Jakarta - Anggota Badan Anggaran DPR, Sukamta menyebut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pelit soal anggaran yang langsung menyasar ke rakyat. Pernyataan ini disampaikan menanggapi kondisi prajurit-prajurit TNI yang kesejahteraannya memprihatinkan saat bertugas menjaga kedaulatan negara di daerah perbatasan, terpencil dan terluar Indonesia.
Sukamta mengatakan, seharusnya pemerintah khususnya Menteri Sri Mulyani dapat memberikan kompensasi yang layak pada anggota TNI. Pasalnya, sebagian prajurit TNI mendapatkan penempatan tugas di wilayah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T), tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Lebih baik direalokasi untuk anggaran yang langsung dapat dirasakan oleh masyarakat salah satunya penambahan anggaran untuk peningkatan kesejahteraan anggota TNI
"Anggota TNI bertugas dalam waktu cukup lama, meninggalkan keluarga namun apresiasi pemerintah terhadap kinerja mereka masih kurang. Hal ini tercermin dari besaran tunjangan yang diberikan. Besaran tunjangan masih jauh dari standar kebutuhan hidup harian yang kini terus meningkat," kata Sukamta melalui keterangan tertulis yang diterima Tagar, Selasa, 15 September 2020.
Menurut Anggota Komisi I DPR ini, dibutuhkan dana sebanyak Rp 500 miliar untuk dana kompensasi anggota TNI yang bertugas di wilayah 3T.
"Hitung-hitungan saya anggaran yang dibutuhkan untuk menyebut kompensasi yang layak bagi prajurit TNI hanya membutuhkan tambahan Rp 500 milliar," ujarnya.
Selanjutnya, Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Polhukam DPR tersebut memberikan perbandingan soal tambahan anggaran antara prajurit TNI dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dia menyebut, pemerintah begitu mudah mengalokasikan dana melalui Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 kepada beberapa perusahaan pelat merah.
"Alokasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020, misalnya kata dia, talangan utang triliunan kepada BUMN seperti Garuda Indonesia, PLN, Krakatau Steel yang tidak sanggup membayar hutang gegara salah kelola. Ketika pemerintah berbicara soal dana talangan kepada BUMN-BUMN yang merugi gara-gara salah kelola mudah sekali mengalokasikan dana triliunan," kata Sukamta.
Namun, dia menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan sulit mengeluarkan dana tambahan untuk kesejahteraan prajurit TNI.
"Namun ketika menyangkut dana yang dialokasikan kepada personal warga negara, pemerintah mengaku kesulitan. Kesannya pemerintah saat ini pelit kepada rakyat namun murah hati kepada korporasi," ujar dia.
Pernyataan Sukamta ini terlontar mengingat Menkeu Sri Mulyani kerap memberikan dana bantuan terhadap perusahaan BUMN.
"Pemerintah pelit terhadap rakyat, dan murah hati kepada elit. Berkaca dari pernyataan Menkeu Sri Mulyani dimana menyiram uang ke masyarakat, tidak seperti menyiram toilet. Harus bisa memastikan uang tersebut mengalir ke mana, by name, by address, by their account number," katanya.
Dia menjelaskan, seharusnya untuk mengeluarkan dana tambahan bagi TNI tidaklah sulit, mengingat data-data prajurit tersebut sudah jelas adanya.
"Ini sudah ada anggota TNI yang jelas datanya, jelas kinerjanya dan jelas dampaknya bisa mendorong daya beli masyarakat malah dikesampingkan," ucap Sukamta.
Ketua DPP PKS Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) ini berharap agar pemerintah meninjau kembali alokasi anggaran belum terserap maksimal dan anggaran yang tidak langsung berdampak kepada masyarakat.
"Lebih baik direalokasi untuk anggaran yang langsung dapat dirasakan oleh masyarakat salah satunya penambahan anggaran untuk peningkatan kesejahteraan anggota TNI," ujar Sukamta.
Sebagai informasi, belanja pemerintah dalam APBN 2020 hingga pertengahan tahun mencapai Rp 1.068,9 triliun, atau baru 39 persen dari target yang terdapat dalam Perpres 72 Tahun 2020 sebesar Rp 2.739,2 triliun.
- Baca juga: Sukamta Tegaskan Usul Kesejahteraan TNI Ditingkatkan
- Baca juga: Sukamta Anggap Kartu Prakerja Skandal Memalukan
Berdasarkan data terakhir per 5 Agustus 2020, serapan anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) baru 10,5 persen atau sebesar Rp 151,25 triliun dari keseluruhan pagu anggaran yang mencapai Rp 695,2 triliun.[]