Banda Aceh - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh memprediksi penyebaran virus corona atau Covid-19 di Tanah Rencong akan meningkat pada malam hari di bulan Ramadan. Hal ini karena aktivitas di warung kopi biasanya cukup ramai setelah salat Tarawih.
“Yang kebiasaan kita di bulan Ramadan sebelumnya, kalau malam hari setelah selesai salat Tarawih, umumnya masyarakat kita banyak yang kumpul di warung kopi atau buka puasa bersama,” kata Ketua IDI Wilayah Aceh, Safrizal Rahman saat dihubungi Tagar, Selasa, 21 April 2020.
Ia menjelaskan, pada bulan Ramadan, aktivitas pada siang hari di Aceh relatif sepi dari biasanya. Hal ini karena warung kopi, rumah makan, objek wisata dan lain sebagainya tidak beroperasi.
Kalau malam hari setelah selesai salat Tarawih, umumnya masyarakat kita banyak yang kumpul di warung kopi atau buka puasa bersama.
“Kalau kita bicara Ramadan sebenarnya dalam siang hari bulan Ramadan kita ini akan terjadi dengan sendirinya, pengurangan aktivitas, jadi barang kali aktivitas warung kopi atau segala macam, Insya Allah akan sendirinya akan berkurang,” ujarnya.
Safrizal mengajak masyarakat Aceh untuk menjadikan momentum Ramadan 1441 Hijriah untuk tetap berada di rumah sambil beribadah. Apabila ini bisa diterapkan, ia yakin penyebaran Covid-19 di Bumi Serambi Mekkah akan bisa ditekan.
“Kita berharap masyarakat sadar bahwasanya Ramadan kali ini barang kali Ramadan yang membuat kita harus menghindari aktivitas-aktivitas kebersamaan, dalam koridor sosial distancing, sehingga mengurangi kegiatan buka puasa bersama,” kata Safrizal.
Ia menambahkan bahwa 80 persen dari orang yang terkena Covid-19 tidak memiliki bergejala. Hal ini harus menjadi pelajaran bagi masyarakat lainnya untuk berhati-hati saat berada di tempat keramaian.
“Orang muda orang yang masih menyempatkan diri di warung kopi, jangan-jangan di antara kita di warung kopi itu kalau ada 10, 20, 40 orang, jangan-jangan satu per limanya yang terkena Covid-19 dengan kondisi yang sehat, dan ini yang menyebar kemana-mana,” ujarnya.
Safrizal juga mengingatkan bahwa jelang Ramadan, banyak perantau kembali ke Aceh. Lalu, mereka nongkrong di warung kopi bersama teman-teman lainnya. Kondisi ini berpotensi terjadinya penyebaran virus.
“Karena yang OTG memang tidak memiliki gejala, kita sulit mengenal karena tidak memiliki gejala apapun,” kata Safrizal.
Karena itu, ia mengaku sangat setuju dengan penerapan rapit test. Menurutnya, ada beberapa kegunaan diterapkan program tersebut, salah satunya untuk mendeteksi OTG yang kemungkinan beredar di masyarakat.
“Rapit test juga semacam memberi terapi atau syok kepada masyarakat bahwasanya tidak leluasa duduk di warung kopi, karena ada rapit test, razia, dan lain-lain,” tutur Safrizal. []