Alasan Kejaksaan Agung Tahan Djoko Tjandra

Kejaksaan Agung menjelaskan penahanan terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra sejak Kamis, 30 Juli 2020.
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (ketiga kanan) bersiap menandatangani berita acara penyerahterimaan kepada Kejaksaan Agung di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 31 Juli 2020. Bareskrim Polri resmi menyerahkan terpidana Djoko Soegiarto Tjandra yang buron selama sebelas tahun tersebut ke Kejaksaan Agung. (Foto: Antara/M Risyal Hidayat)

Jakarta - Kejaksaan Agung menjelaskan penahanan Djoko Tjandra sejak Kamis, 30 Juli 2020 merupakan upaya eksekusi atas statusnya sebagai terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono mengatakan eksekusi itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung dalam perkara peninjauan kembali (PK) terhadap Djoko S Tjandra, bernomor 12K/Pid.Sus/2008 tanggal 11 Juni 2009 yang telah berkekuatan hukum tetap. 

"Jadi pada Jumat, 31 Agustus 2020 jaksa eksekutor sudah melaksanakan eksekusi pelaksanaan putusan dan itu diatur dalam KUHP pasal 270 KUHP yang mengatakan bahwa terhadap pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dilaksanakan oleh jaksa," ujar Hari di Jakarta, Selasa, 4 Agustus 2020.

Jadi tidak ada istilah penahanan ya, jadi eksekusi.

Baca juga: Otto Hasibuan Sebut Djoko Tjandra Tidak Pernah Buron

Hari mengatakan putusan PK Mahkamah Agung itu menerangkan Djoko Tjandra terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi pidana penjara dua tahun. Oleh karena itu, lanjut Hari, eksekusi terhadap Djoko Tjandra dilakukan oleh jaksa eksekutor dan dilaksanakan di Bareskrim Polri. 

"Ketika Bareskrim Mabes Polri menyerahkan terpidana Djoko Sugiarto Tjandra, maka pada hari itu juga jaksa langsung melakukan eksekusi dan dituangkan dalam berita acara pelaksanaan eksekusi yang ditandatangani oleh Djoko Sugiarto Tjandra, kemudian jaksa eksekutor, dan Kepala Rutan Klas I Jakarta Pusat," ucap Hari. 

Diketahui, Djoko Tjandra saat ini ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta, yang merupakan cabang Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bareskrim Polri.

"Artinya tugas jaksa pada saat itu selaku eksekutor selesai, terhadap penempatan mau di tempatkan di mana itu sudah menjadi wewenang Direktorat Jenderal Pemasyarakatan," kata Hari. 

Baca juga: Potensi Tersangka Baru dalam Kasus Djoko Tjandra

Sebelumnya diberitakan, Pengacara Djoko Tjandra, Otto Hasibuan mempertanyakan dasar hukum penahanan terhadap kliennya tersebut. Menurutnya, Djoko Tjandra harus dibebaskan demi hukum.

"Karena saya baca putusan Djoko tidak ada perintah untuk ditahan. Isinya hanya salah satu, hukum dia dua tahun penjara, bayar sejumlah uang. Di dalam KUHAP, harus ada kata-kata perintah ditahan. Tapi, kata kata perintah ditahan ini tidak ada," kata Otto dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Sabtu, 1 Agustus 2020. 

Terkait hal tersebut, Hari mengatakan bahwa jaksa eksekutor melaksanakan tugas dalam rangka mengeksekusi putusan Mahkamah Agung terkait PK Djoko Tjandra, bukan penahanan. 

Menurut dia, istilah penahanan berada pada ranah penyidikan, penuntutan, maupun persidangan. Sementara putusan PK merupakan upaya hukum luar biasa dalam tingkat akhir, dan tidak ada lagi upaya hukum lain. 

"Jadi tidak ada istilah penahanan ya, jadi eksekusi," ucap Hari. []

Berita terkait
Alasan Otto Hasibuan Mau Jadi Pengacara Djoko Tjandra
Pengacara Otto Hasibuan membeberkan alasannya terkait kesediaannya menjadi kuasa hukum Djoko Tjandra.
Otto Hasibuan: Djoko Tjandra Harus Dibebaskan Demi Hukum
Kuasa hukum Djoko Tjandra, Otto Hasibuan, menyebut penahanan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap kliennya tidak sah, melawan hukum.
Djoko Tjandra dan Momentum Bongkar BLBI - Bank Bali
Direktur Legal Culture Institute (LeCI) M Rizqi Azmi mengatakan penangkapan Djoko Tjandra bisa jadi momentum bongkar korupsi Bank Bali dan BLBI.