Kupang - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menolak rencana pembangunan pabrik semen di Luwuk dan Tambang Batu Gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal itu disampaikan oleh Yohanes Rumat, anggota DPRD Provinsi NTT dari Fraksi PKB ketika dihubungi Tagar, melalui pesan WhatsApp, Kamis 4 Juni 2020.
Hampir 26 tahun perusahaan tambang beroperasi di Matim, namun masyarkat lingkar tambang tidak sejahtera.
Yohanes mengatakan, pandanngan Fraksi PKB tersebut disampaikannya pada saat rapat paripurna pandangan umum fraksi di ruangan sidang utama gedung DPRD NTT, pada Rabu 4 Juni 2020 malam.
Ia menjelaskan alasan penolakan terhadap rencana pembangunan pabrik semen dan pembangunan tambang batu gamping di Matim karena tidak memberikan dampak terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Hampir 26 tahun perusahaan tambang beroperasi di Matim, namun masyarkat lingkar tambang tidak sejahtera. Janji perusahan yang akan mensejahterakan rakyat lingkar tambang terbukti hanya sebagi slogan dan tipu daya agar masyarakat menyerahkan tanahnya untuk ditambang," jelasnya.
Dikatakannya, Fraksi PKB menilai moratorium izin tambang yang disampaikan Gubernur NTT saat masa kampanye terdahulu hanya untuk mengelabui masyarakat dan kapanye itu tidak diikuti dengan bukti nyata penolakan kehadiran tambang di NTT.
"Pemberian izin eksplorasi terhadap tambang Batu Gamping di Matim membuktikan bahwa Gubernur NTT melanggar janji kampanye sendiri," kata Yohanes.
Kehadiran perusahaan semen dan rencana pembangunan pabrik semen, kata Yohanes, menuai pro dan kontra di masyarakat. Pro dan kontra ini juga pernah terjadi selama hampir 26 tahun ketika perusahaan pertambangan Mangan beroperasi di wilayah ini.
"Sangat jelas, kehadiran Tambang menciptakan pro dan kontra, relasi sosial sudah pudar, bahkan keluarga dekat sudah tidak saling berkomunikasi karena pro dan kontra terhadap kehadiran perusahaan ini," ujar Yohanes.
Sampai saat ini, lanjut Yohanes perusahan Tambang yang pernah beroperasi di Matim tidak pernah menutup lubang galian mereka, reklamasi diabaikan. Jadi mereka pergi meninggalkan lubang yang mengangga dan membiarkan lingkungan itu rusak, tegasnya.
Ia menambahkan, Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, memiliki filosofi budaya "Gendang (rumah adat) one (di dalam) lingko (tanah adat) pe'ang (di luar)" yang berarti satu kesatuan yang utuh antara rumah sebagai tempat tinggal dan tanah adat (lingko) sebagai tanah garapan yang dikuasai sebagai hak milik dan diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang.
Kehadiran perusahaan dan pabrik semen ini kan menghilangkan ruang hidup orang Matim dan merusak tantanan budaya Matim.
Selain itu lanjut Yohanes, ruang hidup orang manggarai raya terdiri dari mbaru (rumah), compang (mezbah), natas (halaman kampung), wae (air), uma (kebun) dan boa (kuburan), semuanya adalah satu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan serta memiliki keterikatan dan saling melengkapi.
"Kehadiran perusahaan dan pabrik semen ini kan menghilangkan ruang hidup orang Matim dan merusak tantanan budaya Matim. Kalau sudah relokasi kampung maka warga akan menerima konsukensi dari para leluhur. Karena para leluhur membangun kampung tidak semudah membalikan telapak tangan," tegas Yohanes. []