Bagaimana Jika Larangan Ngopi Bareng Non Muhrim Seperti di Aceh Berlaku di Sulsel?

Aturan ini khusus berlaku di Bireuen, dan dilarang diterapkan di wilayah lain di Indonesia.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono (Foto: Rio Anthony)

Makassar, (Tagar 8/9/2018) - Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Soni Sumarsono, angkat bicara terkait larangan untuk ngopi bareng non muhrim.

Larangan itu sebelumnya diberlakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bireuen, Provinsi Aceh. Aturan bahkan dilegitimasi langsung oleh Bupati Saifannur. Larangan untuk duduk ngopi semeja yang bukan non muhrim adalah salah satu dari 14 poin yang tertuang dalam aturan tersebut.

Sumarsono menegaskan, aturan ini khusus berlaku di Bireuen, dan dilarang diterapkan di wilayah lain di Indonesia. "Untuk daerah lain, ini memang sangat jelas, tidak normal, tidak wajar," tegas Sumarsono saat memberikan keterangan di Makassar, Jumat (7/9).

Larangan untuk tidak diberlakukannya aturan itu di luar Aceh, menurut Sumarsono, karena Aceh mempunyai undang-undang tersendiri, khususnya tentang otonomi khusus Aceh.

"Dimana syariat Islam bagian dari keputusan. Apa yang dipersyaratkan apa boleh dan enggak boleh ukurannya bukan nasional, tapi ukuran syariat Islam," kata Sumarsono.

Karena otonomi khusus terkait syariat Islam di Aceh, lanjut Sumarsono, maka aturan lokal terkait syariat Islam dapat diberlukan oleh pemerintah setempat, bukan daerah lain.

"Karena berlaku di Aceh melalui Qanum. Kalau untuk ukuran nasional tidak layak, karena agenda silaturhamim tidak boleh rusak, itu nasional," terangnya.

Atas dasar pertimbangan itulah, Sumarsono, melarang keras daerah-daerah menerapkan aturan serupa seperti yang diberlakukan di Aceh, khususnya soal aturan ngopi ini.

"Itu hanya berlaku di Aceh karena dilindungi undang-undang Aceh. Andaikata ada kabupaten lain aturan ini, kita jelas larang," tambahnya.

Diketahui, aturan larangan ngopi bareng non muhrim ini tertuang dalam edaran yang ditandatangani langsung oleh Bupati Bireuen, Saifannur pada 30 Agustus 2018 lalu. Dalam aturan tersebut, ada 14 poin yang mengatur keberadaan warung kopi.

Menanggapi polemik larangan tersebut, Rahma, seorang perempuan muslimah,  siswi salah satu pesantren di Makassar, ini menyambut baik kalau aturan seperti itu ditegakkan di Sulsel dan Makassar pada khususnya.

"Pada dasarnya sih saya setuju kalau itu diterapkan di Sulsel, cuman yang jadi masalahnya, mau ngak warga Sulsel menjalankannya, apalagi di Sulsel banyak suku dan adat istiadat di dalamnya," ujarnya kepada Tagar, Jumat (7/9).

Warga Makassar lainnya, Teodorus, tak sependapat dengan Rahma. Menurut dia, hal seperti ini tidak perlulah diterapkan di Makassar, jangan karena itu nanti masyarakat yang sudah tenang jadi gaduh.

"Cukup di Aceh saja, di Makassar tidak usah diterapkan, masa ngopi berdua di larang, saya juga heran. Gimana kalau nanti kita ngopi bareng rekan kerja, masa dilarang juga, ini lucu," ujar Teodorus yang bekerja di sebuah warung kopi di Makassar.

Berikut ini aturan yang dikeluarkan Saifannur:

1. Pengelola wajib menyediakan tempat wudu, kamar kecil/mandi-cuci-kakus (MCK) dan tempat salat serta perangkat ibadah lainnya.
2. Menghentikan pelayanan kafe 10 menit sebelum menjelang waktu dan atau pelaksanaan salat fardu magrib dan 30 (tiga puluh) menit sebelum Salat Jumat berlangsung.
3. Menganjurkan kepada pelanggan untuk melaksanakan salat ketika waktu salat telah tiba.
4. Pramusaji laki-laki dan wanita wajib berbusana Islami.
5. Pramusaji wanita tidak dibenarkan bekerja di atas pukul 21.00 WIB.
6. Dilarang menggunakan lampu remang-remang dan dilarang menggunakan sekat sehingga dapat mengarah pada pelanggaran syariat Islam (jarimah pidana Islam).
7. Dilarang melayani pelanggan wanita di atas pukul 21.00 WIB kecuali bersama mahramnya.
8. Pelanggan laki-laki dan wanita wajib menutup auratnya dengan memakai pakaian (busana Islami) yang sopan dan santun sesuai kaidah syariat Islam.
9. Dilarang menyediakan/membawa makanan haram (tidak halal), minuman yang mengandung alkohol, dilarang memakai formalin/borak, sejenisnya dan narkoba serta zat adiktif lainnya.
10. Dilarang menyediakan tenaga kerja yang merusak akidah, syariah, ibadah dan akhlak, seperti LGBT, waria, dan lain-lain.
11. Dilarang menyediakan sarana atau membuka peluang yang menyebabkan terjadinya aktivitas yang bertentangan dengan norma agama, kesopanan, kesusilaan dan hukum, seperti karaoke, judi, domino, joker, tusot, dan lain-lain perbuatan maksiat.
12. Apabila memasang televisi (TV) maka layar monitornya wajib menghadap ke depan pintu masuk, suara (volume) tidak mengganggu tetangga dan 10 menit menjelang waktu salat, televisi (TV) jangan dihidupkan dan tidak boleh memasang karaoke serta tidak boleh menempatkan channel pada posisi tayangan pornografi.
13. Haram hukumnya laki-laki dan perempuan makan dan minum satu meja kecuali dengan mahramnya.
14. Pelayanan kafe dan restoran pada pukul 06.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB.***



Berita terkait