Aksi Teror Intai Pengumuman Pemenang Pilpres

Untuk menghindari kekacauan, masyarakat tidak perlu menciptakan aksi 22 Mei di depan gedung KPU saat pengumuman pemenang pilpres.
Personel Gegana Polri berjalan usai melakukan peledakan barang bukti bom di Kelurahan Bahagia, Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (9/5/2019). Peledakan barang bukti bom pipa yang ditemukan Densus 88 di gerai ponsel Jalan Muchtar Tabrani Bekasi Utara itu menyusul ditangkapnya enam terduga teroris di Bekasi. (Foto: Antara/Ariesanto)

Jakarta - Disinyalir ada penumpang gelap mendekati pengumuman hasil Pemilu pada 22 Mei 2019. Penumpang gelap yang anti demokrasi.

Hal tersebut disampaikan mantan narapidana teroris, Sofyan Tsauri dalam diskusi 'Waspadai Penumpang Gelap Penghujung Pengumuman Hasil Pemilu 2019' di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis 16 Mei 2019.

"Saya melihat ada tiga kelompok jihadis yakni Al Qaeda grup, JAD (Jamaah Anshar Daulah) dan simpatisan yang pro kepada 02," kata Sofyan. 

Ia mengatakan intensitas narasi dari elit politik dan pendukungnya untuk mendelegitimasi proses dan hasil Pemilu 2019 melalui reproduksi hoaks, misinformasi, dan disinformasi telah melahirkan titik-titik kerawanan yang membangkitkan sel-sel tidur jaringan teroris.

Sofyan mengimbau kelompok Jamaah Anshar Daulah (JAD) jangan sampai memperkeruh suasana Pemilu. Artinya, jangan mau dijadikan kambing hitam. Ia mengingatkan janganlah cinta terhadap kematian.

"Memang tidak ada hubungan antara JAD dan kelompok 02, tapi betul mereka (JAD) akan memanfaatkan dan dimanfaatkan, itu sangat mungkin," ucapnya.

Untuk menghindari kekacauan, masyarakat tidak perlu menciptakan aksi 22 Mei di depan gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sofyan TsauriMantan narapidana teroris, Sofyan Tsauri, hadiri diskusi publik bertajuk ‘Waspadai Penumpang Gelap Penghujung Pengumuman Hasil Pemilu 2019’ di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis 16 Mei 2019. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Menurut Sofyan, hampir rata-rata jihadis tidak berpartisipasi atau golput dalam kontestasi elektoral 5 tahunan di Indonesia karena menganggap demokrasi adalah sistem syirik.

Para jihadis tidak peduli pemilu, siapa pun pemenangnya. 

"Bahkan mereka mengatakan, 'Keluar dari mulut buaya, keluar dari mulut singa.' Artinya, baik rezim Jokowi maupun rezim Prabowo itu sama saja. Oleh sebab itu mereka kebanyakan golput," terangnya. 

Kata Sofyan, saat kubu 02 berkampanye ada para ulama berijtima, kelompok JAD justru menggembosi masyarakat agar tidak memilih pada Pilpres 2019. 

"Menurut mereka ini semua sistem syirik. Kelompok jihadis ini amatlah apatis. Tetapi ketika kacau, bisa jadi mereka memanfaatkan situasi," lanjutnya.

Sofyan mewanti-wanti pemerintah menjaga situasi, agar tetap aman pada penetapan Pemilu 22 Mei 2019. Sebab menurutnya, kelompok teroris sedang mengamati situasi dan ditakutkan akan menyusup bila terjadi kekacauan.

"Kelompok ini sangat mungkin disetir karena mereka menggalang maupun digalang demi memanfaatkan situasi, selalu mencari momentum. Dia lihat ini (kekacauan) adalah momentum yang tepat untuk mereka mengadakan aksi," ujar dia. 

Cari Momentum

Dalam kesempatan sama, Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta mengatakan saat ini kelompok teror sedang berdiam diri, apatis terhadap aksi politik. 

"Karena mereka tidak ada urusan dengan politik, mereka hanya cari momentum. Yang berbahaya adalah ketika mereka dimanfaatkan dan mereka dipicu oleh aksi tertentu yang bisa membangkitkan lagi ideologi mereka," kata dia. 

"Aksi yang diciptakan kelompok-kelompok tertentu, bagi saya yang paling berbahaya penunggangnya adalah barisan sakit hati yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan teror," ujar Stanislaus.

"Untuk menghindari kekacauan, masyarakat tidak perlu menciptakan aksi 22 Mei di depan gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU)," ujarnya.

"Menghindari ancaman, kita pakai cara-cara yang lebih cerdas. Tujuannya Pemilu ini terselenggara dengan aman dan damai. Kemudian nanti yang terpilih akan dilantik sesuai dengan konstitusi dan Indonesia lebih maju," lanjut Stanislaus.

Sebelumnya, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror menangkap sembilan orang terduga teroris pada Selasa 14 Mei 2019 di Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam waktu dua pekan terakhir. Sembilan orang tersebut yakni AH, A, IH, AU, JM, AM, AS, PT dan JD.

Diduga jaringan teroris JAD memanfaatkan momentum pesta demokrasi. Kelompok teror ini juga memanfaatkan momentum bulan suci Ramadan dan jelang Hari Raya Idul Fitri.

Sebelumnya pada Kamis 9 Mei 2019 ditemukan bom di Kelurahan Bahagia, Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Temuan ini menyusul ditangkapnya enam terduga teroris di Bekasi. Bom sudah diledakkan personel Gegana Polri. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.