Jakarta - Politikus Partai Demokrat Andi Arief angkat bicara terkait kader PDI Perjuangan (PDIP) Henry Yosodiningrat melaporkan Rocky Gerung ke kepolisian. Menurut dia, laporan itu didasari kader partai berlogo banteng kini banyak yang hanya mengedepankan otot daripada otak
Rocky dinilai menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena menyebut tidak mengerti Pancasila. Andi menambahkan, orang yang melaporkan Rocky ke polisi sebagai preman.
"Kawan-kawan PDIP yang sekarang ada dan mendapatkan posisi dalam partai dan kekuasaan --mayoritas PDIP otot--. Faksi otak tersingkir. Itu penjelasan kenapa preman seperti Hendriyosodiningrat melaporkan Rocky Gerung," tulis Andi dalam akun Twitternya, @AndiArief_, Senin, 9 Desember 2019.
Sebelumnya, Rocky Gerung dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV One, menyebut Jokowi tak memahami nilai-nilai Pancasila. Dia mengatakan Jokowi hanya menghapal lima sila dasar negara tersebut.
Menurutnya, apabila Presiden ke-7 Indonesia itu menyelami Pancasila, maka tidak akan melanggar Undang-undang (UU) tentang lingkungan hidup, serta bisa menyejahterakan rakyat tanpa berutang.
"Jadi sekali lagi, polisi Pancasila atau Presiden (Jokowi) enggak ngerti Pancasila, dia hapal tapi enggak paham. Kalau dia paham dia enggak berutang, kalau dia paham dia enggak naikin BPJS, kalau dia paham dia enggak melanggar UU Lingkungan," kata Rocky.
Rocky kemudian pamer, dia sempat menulis risalah panjang-lebar di majalah Prisma dengan riset akademis yang kuat, bahwa Pancasila bukan ideologi dalam pengertian akademik.
Mantan dosen Universitas Indonesia (UI) itu berujar, dalam diskursus akademis tersebut, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, ia interpretasikan, mengakui bahwa perbuatan manusia hanya bermakna kalau diorientasikan ke langit.
"Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Apa dalilnya bahwa saya boleh berbuat baik tanpa menghadap langit, itu namanya humanisme tu. Lalu saya berbuat baik supaya masuk surga, artinya kemanusiaan saya itu palsu," kata dia seperti dilihat Tagar, Rabu, 4 Desember 2019.
"Sila kelima Keadilan Sosial. Versi siapa? Liberalisme? Libertarianisme. Orang boleh isi sila kelima itu dengan marxisme, boleh saja. Diisi dengan islamisme boleh saja. Karena tidak ada satu keterangan final tentang isi dari keadilan sosial itu," ucapnya. []