Bagaimana Ekonomi Indonesia Rebound di Tengah Gempuran Covid-19

Kebijakan fiskal agresif dan harapan ekonomi bangkit (rebound) di tengah gempuran Covid-19. Telaah kritis perlu relaksasi Perppu No 1 Tahun 2020.
Presiden Jokowi. (Foto: Facebook/Presiden Joko Widodo)

Covid-19 merupakan tamparan keras bagi setiap protokol yang kita miliki. Sebut saja protokol manajemen krisis, protokol kesehatan, protokol utang. Protokol manajemen krisis yang sebelumnya diatur UU No 9 Tahun 2016 tentang pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan pun dengan adanya Covid-19 dicabut, selanjutnya diganti Perppu. Yaitu Perppu No 1 Tahun 2020 tentang rencana keuangan negara dan krisis sistem keuangan dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Berdasarkan Perppu tersebut yang sejak diterbitkan pada 31 Maret 2020, pemerintah menggelontorkan stimulus fiskal dan moneter sebesar Rp 405,1 triliun. Selanjutnya stimulus moneter ditempuh Bank Indonesia sebesar Rp 420 triliun berupa kebijakan triple intervention, quantitative easing, pelonggaran likuiditas makroprudensial dan optimalisasi non tunai.

Langkah yang diambil pemerintah sebagai kebijakan yang harus ditempuh yang merupakan konsekuensi logis dari Perppu No 1 Tahun 2020 tersebut adalah untuk pencegahan dan penanganan selama pandemi Covid-19, baik berupa stimulus fiskal maupun moneter.

Namun, melihat dampak Covid-19 yang begitu memiliki daya rusak yang kuat terhadap kehidupan sosial dan perekonomian nasional, dan adanya kebijakan protokol kesehatan yang mengharuskan beberapa daerah, wilayah, provinsi, kabupaten yang menerapkan PSBB, maka semestinya Perppu No 1 Tahun 2020 harus dilakukan relaksasi khususnya yang terkait dengan kebijakan fiskal sehingga relaksasi kebijakan fiskal lebih agresif khususnya bagi sektor riil dan UMKM.

Harapan kita, Perppu No 1 Tahun 2020 tidak hanya terjebak dengan kebijakan pencegahan dan penanganan selama Covid-19.

Dengan dilakukan relaksasi Perppu No 1 Tahun 2020, kebijakan fiskal agresif yang dihasilkan diharapkan dapat melakukan counter cyclical terhadap multiflier efek disruprif Covid-19 dan juga sekaligus mampu menjadi trigger (pemicu) terhadap rebound (bangkitnya) perekonomian nasional termasuk di sektor riil dan UMKM.

Harapan kita, Perppu No 1 Tahun 2020 tidak hanya terjebak dengan kebijakan pencegahan dan penanganan selama Covid-19. Juga harus mengatur kebijakan yang dieksekusi secara paralel yakni kebijakan fiskal agresif untuk kita bisa segera rebound.

Kebijakan Fiskal Agresif

Kebijakan Fiskal Agresif sebagai output dari relaksasi Perppu No 1 Tahun 2020 diharapkan dapat segera memicu kebangkitan sektor riil dan UMKM yang sangat terdampak pandemi. Hampir lumpuh semua sektor usaha di sektor riil dan UMKM dan telah menimbulkan masalah baru, yaitu munculnya pengangguran baru di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Paket stimulus jilid 3 pasca keluarnya Perppu No 1 Tahun 2020 sudah dialokasikan anggaran sebesar Rp 405,1 Triliun yang dialokasikan pada 4 sektor utama sebagai berikut.

  1. Belanja kesehatan Rp 75 triliun
  2. Perlindungan sosial Rp 110 triliun
  3. Insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat Rp 70,1 triliun
  4. Pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun.

Yang dimaksud penulis dengan implementasi kebijakan fiskal agresif adalah alokasi anggaran pemulihan ekonomi nasional yang besarannya Rp 150 triliun. Semestinya dialokasikan untuk pemulihan sektor riil dan UMKM (di luar penerima BLT, BNPT, Kartu Prakerja, Kartu Sembako) melalui program berikut ini.

  1. Pengalokasian anggaran untuk pemberian bantuan likuiditas berupa soft loan (pinjaman lunak) tanpa bunga (bunga 0 persen) kepada pelaku usaha di sektor riil dan UMKM. Serta bagi pekerja yang kena PHK yang terdampak Covid 19 dengan skema pendampingan oleh pemerintah daerah melalui dinas terkait. Khusus bagi pekerja yang kena PHK diberikan bantuan likuiditas jika mereka sudah tidak mau lagi menjadi pekerja dan memilih untuk berwirausaha (entrepreneurship baru) setelah Covid-19.
  2. Pengalokasian anggaran untuk THR tahun 2020 bagi pekerja yang sudah di-PHK akibat Covid-19.
  3. Pengalokasian anggaran untuk balai latihan kerja untuk melakukan pelatihan bagi usia angkatan kerja yang khusus kena PHK akibat Covid-19 (diluar penerima manfaat Kartu Prakerja).
  4. Pengalokasian anggaran untuk pemerintah daerah dalam upaya menciptakan lapangan kerja baru dengan menumbuhkembangkan sektor ekonomi kreatif, startup, dan sektor strategis lain sesuai potensi daerah terkait.

Harapan kita perekonomian kembali bangkit (rebound) di tengah gempuran Covid-19. Pemerintah tidak hanya terjebak dalam kebijakan pencegahan dan penanganan melalui kebijakan fiskal konvensional. 

Perlu kita segera rebound melalui kebijakan yang paralel dengan kebijakan konvensional yang sudah dilakukan (stimulus fiskal dan moneter) yakni dengan upaya kebijakan fiskal agresif dan tentunya relaksasi Perppu No 1 Tahun 2020 semestinya dilakukan. 

Daerah sebagai eksekutor kebijakan dari pusat tentu harus sigap dan kompeten dalam menerjemahkan dan mengimplemantasikan kebijakan pusat tersebut. Sehingga transmisi kebijakan tidak semestinya mengalami jeda akibat hal-hal administratif seperti penyaluran BLT yang terlambat karena tidak siapnya pemerintah daerah dalam hal verifikasi dan validasi data kependudukan. 

Semoga kita kembali rebound di tengah gempuran Covid-19 ini.

*Praktisi Perbankan dan Koperasi, Konsultan & Trainer Inklusi Syariah, Direktur Eksekutif Indo Syirkah Institute

Baca juga:

Berita terkait
Denny Siregar: Perang Mazab Kesehatan Vs Ekonomi
Di Inggris terjadi perang mazab kesehatan vs mazab ekonomi. Yang pertama ingin tetap lockdown, yang kedua ingin lockdown disudahi. Denny Siregar.
Kata Sri Mulyani Aktifitas Ekonomi Tergerus Covid-19
Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan pandemi virus corona atau Covid-19 menggerus aktifitas ekonomi secara signifikan.
Jokowi Bandingkan Ekonomi Indonesia dengan Negara Lain
Presiden Jokowi mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal I tahun 2020 sebesar 2,97 persen lebih baik dari negara lain saat Covid-19.