Jakarta - Ustaz Abdul Somad (UAS) saat berceramah di berbagai tempat, banyak orang berbondong-bondong ingin mendengarnya. Pada waktu bersamaan pula, beberapa tempat menolak kehadirannya. Seperti Universitas Gadjah Mada yang sempat mengundangnya kemudian membatalkan karena adanya penolakan dari beberapa pihak. Keraton Yogyakarta juga tidak mengizinkan masjidnya dijadikan tempat UAS berceramah.
Untuk memahami fenomena UAS, Tagar mewawancarai peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati, Minggu malam, 13 Oktober 2019.
Ustaz Abdul Somad, beberapa daerah menolak kehadirannya. Menurut Anda kenapa?
Saya pikir penolakan UAS ini erat kaitannya dengan stigma publik yang terlanjur melekat kalau UAS ini ustaz politik dan sering membuat sensasi daripada murni dakwah.
Hal itu yang menyebabkan banyak tempat menolaknya agar tidak lagi memperuncing polarisasi setelah pemilihan presiden.
Apakah UAS berbahaya?
Saya pikir persepsi UAS berbahaya itu terlalu sumir. Penolakan UAS ini lebih dikarenakan reaksi publik terhadap pemberitaan kontroversi soal UAS
Bagaimana seharusnya publik bersikap kepada UAS? Apakah publik telah berlaku tidak adil kepadanya?
Dalam hal ini ada dua solusi: UAS juga perlu introspeksi diri soal metode dan dakwahnya, dan publik yang perlu menerima dakwah agama itu secara seimbang, tidak fokus pada satu pengajian tertentu.
Apakah UAS bagian dari ustaz yang diindikasi terpapar radikalisme? Atau pengkampanye khilafah?
Saya kira asumsi itu juga belum bisa dibuktikan dalilnya.
Kenapa jemaah UAS banyak? Apa daya tarik UAS?
Gaya ceramah UAS itu memadukan unsur jenaka dalam melihat realita sosial yang dibungkus dalam dakwah. Itu daya tarik utamanya. Beliau tidak bicara soal dalil agama yang mendakik sehingga pesannya mudah dicerna publik.
Bagaimana seharusnya publik bersikap kepada UAS?
Saya pikir publik juga jangan terlalu tergiring opini soal stigma negatif UAS. Kita harus adil dalam pikiran ketika menilai sesuatu.
Hal-hal yang harus diperhatikan UAS untuk meminimalisir kontroversi?
UAS jangan menarik fenomena sosial sekarang ini dalam sisi agama saja. Hal itu jelas membenturkan masalah duniawi dan ukhrawi.
Maksud saya, jangan semua dinilai dari standar agama. Karena itu sama saja tidak mengundang publik berpikir kritis namun justru langsung justifikasi hitam dan putih.
Jangan justifikasi hitam putih.
Kontroversi UAS
Ustaz Abdul Somad, jejak digital berupa video menunjukkan ucapannya dalam ceramah yang kemudian menjadi kontroversi di tengah masyarakat. Di antaranya menyebut orang-orang yang minum kopi di Starbucks sama saja mendukung LGBT, nanti masuk neraka.
Kontroversi lain, menyebut artis Rina Nose yang melepas jilbab sebagai pesek. Jemaahnya tertawa. Namun banyak juga yang merasa tidak nyaman dengan gaya bercandanya. Melecehkan fisik orang. UAS juga mengundang polemik saat menyebut salib berisi jin kafir.
"Ceramah Somad beberapa waktu yang lalu sangat mengusik rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, bukan hanya bagi umat nasrani, namun juga bagi umat muslim, karena perilakunya yang tidak bisa membedakan antara kehidupan keagamaan dan kehidupan orang beragama dalam konteks kenegaraan," ujar akademisi Universitas Gadjah Mada, Bagas Pujilaksono, menanggapi polemik 'salib jin kafir'.
UAS juga dibatalkan mengisi tablig akbar di Kudus, Jawa Tengah, Selasa, 8 Oktober 2019. Namun ia tetap datang ke Pondok Pesantren Al Achsaniyyah, pihak pengundangnya, tanpa ada tablig akbar.
"Sebelum saya hadir, saya bilang kepada Kiai Muhammad Faiq Aftoni pengasuh Ponpes Al Achsaniyyah jika kehadiran saya menimbulkan kebaikan akan datang. Sebaliknya, jika memberatkan, tidak akan datang," kata Abdul Somad ketika berada di Kudus tersebut.
UAS mengatakan berpikir positif saja karena caci maki maupun sumpah serapah tidak akan menyelesaikan masalah. Selain itu, katanya, ia juga mengalir seperti air karena kehadirannya memang atas keinginan sendiri. []
Baca juga:
- Alasan Menolak Kehadiran Ustaz Abdul Somad
- Tidak Ada Tempat Bagi Ustaz Abdul Somad di UGM
- Rektor UGM: Ustaz Abdul Somad Dibatalkan