Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet menanggapi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang meyakini tidak ada bank sistemik yang gagal akibat pandemi Covid-19. Ia menilai memang ada beberapa indikator yang bisa membuat industri keuangan khususnya perbankan masih relatif aman.
Ia menyebutkan contoh indikator posisi permodalan atau capital adequacy ratio (CAR) yang pada Agustus mencapai 23 persen. Jika merujukan pada konsesus internasional (basel) angka minimal CAR itu harus berada pada angka 8 persen.
"Sementara angka NPL (kredit bermasalah) juga masih berada di angka 3 persen, relatif stagnan jika dilihat dalam beberapa bulan terakhir," kata Yusuf saat dihubungi Tagar, Rabu, 25 November 2020.
Selain itu, kata Yusuf, kewajiban likuiditas perbankan juga masih terjaga. Menurutnya ketersediaan alat likuid dibandingkan simpanan non inti (NCD) masih berkisar 128 persen.
"Artinya alat likuid yang tersedia lebih besar 28 persen dari seluruh simpanan non inti," ucapnya.
Sementara, kata dia, untuk fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit jauh melambat dibandingkan tahun lalu. Namun perlu diingat bahwa pertumbuhan kredit yang melambat ini tidak terlepas dari perlambatan permintaan akibat pandemi.
"Meski demikian, kalau melihat kondisi pandemi yang belum nampak akan berakhir kapan, tentu indikator di atas masih akan bergerak dinamis, mengikuti perkembangan ekonomi khususnya di tahun depan," ujar Yusuf.
Sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meyakini tidak ada bank sistemik yang gagal akibat pandemi Covid-19. Bahkan, kondisi perbankan dinilai masih kuat dan likuiditas memadai. []
- Baca Juga: Apa Itu Bank Sistemik , LPS Sebut Tak Signifikan Terimbas Pandemi
- Bank Indonesia Ajak Milenial Mencintai Kain Nusantara