Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) membeberkan penilaian melalui Z-Score terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi penerima Penyertaan Modal Negara (PMN) periode 2018.
Dari tiga kategori Z-Score yaitu hijau berarti aman, kuning berarti waspada, dan merah berarti kondisi sebelum kebangkrutan (distress), tujuh BUMN masuk dalam kategori merah.
Tujuh BUMN yang masuk kategori kondisi sebelum kebangkrutan di antaranya sebagai berikut.
1. PT Dok Kodja Bahari
Sri Mulyani mengatakan kerugian pada perusahaan galangan kapal, PT Dok Kodja Bahari disebabkan oleh beban administrasi dan umum yang terlalu tinggi yakni 58 persen dari pendapatan.
2. PT Sang Hyang Seri
Kerugian yang terjadi pada PT Sang Hyang Seri, BUMN yang bergerak di bidang pertanian khususnya dalam penyediaan benih dan sarana produksi pertanian, kata Sri Mulyani karena inefisiensi bisnis, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam mekanisme pengadaan benih.
3. PT PAL
Meningkatnya beban lain-lain hingga tiga kali lipat akibat kerugian nilai tukar dan kerugian entitas asosiasi (PT GE Power Solution Indonesia), menjadi penyebab kerugian PT PAL, BUMN yang bergerak di bidang industri galangan kapal.
4. PT Dirgantara Indonesia
Industri pesawat terbang yang pertama dan satu-satunya di Indonesia dan di wilayah Asia Tenggara, PT Dirgantara Indonesia menurut Sri Mulyani mengalami kerugian setelah adanya pembatalan kontrak dan order yang tidak mencapai target.
5. PT Pertani
Sama halnya dengan PT Sang Hyang Seri, PT Pertani juga mengalami kerugian karena inefisiensi bisnis, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam mekanisme pengadaan benih.
6. Perum Bulog
Sri Mulyani menuturkan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) yang dipimpin Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Budi Waseso rugi karena terdapat kelebihan pengakuan pendapatan atas penyaluran beras sejahtera (Rastra). Sehingga Bulog kata dia, harus melakukan pembebanan koreksi pendapatan di 2018.
7. PT Krakatau Steel
PT Krakatau Steel, perusahaan BUMN yang bergerak bidang produksi baja juga mengalami kerugian. Menurut wanita sekaligus orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia kerugian perusahaan yang beroperasi di Cilegon, Banten itu karena adanya beban keuangan selama konstruksi. []