Alasan Pukat UGM Menolak Dewas KPK Pilihan Jokowi

Pukat UGM menilai Jokowi sedang memperbaiki citra dengan melantik Dewas KPK. Kelima anggota Dewas KPK ini baik dan bersih di mata masyarakat.
Dewan Pegawas KPK periode 2019-2023 (dari kiri) Syamsuddin Haris, Harjono, Artidjo Alkostar, Tumpak Hatorangan Panggabean dan Albertina Ho berpose bersama sebelum upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 20 Desember 2019. Presiden Joko Widodo resmi melantik lima orang Dewan Pengawas KPK periode 2019-2023 yaitu Artidjo Alkostar, Harjono, Syamsuddin Haris, Tumpak Hatorangan Panggabean dan Albertina Ho. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Yogyakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik lima orang anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 20 Desember 2019. Mereka adalah Syamsuddin Haris, Artidjo Alkostar, Harjono, Albertina Ho dan Tumpak Hatorangan Panggabean.

Bagaimana tanggapan Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta? Pukat UGM menyebut penunjukan komisioner Dewas KPK hanya untuk memperbaiki citra Presiden. Sebab beberapa waktu belakangan citra dari orang nomor satu di Indonesia tersebut hancur.

Salah seorang peneliti Pukat, Zaenurrochman mengatakan secara personal mereka yang dilantik adalah orang yang baik di mata masyarakat. Menurutnya Presiden Jokowi telah mendapatkan banyak kritik dari berbagai pihak.

"Ini adalah upaya Presiden untuk kembali memperbaiki citra Presiden yang beberapa saat lalu hancur. Karena mengesahkan merevisi Undang-undang KPK dan memilih capim KPK yang bermasalah," katanya kepada Tagar pada Jumat 20 Desember 2019.

Zaenurrochman mengatakan Pukat secara konsisten menolak adanya Dewas KPK. Sebab konsep dari Dewan Pengawas itu keliru. "Karena Dewas seharusnya adalah lembaga pengawasan. Pengawasan itu biasanya mengawasi, pertama yaitu kinerja, dan yang kedua, etik," ucapnya.

Ini adalah upaya Presiden untuk kembali memperbaiki citra Presiden yang beberapa saat lalu hancur.

Namun Dewas KPK diberi kewenangan selain fungsi pengawasan. Yakni kewenangan penegakan hukum atau biasa disebut pro justitia.

"Kewenangan itu berupa memberikan izin atau menolak. Memberikan izin untuk penyadapan, penyitaan, dan penggeledahan adalah ranah upaya penegakan hukum. Padahal di dalam Undang-undang KPK, Dewas itu bukan penegak hukum," katanya.

Zaenurrochman juga mengungkapkan Dewas KPK ini berbahaya karena untuk pertama kali atau periode pertama ditunjuk oleh Presiden. "Jadi tidak ada seleksi. Sehingga tidak ada proses yang transparan, akuntabel dan partisipatif. Jadi Pukat tolak konsep Dewas KPK, dan pengangkatannya. Padahal KPK lembaga independent. Pukat Konsisten menolak Dewas," ucapnya.

Presiden Jokowi mengatakan komisioner Dewas KPK adalah orang baik memiliki kapabilitas, memiliki integritas, memiliki kapasitas dalam hal-hal yang berkaitan wilayah hukum. "Memang ini kita pilih dari sudut-sudut yang berbeda-beda," kata Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 20 Desember 2019.

Dia mengatakan, lima orang yang ditunjuk sebagai Dewas KPK memiliki latar belakang berbeda, diharapkan dapat bekerja sama untuk menjalankan peran dan fungsi dari Dewas KPK. 

"Ada juga yang akademisi, ada Mahkamah Konstitusi. Saya kira sebuah kombinasi yang sangat baik sehingga memberikan fungsi terutama fungsi kontrol dan pengawasan terhadap komisioner KPK," ucapnya. []

Baca Juga:

Berita terkait
Tumpak Panggabean Jelaskan Tugas Ketua Dewas KPK
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan tugasnya sebagai
Jadi Dewas KPK, Artidjo Alkostar Ungkapkan Mimpinya
Mantan Hakim Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar mengungkapkan mimpinya yang saat ini menjabat sebagai Dewan Pengawas KPK.
Jokowi Beberkan Alasan Pilih Lima Nama Dewas KPK
Presiden Jokowi beberkan alasan dipilihnya lima orang tokoh sebagai Dewan Pengawas (Dewas) KPK.