Ahli: Soal Covid-19, Respons Pembantu Jokowi Lamban

Ahli Epidemi Pandu Riono menilai gagalnya pemerintah menekan penularan Covid-19 karena pembantu Presiden Jokowi yang lamban merespons perintah.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono. (Foto: fkm.ui.ac.id)

Jakarta - Ahli Epidemi atau Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyebut gagalnya pemerintahan Presiden Joko Widodo menekan angka penularan pasien positif Covid-19, disebabkan karena para pembantu Jokowi yang lamban merespons perintah.

Bagi Pandu, sistem yang ada dalam struktur pemerintah pusat saat ini masih belum baik. Bahkan menurutnya banyak ketidaktepatan penanganan selama pandemi ini melanda Tanah Air.

"Ternyata tidak berhasil menekan penularan kan, karena tidak direspons dengan cepat," kata Pandu dalam wawancara bersama Tagar TV, Senin, 14 September 2020.

"Kenapa tidak direspons dengan cepat? Karena yang ditugaskan untuk merespons bukan sesuatu yang memang tupoksinya. Seperti BNPB kan bukan fungsinya untuk mengatasi ini," ujar dia.

"Atau pun Satgas, atau Komite, itu kan mereka panitia ad hoc seharusnya direspons oleh negara, negara ini yang punya regulasi," kata dia lagi.

Pandu menuturkan, selama ini pemerintah hanya memikirkan pemulihan ekonomi nasional tanpa memikirkan pencegahan penularan virus corona di masyarakat.

Terutama, ia menyoroti masalah yang ada dijajaran Kabinet Indonesia Maju. Ia menilai kerja para Menteri belum berjalan dengan baik, terutama dalam menangani Covid-19.

"Mereka hanya melihat pemulihan ekonomi nasional, jadi perintah Presiden tidak dijalankan dengan efektif oleh para pembantu nya. Itu yang menyedihkan, jadi itu adalah kelemahan kita sekarang, kita tidak terkoordinasi, negara lain berhasil kok, Thailand berhasil, Vietnam berhasil. Itu negara-negara tetangga kita," tuturnya.

Bahkan, kata Pandu, ia melihat koordinasi antara pusat dan pemerintah daerah terutama DKI Jakarta tidak selaras satu sama lain. Menurutnya komunikasi yang terjadi saat ini antara pusat dan pemda DKI belum sejalan.

"Dan ini belum dioptimalkan jadi harusnya di respon oleh negara. Oleh Presiden dengan sistem pemerintahannya dan dengan demikian koordinasi ini bisa berjalan. Dengan demikian sekarang koordinasi tidak berjalan," ujar dia.

"Jadi terjadi simpang siur, gubernur mau melakukan pengetatan dari psbb Jakarta langsung direspons negatif oleh para menteri yang sebenarnya mereka bagian dari pada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional," kata Pandu lagi.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan di wilayah ibu kota sudah dilakukan kegiatan testing Covid-19 secara masif selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI ingin mendeteksi kasus-kasus positif virus corona sedini mungkin.

"Dengan demikian, maka mereka yang terpapar bisa melakukan isolasi agar tidak menularkan pada yang lain," kata Gubernur Anies saat konferensi pers di Balaikota Jakarta, Minggu, 13 September 2020.

"Di sisi lain, bila yang terpapar memiliki komorbit atau lanjut usia penyakit bawaan yang berisiko, maka kita bisa melakukan isolasi di fasilitas-fasilitas kesehatan kita," kata dia.

Ikuti wawancara eksklusif Tagar TV bersama Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengenai pemberlakuan kembali kebijakan PSBB oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan:


Berita terkait
Anies Baswedan Jangan Overdosis Urus Covid-19
Airlangga Hartarto meminta agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak overdosis saat mengurusi pendemi virus corona (Covid-19).
Anies PSBB DKI karena Angka Kematian Covid-19 Meningkat
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ungkap maksud penerapan PSBB di ibu kota karena angka kematian akibat Covid-19 meningkat.
PSBB Tanpa Koordinasi, Anies Susahkan Banyak Orang
Pengamat menilai kebijakan Anies Baswedan soal pemberlakuan kembali PSBB di DKI Jakarta hanya akan menyusahkan banyak orang jika tanpa koordinasi.