Banda Aceh - Tim Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) melakukan penelitian tentang dampak kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim di pesisir Kota Banda Aceh, Aceh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3 persen dari total luas Kota Banda Aceh akan terendam pada 50 tahun mendatang. Hasil riset berjudul “Strategi Mitigasi Bencana Tsunami dan Banjir Rob yang Diperparah oleh Kenaikan Muka Air Laut Akibat Perubahan Iklim” ini telah berlangsung sejak 2016 hingga akhir tahun 2019 yang didukung PEER USAID.
Peneliti TDMRC Unsyiah, Syamsidik mengatakan, kajian tersebut berguna untuk mengetahui prediksi ke depan yang akan terjadi di Banda Aceh terutama terkait tsunami dan banjir rob. Salah satu hasil kajian TDMRC menunjukkan jika pesisir Banda Aceh akan mengalami kenaikan muka air laut.
“Diprediksikan 50 tahun mendatang, 3 persen dari total luas Kota Banda Aceh akan terendam. Angka ini akan meningkat 11 persen dalam waktu 100 tahun jika tidak ada pengembangan tepat di kawasan tersebut,” kata Syamdik dalam keterangannya kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu, 22 Januari 2020.
Syamdik menjelaskan, dengan pengaruh kenaikan air laut, apabila terjadi tsunami maka akan tiba lebih cepat. Artinya, waktu evakuasi menjadi lebih singkat dan daya rusaknya pun lebih kuat.
“Bahkan, luasan genangan tsunami diprediksi bertambah 28 persen dari cakup rendaman saat tsunami 2004 silam,” tutur Syamdik.
Diprediksikan 50 tahun mendatang, 3 persen dari total luas Kota Banda Aceh akan terendam. Angka ini akan meningkat 11 persen dalam waktu 100 tahun.
Wakil Rektor Unsyiah Bidang Akademik, Profesor Marwan mengatakan Kota Banda Aceh menghadapi masalah baru yaitu perubahan iklim, khususnya kenaikan air laut. Hal ini dapat memberikan dampak langsung bagi masyarakat pesisir, seperti banjir rob.
Ia berharap penelitian ini menjadi bahan acuan Pemkot Banda Aceh untuk melahirkan kebijakan serta mendesain program mengatasi permasalahan tersebut. Unsyiah juga siap bekerja sama melakukan transfer knowledge atau teknologi sesuai kebutuhan masyarakat.
“Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi terhadap upaya meningkatkan ketahanan masyarakat, khususnya dalam menghadapi tsunami dan banjir rob di Kota Banda Aceh,” ujarnya.
Sementara, Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman mengharapkan, hasil yang berupa dokumen itu juga bisa diedukasikan kepada masyarakat.
“Kita berharap bencana dahsyat itu tidak terjadi lagi, namun tidak bisa kita pungkiri hal itu bisa saja terjadi lagi. Maka dari itu, dalam hal ini kita perlu memberikan edukasi juga kepada masyarakat,” ujar Aminullah.
Di sisi lain, kata Aminullah, hasil riset tersebut juga menjadi landasan bagi pemerintah kota untuk melakukan langkah-langkah dalam mengantisipasi datangnya bencana. Aminullah juga menyebutkan jika saat ini Banda Aceh telah menjadi daerah penelitian terkait bencana.
“Bencana memang tidak dapat diprediksi, tetapi mengedukasi masyarakat harus dilakukan sejak sedini mungkin,” katanya.
Selain Banda Aceh, penelitian ini juga dilakukan di Kota Mataram dan Kota Ambon. Ketiga kota ini memiliki ancaman serius terhadap bahaya pesisir, seperti banjir rob, erosi pantai, hingga tsunami. []
Baca juga:
- Ibu Melahirkan di Selembar Kain Saat Tsunami Aceh
- Wak Kolak, Saksi Hidup Dahsyatnya Tsunami Aceh
- Kapal PLTD Apung, Bukti Sejarah Tsunami Aceh