Bara JP: Mari Lihat Omnibus Law Sebagai Niat Baik Pemerintah

Ketum Bara JP menilai pada dasarnya UU Cipta Kerja adalah niat baik pemerintah untuk membuka lapangan kerja seluas mungkin bagi rakyat Indonesia.
Mahasiswa laksanakan aksi demonstrasi atas penolakan terhadap Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di Kota Pematang Siantar, Kamis, 8 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Fernandho Pasaribu)

Jakarta - Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Viktor S. Sirait mengatakan Omnibus Law UU Cipta Kerja harus dilihat sebagai niat baik dan tanggung jawab pemerintah untuk menyiapkan lapangan pekerjaan bagi mereka yang belum mendapatkan pekerjaan.

"Kita harus lihat secara jernih dan objektif dari tujuan dibuatnya Omnibus Law Cipta Kerja ini sebagai tanggung jawab pemerintah menyediakan lapangan kerja karena masih ada 7 juta pengangguran di Indonesia dan mungkin bertambah 2 juta karena pandemi corona ini," kata Viktor, menanggapi maraknya demo buruh dan mahasiswa untuk mencabut Omnibus Law, Jakarta, Jumat, 9 Oktober 2020.

Pak Jokowi perlu mengingatkan dan mengevaluasi pembantu-pembantunya supaya lebih optimal

Menurut Viktor, pada dasarnya UU Cipta Kerja ini adalah niat baik pemerintah untuk membuka lapangan kerja seluas mungkin bagi rakyat Indonesia dengan menciptakan ekosistem investasi yang lebih nyaman dan mudah, sekaligus perlindungan bagi pekerja menghadapi perubahan pola produksi di era Industri 4.0.

Demo SiantarMahasiswa melakukan aksi demonstrasi atas penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di Kota Pematang Siantar, Kamis, 8 Oktober 2020. (Foto:Tagar/Fernandho Pasaribu)

Lebih lanjut ia mengatakan UU Cipta Kerja ini harus juga melihat problem tenaga kerja dari segala aspek termasuk antisipasi bonus demografi.

"Selain perlu peningkatan kapasitas tenaga kerja yang ada, baik kualitas maupun kuantitas dan menjamin kesejahteraannya, jangan lupa ada 7 juta masyarakat pengangguran yang kini sangat membutuhkan pekerjaan," ujarnya.

Ia mengakui, masih ada beberapa pasal dalam UU tersebut yang mungkin tak sesuai dengan keinginan buruh.

"Namun ada mekanisme yang bisa dilakukan dalam koridor hukum di Indonesia yakni melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Harusnya jalur itu yang ditempuh," katanya.

Viktor SiraitViktor Sirait saat mengikuti kegiatan komunitas kebangsaan dalam bentuk jalan santai beberapa waktu lalu. (Foto: Ist)

Menurutnya, tak bagus kalau hanya karena ada beberapa pasal yang digugat buruh dan mahasiswa lalu keseluruhan isi UU Cipta Kerja itu diminta dicabut.

"Kekurangan bisa dilengkapi dengan PP ataupun Kepmen," tuturnya.

Ia menambahkan, selama puluhan tahun ekosistem investasi di Indonesia terbelenggu oleh iklim yang tak sehat dengan banyaknya aturan yang mengganjal mulai dari tingkat desa sampai ke pusat.

Menurutnya, jika tidak ada kebijakan dan persepsi yang sama antara pelaku usaha, buruh dan pemerintah dalam merespons berbagai tantangan ke depan, maka kita akan menghadapi ancaman, investor akan lebih memilih berinvestasi di negara lain yang semuanya lebih kompetitif, dan kita gagal menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang belum mendapat pekerjaan saat ini.

Ia mengatakan perlu ada paradigma baru melihat relasi buruh - pengusaha dan pemerintah. Politik upah sudah mesti dikaji ulang karena hanya menciptakan ketegangan yang terus menerus dan merusak iklim industri. Menurutnya sistem pengupahan mestinya tidak saja menjamin kesejahteraan buruh tetapi juga menjamin produktifitas dan kualitas produksi, sehingga terjadi simbiose saling menguntungkan.

Demo Rusuh di MalangDemo penolakan Omnibus Law di Kota Malang berujung rusuh dan terjadi aksi vandalisme. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Ia juga mengatakan jangan terlalu dini jika ada yang mengatakan bahwa undang-undang ini membawa Indonesia kembali ke zaman Orde Baru.

"Justru ini peluang besar untuk membangun ekosistem bisnis yang sehat. Perlu bagi semua pihak untuk duduk bersama memberikan masukan. Jika ada pasal yang tak setuju ya lakukan judicial review. Secara keseluruhan UU Cipta Kerja ini dirancang mampu menjawab tantangan bangsa ini ke depan, menjawab kepentingan semua pihak secara proporsional, bukan hanya soal masyarakat yang sudah mendapat pekerjaan saat ini, bukan hanya soal pelaku usaha, dan juga bukan hanya soal masyarakat yang belum mendapat pekerjaan," katanya.

Viktor melihat ada kelemahan komunikasi pemerintah yang terkesan jalan sendiri-sendiri, sehingga maksud Omnibus Law ini tidak sampai dengan baik kepada masyarakat. Menurutnya pemerintah perlu juga mengevaluasi hal tersebut.

"Pak Jokowi perlu mengingatkan dan mengevaluasi pembantu-pembantunya supaya lebih optimal," kata dia.

Situasi ekonomi sedang mendapat tekanan berat, janganlah pembantu presiden diam dan menjadi tambahan beban. Dalam kondisi sulit seperti ini, tidak cukup kerja-kerja biasa untuk menghadapi kondisi luar biasa, menteri yang tidak mampu beradaptasi dengan situasi sulit ini, mungkin perlu dipertimbangkan dievaluasi supaya capaian pemerintahan ini lebih optimal," ucap Viktor menambahkan.

Viktor juga mengajak semua stakeholder dunia usaha dalam dialektika UU Cipta Kerja atau Omnibus Law ini untuk duduk secara proporsional dengan mengedepankan kepentingan nasional.

"Itu sebabnya semua stakeholder harus duduk bersama, saling mengkritisi dan memberi masukan, bukan dengan demo yang bisa ditunggangi siapa saja," kata Viktor Sirait. []

Berita terkait
Bara JP Minta Anggaran Kuota Rp 9 Triliun Kemendikbud Diawasi Ketat
Bara JP meminta publik agar mengawasi secara ketat anggaran kuota internet Rp 9 triliun dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Bara JP Ingatkan Pemerintah Soal Krisis Ekonomi 2020
Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) mengingatkan pemerintahan soal potensi krisis ekonomi tahun ini akibat pandemi Covid-19
Kengototan DPR Sahkan Omnibus Law Timbulkan Luka di Malang
Aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law di Kota Malang berakhir dengan kerusuhan. Sejumlah orang mengalami luka.
0
Menkeu AS dan Deputi PM Kanada Bahas Inflasi dan Efek Perang di Ukraina
Yellen bertemu dengan Freeland dan janjikan kerja sama berbagai hal mulai dari sanksi terhadap Rusia hingga peningkatan produksi energi