Rembang - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rembang, Jawa Tengah, mencatat hingga bulan November ini ada dua laporan dugaan pelanggaran kampanye di pilkada setempat. Namun penanganan dua kasus tersebut disetop karena tidak memenuhi unsur pelanggaran.
Hal itu diungkapkan Ketua Bawaslu Rembang Totok Suparyanto usai kegiatan rapat dengar pendapat deteksi dini potensi pelanggaran dalam Pilkada 2020 di salah satu hotel ternama di Rembang, Senin, 9 November 2020.
Totok menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kampanye yang masuk di bawaslu sudah selesai semua. Sampai sekarang belum ada lagi laporan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan masing-masing calon.
"Ada dua laporan dan tujuh temuan. Laporan dugaan pelanggaran sudah clear, yang di Sarang sama Gunem," kata dia.
Karena tidak memenuhi unsur pelanggaran oleh Gakkumdu maka pemeriksaan harus dihentikan.
Sebelumnya calon bupati petahana Rembang Abdul Hafidz diperiksa terkait adanya laporan dugaan pelanggaran kampanye dengan alat bukti potongan video berdurasi sekitar 32 detik. Video tersebut merekam Abdul Hafidz, diduga berada di PAUD Pelangi, Desa Sendangmulyo, Kecamatan Sarang.
"Karena tidak memenuhi unsur pelanggaran oleh Gakkumdu maka pemeriksaan harus dihentikan. Kalau memenuhi pelanggaran maka harus dilimpahkan ke Mabes Polri," ujarnya.
Laporan kedua, terkait dengan dugaan pelanggaran netralitas ASN dilingkup Pemkab Rembang yang terjadi di Kecamatan Gunem. Lagi-lagi terlapornya adalah calon bupati Abdul Hafidz.
"Kalau yang di Gunem, sudah kami rekomendasikan ke KASN. Sudah kami teruskan dan yang berhak memberikan sanksi adalah KASN," jelasnya.
Baca juga:
- Hasto Komentari Negatif Kampanye Machfud Arifin di Surabaya
- Turun Gunung, Pesan Ganjar untuk Hanindito di Pilkada Kediri
- Komedian Andre Taulany Kampanyekan Pradi-Afifah untuk Depok
Totok mewanti-wanti agar masing-masing pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Rembang selalu mematuhi aturan berkampanye, khususnya di kegiatan yang bisa mengarah pada terjadinya politik uang maupun pelanggaran netralitas ASN.
"Undang-undang pemilihan ini lebih progresif daripada undang-undang pemilu, pemberi atau penerima uang bisa dijerat dengan hukum. Kalau pemilu hanya tim kampanye, berarti caleg sama tim kampanye yang didaftarkan di KPU saja lah yang dijerat saat pemilu. Sehingga masyarakat bisa bebas," beber dia. []