Jakarta -Sektor kelapa sawit masih memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian nasional. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kanya Lakshmi Sidarta memprediksi kinerja sawit nasional diprediksi masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia ditengah kondisi pandemi Covid-19.
Berbagai strategi disiapkan perusahaan, selain membidik pasar tradisional juga memenuhi kebutuhan domestik yang cukup besar. Menurut Kanya, pihaknya mendorong penyerapan sawit dalam negeri. Hal ini mencermati kondisi perekonomian global yang belum pulih pasca pandemi covid-19.
Secara industri, kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang tetap memberikan dampak positif bagi perekonomian.
Baca Juga: India Batasi Impor CPO, Malaysia Takut Indonesia
“Produksi kita relatif stabil, hanya terjadi penurunan permintaan ekspor. Seperti kita ketahui sekitar 70 persen produksi kita diekspor ke beberapa negara seperti China, India, Eropa dan Amerika Serikat,” ucap Kanya di Jakarta, Selasa, 7 Juli 2020 seperti dikutip dari emitennews.com.
Kanya menambahkan, Gapki menempuh berbagai cara menyikapi melemahnya permintaan pasar global. Salah satunya dengan mempercepat proses penyerapan di dalam negeri, menghindari terjadinya penumpukan di tangki-tangki penampungan crude palm oil (CPO).
Menurutnya, secara industri, kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang tetap memberikan dampak positif bagi perekonomian. Namun ia menekankan masih terdapat beberapa kendala di lapangan yang menghambat proses produksi. Antara lain, ekonomi biaya tinggi, transportasi serta regulasi, yang akan berimbas terhadap daya saing
Meski demikian, CPO Indonesia masih memiliki pangsa pasar tradisional seperti India, China, Eropa dan Amerika Serikat. Khusus Amerika Serikat dan India terjadi peningkatan permintaan secara volume. Saat ini Gapki mengincar pasar baru yaitu Afrika dan Pakistan.
Pangsa pasar minyak sawit dalam negeri saat ini masih cukup besar, terlebih pemerintah sedang menggalakkan mandatory penggunaan Biodiesel 30 persen (B30).
Gapki mencatat sejak Januari hingga April 2020, produksi CPO dan turunannya mencapai 15,03 juta ton. Angka produksi ini lebih rendah sekitar 12% dibandingkan periode Januari-April 2019 sebesar 17,2 juta ton. Secara bulanan, produksi CPO dan turunannya justru meningkat sekitar 13%, dari 3,57 juta ton di Maret, menjadi 4,04 juta ton di April 2020.
Sementara itu ekspor CPO dan turunannya sejak Januari-April ini tercatat sebesar 10,3 juta ton lebih rendah 12,1% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, nilai ekspor lebih tinggi, yakni US$ 6,96 miliar dibandingkan sebelumnya yang sebesar US$ 6,37 miliar.
Secara bulanan, ekspor CPO dan turunannya di bulan April mengalami penurunan 2,8% dari 2,72 juta ton di Maret menjadi 2,65 juta ton di April. Nilai ekskpor di Juli turun 10% persen dari US$ 1,82 miliar menjadi US$ 1,64 miliar. Sebab, harga rata-rata CPO di April mengalami penurunan menjadi US$ 516 per ton Cif Rotterdam dari rata-rata di Maret yang sebesar US$ 636 per ton Cif Rotterdam. Penurunan ekspor minyak sawit di April terjadi di ekspor refined palm oil sekitar 44.000 ton dan CPO sebesar 33.000 ton.
Direktur Utama PT Pradiksi Gunatama Tbk, Indra Irawan, mengatakan pangsa pasar minyak sawit dalam negeri saat ini masih cukup besar, terlebih pemerintah sedang menggalakkan mandatory penggunaan Biodiesel 30 persen (B30). Hal ini akan mendorong konsumsi CPI dalam negeri meningkat.
Simak Pula: Indonesia Gugat CPO ke UE, INDEF: Siapkan Tim Hukum
“Optimistis Indonesia menjalankan B30 pada 2020 sangat kuat. Prediksi Gapki permintan sawit akan meningkat. Sepanjang 2019-2025 kebutuhan CPO untuk makanan, bio disel, bio karbon dan tenaga listrik PLN,” ucap Indra. PT Pradiksi Gunatama Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha Perkebunan dan Pengolahan Kelapa Sawit Terpadu tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham PGUN. []