Yogyakarta - Industri tekstil tradisional Indonesia akan menghadapi tantangan ketersediaan bahan baku. Pemerintah diminta turut berpartisipasi dalam upaya menyediakan bahan baku bagi industri tekstil tradisional nusantara.
Ketua The 7th ASEAN Traditional Textile Symposium, Gusti Kenjang Ratu (GKR) Hemas mengatakan hal perlu diperhatikan tidak hanya hanya bahan baku kain saja. Namun juga mencakup pewarna alami dan lilin malam untuk tekstil tradisional batik.
Menurut GKR Hemas, dengan bahan baku yang tersedia, pasti lebih berpeluang meningkatkan kualitas dari hasil kerajinan nusantara.
"Soal bahan baku ini sebetulnya bukan kesulitan memperoleh bahan baku, tapi bagaimana pemerintah mengadakan bahan baku bagi para pengrajin," katanya usai membuka simposium di Yogyakarta, Selasa, 5 November 2019.
Simposium tekstil digelar selama mulai 5-8 November 2019. Tema yang diangkat Embracing Change, Honoring Tradition. Acara ini dihadiri Raja Permaisuri Agong Malaysia, Tunku Azizah Aminah Maimunah Iskandariah dan President of Traditional Textile Arts Society of South East Asia (TTASSEA), Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam X.
Simposium kali ini dihadiri oleh delapan negara ASEAN. Berbagai negara mitra juga hadir seperti Amerika Serikat, Australia, India, Kanada, Korea Selatan, Rusia, Selandia Baru, China, dan Uni Eropa.
Tapi bagaimana pemerintah mengadakan bahan baku bagi para pengrajin.
Istri Raja Keraton Yogyakarta SRi Sultan HB X ini mengatakan wastra atau kain tradisional nusantara mengalami perkembangan. Hasil kerajinannya sudah semakin mengikuti zaman. "Sebaiknya menekankan agar tidak hanya mengikuti perkembangan zaman, tapi semua pihak yang mencintai wastra nusantara bisa terus menghargai tradisi yang ada," ungkapnya.
Pejabat (Pj) Sekretaris Daerah DIY, Arofa Noor Indriani mengatakan kain dan tekstil merupakan kebutuhan hakiki manusia. Bahkan dalam filosofi Jawa, wastra sebagai bahan utama busana memiliki peran penting dalam menunjukan jati diri pemakainya.
Menurut dia, sebagai warisan budaya dan produk peradaban, wastra tradisional memiliki filosofi luhur yang tervisualisasi dalam corak, warna, hingga proses pembuatannya. "Keragaman inilah yang menjadikan wastra tradisional menjadi menarik dan harus dilestarikan keberadaannya,” ungkapnya.
Arofa menyatakan melalui simposium tekstil ini diharapkan dapat semakin menguatkan jalinan persahabatan di antara negara-negara anggota ASEAN. Dari aneka corak indah wastra ini juga bisa membuat persaudaraan regional akan semakin menguat. "Sehingga kesejahteraan regional akan terwujud di ASEAN," kata dia. []
Baca Juga:
- Asosiasi Tekstil Khawatir Pasar Tekstil Bergeser ke Vietnam
- Pemerintah Diminta Batasi Impor Tekstil Motif Batik
- Tampil Etnik dengan Parfum Batik Asal Yogyakarta