilih periode 2019-2024 diharapkan bisa membalikkan keadaan. Ini hanya bisa dicapai jika DPR periode 2019-2024 menjaga amanat rakyat yang diberikan kepada mereka melalui pemilu legislatif.
Persoalan besar yang dihadapi anggota DPR adalah suara mereka harus melalui fraksi. Ini yang tidak dipahami banyak orang sehingga tidak sedikit yang terjebak memilih caleg berdasarkan kampanye. Padahal, anggota tidak bisa bersuara karena corong hanya melalui fraksi.
Lalu, apa yang bisa diharapkan dari anggota (DPR) periode 2019-2024? (Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id pada tanggal 1 Oktober 2019). []
*Syaiful W. Harahap adalah Redaktur di Tagar.id