Banda Aceh - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menilai Pemerintah Aceh belum siap menangani virus corona (Covid-19) jika ke depan terjadi lonjakan kasus.
"Kalau misalnya terjadi (lonjakan kasus) seperti provinsi lain kita tidak siap, sama sekali tidak siap," kata Ketua Komisi V DPR Aceh, M Rizal Falevi Kirani kepada wartawan, Minggu, 3 Mei 2020.
Falevi mengatakan, berbicara tentang kesehatan, kesiapan medis, juga alat kesehatan, Aceh benar-benar belum siap, karena rumah sakit yang memiliki fasilitas memadai hanya RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh saja, sementara yang lainnya belum memenuhi standar.
Dari segi sumber daya manusia saja saya pikir rumah sakit rujukan di kabupaten/kota belum siap, belum lagi kita cerita alat kesehatan untuk menunjang Covid-19 ini.
"Dari segi sumber daya manusia saja saya pikir rumah sakit rujukan di kabupaten/kota belum siap, belum lagi kita cerita alat kesehatan untuk menunjang Covid-19 ini," ujarnya.
Menurut Falevi, ketidaksiapan Pemerintah Aceh bukan dari sisi anggaran. Tetapi lebih kepada proses dan cara penanganan yang dilakukan tim Gugus Tugas Covid-19 Aceh yang belum efektif.
"Secara keuangan kita siap, kan sudah ada dana tanggap darurat itu Rp 118 miliar, ada dana refocusing Rp 1,7 triliun. Untuk apa dana itu kalau misalnya hanya untuk bermegah-megahan di media," ucapnya.
Karena itu, kata Falevi, DPR Aceh sudah meminta rasionalisasi kepada Tim Gugus Tugas Pemerintah Aceh tentang kebutuhan apa saja yang dicukupkan selama ini. Dikhawatirkan, dana tersebut lebih banyak dihabiskan untuk operasional saja.
Selain itu, Falevi juga menyebutkan, sejumlah puskesmas di Aceh masih sangat kekurangan alat pelindung diri (APD) seperti baju hazmat. Bahkan hampir tidak ada sama sekali.
Baca juga: DPR Sebut Kas Daerah Aceh Utara Kosong
"Berdasarkan laporan, dan kami ada cek beberapa kabupaten/kota yang memang di Puskesmas nya itu ternyata di lapangan tidak ada APD," katanya.
Tak hanya APD, lanjut Falevi, alat rapid test di Aceh ternyata juga masih sangat kekurangan. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan di wilayah perbatasan Aceh yang setiap harinya melakukan pemeriksaan terhadap orang masuk dari Sumatera Utara.
"Belum lagi cerita rapid test. Sektor perbatasan seperti di Aceh Tamiang, hari ini tadi saya dapat laporan kekurangan rapid test, dan baru dikirim 40. Senin baru dikirim lagi karena kekurangan rapid test," tutur Falevi. []