Aceh Anggarkan Rp 1,3 Miliar untuk Beli Senjata

Pemerintah Aceh menganggarkan dana sebesar Rp 1,3 miliar lebih untuk membeli senjata api.
Senjata Api (Foto: Pixabay/LovableNinja).

Banda Aceh - Pemerintah Aceh menganggarkan dana sebesar Rp 1,3 miliar lebih untuk membeli senjata api. Penganggaran itu dilakukan dalam Alokasi Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2020.

Berdasarkan data yang dirilis di situs ppid.acehprov.go.id, dana untuk pengadaan senjata api dianggarkan sebesar Rp 1.392.000.000. Adapun rinciannya adalah untuk belanja modal senjata pinggang sebesar Rp 616.000.000 dan belanja modal senjata bahu/laras panjang sebesar Rp 776.000.000.

Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Aceh, Muhammad Iswanto membenarkan rencana pembelian senjata tersebut. Menurutnya, pengadaan itu diusulkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh.

“Benar ada pengadaan senjata dalam APBA 2020 yang diusulkan oleh DLHK Aceh, dengan rincian pengadaan laras pendek 16 unit dengan nilai Rp 616 juta dan laras panjang 16 unit dengan nilai Rp 776 juta,” kata Iswanto saat dikonfirmasi Tagar, Selasa, 7 Januari 2020.

Laras pendek 16 unit dengan nilai Rp 616 juta dan laras panjang 16 unit dengan nilai Rp 776 juta.

Iswanto mengatakan, senjata api itu nantinya akan digunakan oleh polisi hutan (polhut) dalam mengamankan hutan Aceh. Karena selama ini, katanya, polisi hutan dan PPNS hanya menggunakan senjata tajam bayonet.

“Jelas ini tidak layak untuk kapasitas tugas berat yang dijalankan oleh polisi hutan dan PPNS kita. Di tengah hutan tantangan mereka sangat keras dan ancaman yang dihadapi terkait dengan keselamatan tubuh dan jiwa mereka,” ujar Iswanto.

Iswanto mengaku tak ingin menempatkan aparatur negara ini dalam bahaya ketika melaksanakan tugas tanpa pertahanan diri yang memadai. Karena itu, pengadaan senjata itu sangat dibutuhkan.

“PPNS kita saat ada sejumlah 30 orang, polisi hutan 123 orang dan pengaman hutan 1770 orang,” kata Iswanto.

Dia menambahkan, yang harus digarisbawahi adalah, senjata api ini digunakan pada saat operasi tindak pidana kehutanan saja, belum menjadi alat organik personel polhut atau PPNS. Artinya, senjata ini hanya dilakukan pada waktu operasi saja, sedangkan di luar itu tidak.

Iswanto menambahkan, sebelum Aceh memasuki masa konflik, senjata api sebenarnya sudah diberikan kepada Polhut, tetapi sejak meningkatnya eskalasi konflik politik pada waktu itu, senjata ditarik dan disimpan di Kementerian Kehutanan.

Kemudian, ujar Iswanto, pada tahun 2020 DLHK mengaloksikan anggaran pembelian sejata Polhut karena secara aturan mereka memang dibolehkan menggunakan senjata sesuai dengan spek yang khusus ditetapkan untuk polhut dan tentunya harus ada izin dari Polri.

“Tentu saja senjata ini dipegang petugas yang memenuhi syarat teknis dan administrasi. Juga ikut tes untuk mendapat Kartu Pemegang Senpi (KPS) sebagai tanda legalitas penggunaan senjata,” kata Iswanto. []

Baca juga: 

Berita terkait
Gempa Guncang Simeulue Aceh, Warga Mulai Panik
Gempa berkekuatan 6,4 skala richter (Sk) mengguncang Kabupaten Simeulue, Aceh Selasa, 7 Januari 2020.
Empat Rumah Hangus Terbakar di Aceh
Empat unit rumah di Jalan Lamgapang, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh terbakar.
MPU Sesalkan Menag Soal Bioskop Jeddah dengan Aceh
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Faisal Ali menyesalkan pernyataan Menteri Agama terkait Aceh yang tidak punya bioskop.