Yogyakarta - Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur secara resmi dipilih sebagai calon ibu kota baru. Warganya di sana bukan berbahasa lokal setempat atau bahasa nasional.
Bahasa keseharian di daerah tersebut adalah Bahasa Jawa. Kenapa? Karena Kabupaten Penajam Paser Utata merupakan daerah transmigrasi. Mayoritas warganya dari Jawa.
Kepala Bagian Pembangunan Penajam Paser Utara Nico Herlambang mengatakan, bahasa Jawa lazim digunakan sehari-hari warga. "Bahasanya Jawa kang mas," kata Nico dengan logat Jawa usai diskusi dengan beberapa ahli di UGM Yogyakarta perihal rencana pemindahan ibu kota negara, Kamis 29 Agustus 2019.
Nico menjelaskan, Kabupaten Penajam Paser Utara terdiri empat kecamatan, merupakan daerah transmigran. Tidak hanya dalam keseharian, dalam layanan di perkantoran dengan berbahasa Jawa pun, pegawainya paham dan langsung dilayani.
"Tidak perlu gagap, pakai Bahasa Jawa langsung dilayani karena warganya orang Jawa. Sudah paham betul bahasa Jawa," kata Nico.
Mayoritas warga di Kabupaten Penajam Paser Utara berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada sebagian dari Jawa Barat yang berbahasa Sunda. Mereka tersebar menempati empat kecamatan yang ada, yakni Kecamatan Babulu, Penajam, Sepaku dan Waru.
Menurut dia, saat menjadi ibu kota nanti, banyak eksodus yang mayotitas dari Jakarta. Bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia atau Betawi dengan kekhasan dialek loe loe dan gue gue. "Tetap bisa mudah beradaptasi, mudah itu kang mas," kata dia dengan dialek Jawa lagi.
Kabupaten Penajam Paser Utara ini memiliki luas 3.333,06 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 160.000 jiwa. Setelah menjadi ibu kota, jumlah penduduk meningkat hampir tujuh kali.
Pasalnya akan ada 800.000 bahkan 1 juta orang dari ibu kota lama (Jakarta) ke ibu kota baru. Mereka adalah aparatur sipil maupun karyawan dari perkantoran swasta.
Niko berharap, jumlah pendatang yang jauh lebih banyak tidak menggusur keberadaan warga yang sudah berdomisili sebelumnya, termasuk warga asli Kalimantan yang bukan transmigran. "Semoga kami tidak tersingkirkan. Sesuai harapan pemerintah, pindah ibu kota memberi kemaslahatan bersama," kata dia.
Menurut Nico, warga Kabupaten Penajam Paser Utara sangat senang daerahnya menjadi ibu kota. Warga menyambut gembira dan suka cita. Warga menyakini menjadi ibu kota akan memberi dampak ekonomi warga lebih sejahtera.
Warga senang, banyak insfrastruktur dibangun dan fasilitas lengkap. Ekonomi lebih maju.
Namun, kata dia, Kabupaten Penajam Paser Utara selama ini menjadi lumbung pangan bagi Provinsi Kalimantan Timur. Jangan sampai setelah menjadi ibu kota berubah menjadi lumbung properti. "Harapan kita tetap ada pembatasan, mana wilayah permukiman mana wilayah pertanian," ujarnya.
Lokasi ibu kota baru sejauh ini belum detail ditetapkan di mana saja. Perkiraan selama ini, dari 180.000 hektar untuk ibu kota baru, 120.000 hektar berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan 60.000 hektar di Kabupaten Kutai Kertanegara.
Di tempat yang sama, Dosen Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, Dyah Rahmawati Hizbaroh mengatakan, hal yang perlu dilakukan Pemkab Penajam Paser Utara adalah kesiapan kebijakan pembangunan tata ruang dan wilayah.
"Kita bersama tim lainnya memberi masukan dalam mengantisipasi dampak pemindahan wilayah ibu kota negara," kata dia.
Menurut dia, yang paling mendesak kajian interdisipliner adalah kajian tata ruang, sumber daya air, kebutuhan pangan serta kesiapan masyarakat setempat menghadapi modernitas pembangunan.
"Selain itu, perlu memperhatikan ketersediaan sumber pangan, sandang dan papan warganya setelah adanya perpindahan penduduk dari Jakarta ke Kaltim secara besar-besaran," kata dia. []
Baca juga:
- Wawali Yogyakarta Bela ASN yang Terjerat OTT KPK
- DPW PKS Yogyakarta Tolak Disebut Partai Khilafah
- Andong Berbasis Aplikasi di Yogyakarta