Apakah Investasi di Bidang Peternakan Masih Relevan?

Ada beberapa faktor yang harus di perhatikan ketika anda terjun untuk investasi di bidang ini, Kecilnya minat investasi di sub sektor peternakan.
Ilustrasi. (Foto: Tagar/Ist)

TAGAR.id, Jakarta - Indonesia adalah negeri yang dianugerahi kekayaan alam yang berlimpah. Keberhasilan usaha ternak di Indonesia didukung oleh pakan yang tersedia di tanah air. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia membuat rumput dan dedaunan tumbuh subur.

 Hal ini dimanfaatkan para peternak rakyat untuk mengembangkan usahanya. Mengingat lagi konsumsi daging di masyarakat terus meningkat tiap tahunnya. Banyak restoran yang menyediakan menu berbahan dasar daging untuk dijadikan pundi-pundi keuntungan. Menunya pun beragam, sehingga konsumsi masyarakat tak pernah surut.

Sayangnya, produksi daging lokal tak sebanding dengan konsumsi pasaran. Hal ini disebabkan minimnya sumber daya manusia masyarakat Indonesia itu sendiri. Mindset masyarakat bahwa ternak sapi hanya dijadikan sebagai hobi, membuat mereka kekurangan modal dalam mengembangkan usahanya. 

Akibatnya, produksi daging sapi lokal kurang dan banyak daging sapi impor yang masuk di pasaran. Jika tidak diatasi, perekonomian rakyat kecil akan terus anjlok karena kalah saing. Angka pengangguran yang ada di Indonesia pun akan terus meningkat.

Konsep investasi peternakan sebetulnya cukup menjanjikan dari segi finansial. Diambil contoh. Pak Budi yang membeli sapi di pasaran dengan harga awal Rp. 15.000.000,00. Setelah beberapa bulan masa penggemukan, bobot sapi naik dan tidak memiliki masalah dari segi kesehatan. Salah seorang pembeli sebut saja Pak Mamat tertarik untuk membeli sapi yang dimiliki Pak Budi. Ia menaksir dengan harga jual yaitu Rp. 22.000.000,00. Pak Budi pun sepakat untuk menjual sapinya dan mendapatkan untung sebesar Rp. 7.000.000,00.

Namun ada beberapa faktor yang harus di perhatikan ketika anda terjun untuk investasi di bidang ini, Kecilnya minat investasi di sub sektor peternakan antara lain karena berbagai faktor yaitu, pertama, investasi yang dibutuhkan relatif besar. Kedua, pengembalian modal yang cukup lama. Ketiga, pelaksanaan investasi dilakukan secara bertahap dan jangka waktunya lebih lama. Keempat, biaya transaksi institusi Pemda. Kelima, retribusi yang rumit dan retribusi antar wilayah. Keenam, promosi investasi rendah. []

(Mohamad Fahmi Apriyano)


Baca Juga




Berita terkait
Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan, Gus Halim: Desa Akan Untung Minimal Rp 300 Juta Lebih Per Tahun
Abdul Halim Iskandar memperkirakan Program Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan yang diluncurkan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal.
Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan, Gus Halim: BUM Desa Bersama Waluya Balarea Harus Berhasil
Mendes Abdul Halim Iskandar meminta BUM Desa Bersama Waluya Balarea untuk benar-benar mengelola peternakan secara komprehensif.
Menparekraf Dorong Potensi Wisata Edukasi Peternakan
Menparekraf Sandiaga Uno mendorong potensi wisata edukasi peternakan yang mampu bersaing dengan desa wisata kelas dunia yang mendorong pembangunan.
0
Arsenal vs Bayern Munich di Leg 1 Perempat Final Liga Champions 10 April 2024 Pukul 03.00 WIB Ini Prediksinya
The Gunners, yang kembali ke papan atas Eropa untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun, siap untuk menyembuhkan luka lama mereka melawan Bayern